Kerusuhan di Nepal
Demo Gen-Z Nepal Ricuh, Bank dan Supermarket Dijarah, Puluhan Orang Ditangkap
Demo Gen-Z Nepal berujung ricuh. Bank, toko, dan hotel dijarah, 26 orang ditangkap. Warga khawatir situasi makin tak terkendali.
TRIBUNBEKASI.COM, NEPAL – Gelombang unjuk rasa besar-besaran di Nepal yang dipelopori generasi muda atau Gen-Z semakin memanas.
Tak hanya membuat Perdana Menteri KP Sharma Oli lengser pada Selasa (9/9/2025), aksi itu juga berujung pada penjarahan massal di berbagai titik kota Kathmandu dan Bhaktapur.
Sejumlah toko, bank, hingga hotel menjadi sasaran kelompok yang memanfaatkan situasi kacau.
Salah satunya cabang Bank Rastriya Banijya di kawasan bisnis New Baneshwor.
Seorang pegawai bank menegaskan, para pelaku penjarahan itu bukan bagian dari massa demonstrasi.
“Orang-orang yang terlibat dalam penjarahan itu bukan bagian dari gerakan pemuda, mereka hanya memanfaatkan kerusuhan,” ujarnya, dikutip dari Khabarhub.
Selain bank, penjarahan juga menyasar Supermarket Bhatbhateni di Bhaktapur, Hotel Hyatt, serta kawasan Bouddha.
Barang-barang elektronik, makanan, minuman, hingga perabotan ikut digasak.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan kelompok orang masuk ke supermarket lalu keluar membawa barang belanjaan tanpa ada yang menghentikan.
“Awalnya hanya teriakan demonstran, tapi kemudian saya melihat orang-orang berlari membawa keluar barang dari toko. Tidak ada polisi di sana saat itu,” kata seorang warga Bhaktapur.
Puluhan Orang Ditangkap
Tentara Nepal mengonfirmasi sudah menangkap 26 orang yang diduga terlibat penjarahan dan vandalisme di Kathmandu serta Bhaktapur.
Lima di antaranya dituduh merampok Bank Rastriya Banijya.
Dalam pernyataannya, Tentara Nepal menegaskan kelompok kriminal telah membajak gerakan damai dengan melakukan penjarahan, pembakaran, dan aksi anarkis lain.
Kini, pasukan militer berjaga di lokasi-lokasi rawan dan menggelar patroli malam untuk mencegah kejadian serupa.
Insiden penjarahan ini menambah ketegangan di tengah protes yang sudah menewaskan lebih dari 20 orang dan melukai lebih dari 500 lainnya.
“Jika perbuatan melawan hukum seperti ini dibiarkan, keadaan bisa makin tak terkendali,” kata seorang warga Kathmandu yang menyaksikan kejadian di Baneshwor.
Para pengamat menilai, aksi penjarahan bisa menurunkan simpati publik terhadap gerakan protes.
Gerakan yang awalnya menolak larangan media sosial kini bergeser jadi kesempatan kelompok kriminal mencari keuntungan.
Akar Demo Gen-Z
Aksi protes di Nepal bermula dari kebijakan pemerintah melarang sejumlah aplikasi pesan dan media sosial pada awal September.
Larangan itu memicu amarah mahasiswa dan aktivis muda.
Kemarahan memuncak setelah bentrokan dengan polisi menewaskan puluhan orang.
Sejumlah gedung pemerintahan di kompleks Singha Durbar dibakar, termasuk Mahkamah Agung dan parlemen.
Rumah politisi pun tak luput dari amuk massa. Rumah mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal terbakar dan istrinya, Rajyalaxmi Chitrakar, tewas terjebak di dalamnya.
Meski pemimpin organisasi nirlaba Hami Nepal, Sudan Gurung, berulang kali menyerukan agar demonstran menjaga aksi damai, kerusuhan tetap meluas.
Serukan Perdamaian
Gelombang kekerasan di Nepal menuai keprihatinan internasional.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan semua pihak menahan diri dan membuka dialog damai.
Perdana Menteri India Narendra Modi juga angkat suara.
“Kekerasan di Nepal sangat memilukan. Saya berduka karena begitu banyak anak muda kehilangan nyawa,” tulis Modi di media sosial X.
“Stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan Nepal sangat penting bagi kami,” tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.