"Kami masih terus mengembangkan lagi terkait produksi rumahan narkotika jenis tembakau gorila," jelasnya.
Adapun peredaran barang haram tersebut dilakukan dengan sistem “tempel” setelah pemesanan melalui media sosial Instagram. Pembeli akan menerima titik lokasi penempatan barang melalui layanan maps.
"Transaksinya via medsos, lalu penjual mengirimkan titik lokasi barangnya itu untuk diambil pembeli," katanya.
Sementara itu, hasil keterangan motif pelaku produksi dan menjual tembakau gorila ini lantaran faktor ekonomi. Selain itu, pelaku mengaku belajar memproduksi secara otodidak.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait produksi, impor, dan penyaluran tembakau gorila, dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda maksimal hingga Rp10 miliar.
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.