Teddy Minahasa Ditangkap Karena Narkoba

Dalam Pledoinya Teddy Minahasa Sebut Dua Hal yang Membuat Yakin ada Konspirasi dan Rekayasa

Penulis: Nuri Yatul Hikmah
Editor: Lilis Setyaningsih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teddy Minahasa saat membacakan pledoi atau nota pembelaanya, di muka sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (14/4/2023).

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA — Eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa meyakini jika kasus narkoba yang menjerat dirinya, dibumbui dengan konspirasi dan rekayasa. 

Hal itu disampaikan Teddy saat membacakan pledoi atau nota pembelaanya, di muka sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (14/4/2023). 

Menurutnya, ada banyak kejanggalan dan prosedur yang tidak sesuai sedari awal proses penyidikan dan penuntutan dirinya. 


Pasalnya, proses hukum kasus peredaran sabu yang melibatkan dirinya itu banyak memanfaatkan para terdakwa lain dan memberatkan dirinya. 

"Dalam proses hukum yang saya alami ini terjadi banyak sekali kejanggalan dan un-procedural yang dilakukan sejak proses penyidikan dan penuntutan dengan memanfaatkan para terdakwa lainnya yang mengarah kepada sebuah konspirasi dan rekayasa," ujar Teddy sampaikan pledoinya.

Tujuannya, kata Teddy, tidak lain adalah untuk membunuh karakter, menghentikan karier, dan menghancurkan hidup serta masa depannya.

Bahkan, secara gamblang Teddy menekankan jika ia merasa 'dibinasakan' sepanjang persidangan. 

"Tentunya itu berdampak terhadap keluarga besar saya," jelas Teddy.

Baca juga: Nangis Bacakan Pledoi, Linda Sebut Penderitaannya Dimulai Saat Mengirim Pesan WA ke Teddy Minahasa

Selain itu, Teddy juga balak-blakan menyebut bahwa penasihat hukum AKBP Dody Prawiranegara dan lima tersangka lainnya, yakni yaitu Adriel Viari Purba menyerangnya habis-habisan lewat pemberitaan di media massa.

Demikian juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dianggap tidak meringankannya.

"Jaksa Penuntut Umum pun secara otomatis harus melakukan estafet yang sama dari penyidik," kata Teddy.

"Padahal menurut ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh JPU di persidangan, Eva Achjani Zulfa mengatakan secara berulang-ulang bahwa proses penegakan hukum tidak boleh atau tidak sah jika dilakukan secara melawan hukum,“ imbuhnya.

Kemudian, Teddy lantas menyebutkan beberapa hal yang membuatnya berpikir bahwa proses hukum yang dialaminya itu penuh konspirasi dan rekayasa.

Pertama, pada saat dirinya ditetapkan menjadi tersangka, 13 Oktober 2022 lalu.

Menurutnya, ia bahkan belum pernah diperiksa sama sekali menjadi saksi, namun sudah dilabeli 'tersangka'.

"Padahal sudah jelas bahwa prosedur penetapan seseorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan. Dan sekarang terbukti bukan hanya dijatuhkan, namun dibinasakan," jelas Teddy dengan suara menggebu-gebu. 

Kedua, penetapannya sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi dan percakapan pesan WhatsApp yang berasal dari ekstraksi ponsel milik tersangka lain.

"Jadi bukan handphone milik saya Yang Mulia, handphone milik saya tidak pernah ditampilkan," ungkap Teddy.

Baca juga: Ahli Pidana Sebut Putusan JPU Soal Teddy Minahasa yang Langsung Tuntut Mati adalah Wajar

Baca juga: Ini Deretan Dosa Teddy Minahasa yang Disebut JPU Kejahatan Serius hingga Dituntut Hukuman Mati

Teddy menyebut, proses hukum demikian telah melanggar ketentuan Pasal 6 UU ITE.

"Di mana tidak dilakukan proses uji digital forensik sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang benar yang menghasilkan alat bukti surat berupa hasil uji laboratorium digital forensik yang utuh dan tidak terpotong-potong," jelas dia.

"Namun, yang terjadi adalah sejak proses di laboratorium digital forensik sudah dilakukan pemotongan-pemotongan dan pengambilan secara sampling saja (purposive sampling)," tandasnya. (m40)