Pungli di Sekolah

Kepsek SD di Tangsel Diperiksa Kasus Pungli Seragam Sekolah, Ini Hasilnya

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico
Editor: Dedy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI PUNGLI SERAGAM SEKOLAH --- Kota Tangerang Selatan sempat dihebohkan dengan kisah memilukan seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, Nur Febri Susanti (38), yang tak sanggup membayar pungutan liar seragam sekolah yang mencapai Rp 1,1 juta per anak.(FOTO ILUSTRASI)

TRIBUNBEKASI.COM, SERPONG --- Kota Tangerang Selatan sempat dihebohkan dengan kisah memilukan seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, Nur Febri Susanti (38), yang tak sanggup membayar pungutan liar seragam sekolah yang mencapai Rp 1,1 juta per anak.

Menanggapi itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Tangerang Selatan memanggil Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri Ciledug Barat, Pamulang, Ira Hoeriah, terkait dugaan pungutan liar (pungli) pembelian seragam sekolah.

Pemeriksaan dilakukan untuk mengklarifikasi dugaan pungutan liar seragam sekolah sebesar Rp 1,1 juta per siswa yang ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah.

"Kami sudah memanggil dan memeriksa kepala sekolah terkait dugaan pungutan," ujar Kepala Bidang Pembinaan SD Dindikbud Tangsel, Didin Sihabudin, Serpong, Tangsel, dikutip Minggu (20/7/2025).

Baca juga: Pungli Rekrutmen PPSU DKI Patok Puluhan Juta, Rano Karno: Harus Diberantas!

Dalam pemeriksaan tersebut, kepala sekolah mengakui bahwa dirinya mencantumkan nomor rekening pribadi sebagai tempat pembayaran seragam. 

Menurut Didin, kepala sekolah berdalih tujuannya untuk memfasilitasi orang tua murid yang ingin mencicil pembayaran.

Namun demikian, Didin menegaskan bahwa prosedur tersebut tetap tidak dibenarkan.

"Mungkin niat awalnya untuk menyicil, tapi apapun alasannya, tidak boleh menggunakan rekening pribadi untuk pembayaran seragam," jelasnya.

Didin juga memastikan bahwa hingga saat ini belum ada orang tua siswa yang melakukan pembayaran ke rekening pribadi tersebut.

"Alhamdulillah, selama pemeriksaan berlangsung, belum ada pembayaran dari orang tua kepada kepala sekolah itu," tambahnya.

Hasil pemeriksaan ini, kata Didin, akan dilaporkan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel untuk menentukan sanksi yang akan diberikan.

"Kalau soal sanksi, kami serahkan ke pimpinan, tapi yang jelas, tindakan ini sudah memberikan dampak dan jadi perhatian," ujarnya.

Manfaat Chromebook warisan Nadiem

Laptop Chromebook yang disalurkan oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) era Nadiem Makarim, sedang jadi bahan perbincangan.

Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyidik kasus korupsi pada pengadaan jutaan laptop yang dibagikan ke sekolah di berbagai daerah.

Program yang resminya bernama Digitalisasi Pendidikan 2019-2023 ini memborong 1,2 juta unit Chromebook yang nilai keseluruhannya mencapai Rp 9,8 triliun.

Banyak sekolah di Indonesia yang mendapatkan Chromebook.

Salah satu sekolah yang juga kebagian Chromebook adalah SMP Terpadu Bina Bangsa, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Sekolah yang beralamat di Desa Ketanen, Kecamatan Trangkil, Pati ini mendapatkan bantuan 15 Chromebook pada tahun 2022.

Kepala SMP Terpadu Bina Bangsa, Panji Subrana menuturkan, belasan Chromebook bantuan tersebut masih digunakan hingga saat ini.

Ia menuturkan, gawai tersebut sangat berguna bagi guru dan murid.

"Sangat efektif, berguna bagi guru dan anak-anak, sampai sekarang masih menunjang kegiatan belajar-mengajar," ujarnya, Kamis (17/7/2025).

Ia juga menuturkan bahwa sekolahnya memiliki laboratorium Chromebook.

"Kami bahkan punya Laboratorium Chromebook, satu ruangan berisi 15 Chromebook,” jelas Panji kepada Tribunjateng.com.

Jumlah tersebut dianggap masih kurang. Bahkan, jumlah tersebut tak cukup untuk pembelajaran satu kelas.

Panji menuturkan, untuk memakainya, satu kelas harus dibagi tiga sesi.

“Misalnya siswa kelas 7 ada 43 anak, sedangkan Chromebook yang tersedia hanya 15. Terpaksa kami harus bagi tiga sesi,” tutur Panji.

Sebagai informasi, Chromebook merupakan perangkat komputer/laptop yang sama dengan yang laptop pada umumnya.

Perbedaannya hanya pada sistem operasi yang digunakan, yaitu Chrome OS.

SMP di Surabaya Dapat Komputer

Berbeda dengan SMP Bina Bangsa Pati, SMPN 62 Surabaya, Jawa Timur tidak mendapatkan Chromebook meski telah melakukan pengajuan.

Koordinator Sarana dan Prasarana SMPN 62 Surabaya, Sadi Harteddy menuturkan, pihak sekolah sudah beberapa kali mengajukan permohonan bantuan Chromebook.

Terlebih, Chromebook tersebut akan digunakan untuk keperluan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).

"Kami mengajukan bantuan Chromebook untuk pelaksanaan ANBK, karena saat itu kami benar-benar belum punya perangkat memadai," ujarnya, dikutip dari TribunJatim.com.

Tidak mendapatkan Chromebook, SMPN 62 Surabaya justru mendapatkan bantuan komputer.

Komputer-komputer tersebut masih digunakan hingga saat ini.

"Tapi kami menerimanya komputer ini dan masih digunakan sampai sekarang," terang pria yang akrab disapa Teddy.

Bantuan komputer datang 30 unit pada tahun 2022 dan 40 unit satu tahun kemudian.

Saat ini Kejagung RI tengah menelusuri kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Chromebook.

Direktur Penyidikan (Dirdik) JAM Pidsus Abdul Qohar menyatakan, negara alami kerugian Rp1,98 triliun dalam kasus ini.

Dari penyelidikan, ada empat orang yang telah ditetapkan jadi tersangka.

Keempatnya yakni:

- Juris Tan, Staf Khusus Mendikbudristek Bidan Pemerintaahan era Nadiem Makarim

- Mulyatsyah, Direktur SMP Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah

- Ibrahim Arief, Konsultan Teknologi di Kemdikbudristek

- Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021

(Sumber : Wartakotalive.com, Ikhwana Mutuah Mico/m30/TribunJateng)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp