Berita Nasional
Permintaan Atribut Partai Melesu, Pengusaha Sablon Salahkan Politik Uang
Pengusaha sablon mengeluhkan praktik politik uang, karena berdampak pada penurunan permintaan atribut partai saat pemilu.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Valentino Verry
TribunBekasi.com, Jakarta - Pengusaha atribut partai, Effendi Koto, menjadi korban dari sistem politik uang yang semakin menjamur dalam pesta demokrasi Indonesia.
Omsetnya turun hingga 70 persen karena politik uang.
Baca juga: Sebanyak 120 Lokasi di Kabupaten Bekasi Rawan Banjir, Pj Bupati: Siapkan Penanganan Skala Prioritas
Pemilik CV Harapan Perdana di Pasar Senen, Jakarta Pusat itu mengatakan usahanya naik daun saat pascareformasi.
Saat itu, Indonesia kerap mengadakan pesta rakyat baik itu Pemilu atau Pilkada serentak.
Massa keemasan usaha Effendi berlangsung dari tahun 2006 hingga 2009.
Saat itu ada 48 partai yang tercatat ikut kontestasi.
Baca juga: YouTuber Muhammad Kece Ditangkap, Ini Seruan PP Muhammadiyah untuk Masyarakat
Namun, saat Pemilu dan Pilkada kerap berlangsung, justru politik uang semakin merajalela.
Dampaknya, Effendi menjadi sulit menawarkan percetakan atribut partai yang dijualnya.
"Metode Caleg mulai berubah. Dulu orang itu terfokus pada atribut, sekarang orang fokusnya ke serangan fajar, jadi calon-calon politik anggap lebih baik kasih uang ketimbang atribut," ujar Effendi ditemui di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (26/8/2021).
Kata Effendi, di tahun 2014 ia mulai kehilangan 50 persen pelanggannya. Kondisi itu semakin parah di tahun 2019.
Baca juga: Duet Via Vallen dan Dewi Perssik di Ini Dangdut, Mampu Tarik 10 Ribu Penonton
Di tahun Pilpres dan Pemilu serentak itu, Effendi bahkan kehilangan 70 persen pelanggannya.
Pada Pilkada serentak tahun 2020 kondisinya lebih parah lagi. Effendi kehilangan 80 persen pelanggannya.
Kondisi pandemi membuat peserta Pilkada tak lagi memesan atribut partai karena pelarangan berkumpul dan berkerumun.