Berita Nasional
Mengenal Peer Support Buddy, Gerakan Pelajar untuk Lawan Bunuh Diri dan Bullying
Peer Support Buddy hadir di Malang, melibatkan 170 pelajar untuk cegah bunuh diri, bullying, dan peduli kesehatan mental di sekolah.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Mohamad Yusuf
TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI – Di balik keceriaan pelajar berseragam putih abu-abu, ada cerita lain yang jarang terlihat.
Tekanan belajar, perundungan, hingga masalah keluarga kerap membuat sebagian remaja terjebak dalam kesepian yang berujung pada pikiran untuk mengakhiri hidup.
Fakta ini bukan sekadar isapan jempol. Data Polri mencatat, kasus bunuh diri di Indonesia melonjak dari 826 kasus pada 2022 menjadi 1.350 kasus pada 2023.
Di Malang, Jawa Timur, angka ini bahkan menjadi alarm keras: sepanjang 2023, Polresta Malang Kota mencatat 25 kasus, sementara di Kabupaten Malang naik drastis 52 persen dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Resmi, Bahlil Lahadalia Jadi Ketua Dewan Pembina Pemuda Masjid Dunia, Tokoh Dunia Ikut Gabung
Baca juga: Kasus Keracunan MBG, Ahli WHO Ungkap Dua Bakteri Berbahaya dari Daging dan Nasi
Baca juga: Heboh Kepala Sekolah di Pandeglang Karaoke Bareng Guru Sambil Berpelukan
Melihat situasi ini, Yayasan Mahargijono Schützenberger Indonesia (YMSI) melalui program Indonesia Sehat Jiwa menghadirkan sebuah terobosan.
Pada Jumat (26/9/2025), mereka meresmikan pembentukan komunitas Peer Support Buddy.
Sebanyak 170 siswa dari berbagai sekolah di Malang resmi dilantik sebagai anggota. Mereka bukan sekadar pelajar biasa, melainkan calon “penjaga” teman sebaya yang siap mendengar, mendampingi, dan menyelamatkan.
“Angka bunuh diri di kalangan pelajar di Malang adalah alarm bagi kita semua. Melalui Peer Support Buddy, kami ingin memberdayakan pelajar itu sendiri menjadi garda terdepan,” kata Sofia Ambarini, Ketua Indonesia Sehat Jiwa.
Menurutnya, teman sebaya sering kali menjadi pihak pertama yang dipercaya ketika seseorang menghadapi tekanan. Karena itu, peran pelajar sangat penting.
Keterampilan Khusus
Para anggota Peer Support Buddy mendapat pelatihan langsung dari psikolog, psikiater, hingga relawan profesional.
Mereka dilatih mengenali tanda-tanda awal depresi, perundungan, hingga indikasi bunuh diri. Selain itu, para pelajar ini juga diajarkan cara memberikan pertolongan pertama emosional dan merujuk teman yang membutuhkan ke layanan kesehatan mental.
“Pelajar harus tahu bahwa mereka tidak sendiri. Selalu ada bantuan, selalu ada teman yang peduli,” ujar Sofia.
Gerakan ini memiliki tiga fokus utama:
- Pencegahan Bunuh Diri
Melatih siswa mengenali sinyal bahaya, seperti perubahan perilaku ekstrem atau ungkapan ide bunuh diri. - Anti-Bullying
Menciptakan ruang sekolah yang aman, positif, dan bebas perundungan. - Edukasi Kesehatan Mental
Menggelar seminar, diskusi, hingga kampanye kreatif untuk menumbuhkan empati dan mengurangi stigma. - Menuju Gerakan Nasional
Peluncuran komunitas ini hanyalah langkah awal. YMSI menargetkan terbentuknya jaringan dukungan sebaya di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
“Sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat harus ikut serta. Kita bisa membangun generasi pelajar yang sehat jiwa dan saling menjaga,” pungkas Sofia.
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp
Resmi, Bahlil Lahadalia Jadi Ketua Dewan Pembina Pemuda Masjid Dunia, Tokoh Dunia Ikut Gabung |
![]() |
---|
Menkeu Purbaya Pastikan Cukai Rokok 2026 Tak Naik, DPR: Lindungi Buruh dan Petani |
![]() |
---|
Rieke Diah Pitaloka Ungkap 39 Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan Komisaris BUMN di Era Prabowo |
![]() |
---|
Jokowi Arahkan Relawan Dukung Prabowo-Gibran, Pengamat: Demi Gibran Tetap Jadi Wapres 2029 |
![]() |
---|
Eks Ketua AJI Sebut Jokowi Kehilangan Sensitivitas, Malah Dorong Prabowo-Gibran Dua Periode |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.