Sempat Tak Diperhitungkan Sebagai Cagub DKI karena Belum Cukup Umur, Kaesang Kini Disorot Publik

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kaesang Pangarep memimpin rapat perdana sebagai ketua umum PSI, dengan jajaran pengurus DPP PSI di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Sampai pertengahan Mei 2024, Kaesang  Pangarep sepertinya tak diperhitungkan sebagai calon gubernur (cagub).

Nama Kaesang justru disebut-sebut bakal maju sebagai calon wali kota Depok, Bekasi, dan Tangerang Selatan.

Namun semua kabar tersebut terpatahkan. Apalagi setelah Mahkamah Agung (MA) membuat putusan memudakan usia minimal calon gubernur.

Dari yang semula minimal berusia 30 tahun pada saat mendaftar menjadi minimal berusia 30 tahun pada saat dilantik.

Pendaftaran calon kepala daerah dan pelantikan kepala daerah terpilih, berjarak kurang lebih enam bulan.

Namun hal ini membuat Kaesang bisa mendaftar sebagai cagub karena dia akan genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Putusan MA terbaru ini membuat Kaesang mendadak bisa mendaftar sebagai calon gubernur (cagub).

Kaesang yang sebelumnya tak diperhitungkan sebagai calon gubernur karena belum cukup umur, kini menjelma menjadi sosok yang sangat disorot.

Apakah Kaesang akan memanfaatkan peluang emas ini? 

Jawaban atas pertanyaan ini akan tersedia dalam beberapa pekan mendatang.  

Terkait polemik ini, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, mengkritisi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang disinyalir membuka jalan bagi Kaesang Pangarep maju dalam pemilihan gubernur (Pilgub) 2024.

"Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 semakin memperlihatkan tidak adanya supremasi hukum di tanah air," kata Ari kepada Tribunnews.com, Sabtu (1/6/2024).

Ari menegaskan anggapan ada cawe-cawe untuk Pilkada sulit dibantah melalui putusan tersebut.

"Sulit menolak disebutkan adanya cawe-cawe politik sepanjang hakim sendiri sudah tidak memiliki integritas sehingga mereka begitu patuh dan mengikuti aliran kekuasaan yang menumpulkan demokrasi," ujarnya.

Dia berpendapat putusan MA tersebut mempertontonkan wajah hukum di Indonesia yang memalukan.

Halaman
12