Rokok Jadi Penyumbang Terbesar Kedua Kemiskinan di Indonesia, Ini Kata Ekonom Senior UI Faisal Basri

Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri sebut rokok jadi penyumbang terbesar kedua pada garis kemiskinan di Indonesia.

Editor: Panji Baskhara
shutterstock via Kompas.com
Foto Ilustrasi: Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri sebut rokok jadi penyumbang terbesar kedua pada garis kemiskinan di Indonesia. 

TRIBUNBEKASI.COM - Kini, rokok menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia.

Bahkan, rokok penyumbang terbesar kedua kemiskinan di Indonesia, benarkah demikian?

Ya, hal itu dibenarkan langsung oleh Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri.

Ia membenarkan rokok jadi penyumbang terbesar kedua pada garis kemiskinan di Indonesia.

Baca juga: Karyawan Bobol Brankas dan Ambil Ratusan Rokok di Minimarket Tempat Kerjanya, Ini Alasannya

Baca juga: Pedagang Ritel Resah atas Rencana Kenaikkan Cukai Rokok pada 2022, karena Daya Beli Menurun

Baca juga: Ini Cara Pemerintah Hilangkan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia di Akhir Tahun 2024 Menurut Maruf Amin

“Pengeluaran terbesar di kota maupun desa adalah untuk rokok kretek filter. Jadi di desa itu ada datanya"

"12 persen di kota itu garis kemiskinan ditentukan rokok setelah beras. Kalau di desa ini 10 persen."

"Orang miskin itu sering kali berhalusinasi lewat rokok, sehingga mitos ini juga yang harus diselesaikan,” ujar Faisal dalam diskusi virtual bersama AJI, Kamis (2/9/2021).

Faisal mengatakan, masyarakat kebanyakan lebih mementingkan untuk membeli rokok ketimbang membeli bahan pokok makanan sehari-hari.

Seperti telur, ayam ras, dan makanan pokok penunjang lainnya.

Selain itu, rokok juga seringkali dinilai menjadi kebutuhan yang sangat penting.

Sehingga penyelesaian rokok harus diselesaikan oleh pemerintah, utamanya Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan on-Governmental Organization atau NGO.

Sehingga dapat mengedukasi masyarakat bahwa betapa rokok dapat menyebabkan kemiskinan.

“Kebijakan cukai untuk pengendalian ini kan dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Namun ini tidak bisa semata-mata menjadi acuan untuk pengendalian konsumsi rokok,” katanya.

HPTL sebagai Solusi Atasi Ketergantungan Nikotin

Produk tembakau alternatif atau hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dapat menjadi upaya komplementer dalam menekan prevalensi perokok dan bahaya akibat rokok di Indonesia.

Untuk itu, perlu dilakukan lebih banyak penelitian terkait produk hasil inovasi tersebut.

Mantan Direktur Kerja Sama dan Koordinasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu sebut ada sejumlah faktor menjadi tantangan dalam penanggulangan epidemi merokok di Indonesia, seperti faktor sosiologi, perilaku, dan psikologi masyarakat.

Saat ini, akses terhadap rokok sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, namun akses terhadap produk tembakau alternatif malah masih sulit untuk dijangkau.

“Di Indonesia, merokok sudah dianggap sebagai bagian dari gaya hidup,” kata Tikki dalam diskusi online bertajuk Adiksi Nikotin: Pandangan Regulasi dan Tata Laksana Praktis belum lama ini.

Tikki melanjutkan, diperlukan strategi khusus untuk menangani epidemi merokok yang sudah membudaya di Indonesia.

Salah satunya adalah dengan memanfaatkan dan mendukung penggunaan produk HPTL, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan snus.

Pemanfaatan produk HPTL sudah dilakukan oleh sejumlah negara maju, di antaranya adalah Jepang, Inggris, Selandia Baru, hingga negara-negara anggota Uni Eropa.

Hasilnya ialah penurunan jumlah perokok di negara-negara tersebut.

“Ada beberapa negara yang 100 persen menyokong inovasi baru ini, seperti di Inggris, Selandia Baru, dan Jepang.

Di Inggris misalnya, rokok elektrik digunakan sebagai salah satu upaya untuk mendorong perokok berhenti dari kebiasaannya.

Upaya tersebut juga dipromosikan secara aktif oleh pemerintahnya,” terang Tikki.

Menurut Tikki, Public Health England, lembaga eksekutif departemen kesehatan Inggris, mencatat bahwa terdapat banyak perokok yang bisa berhenti merokok setelah beralih ke produk HPTL.

Artinya, penggunaan maupun penelitian mengenai produk tembakau alternatif sangat didukung oleh pemerintah Inggris.

Hal serupa juga terlihat di sejumlah negara maju lainnya.

Selain itu, berdasarkan hasil kajian ilmiah, produk HPTL telah terbukti memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Imran Agus Nurali, mengatakan konseling kesehatan dapat dikedepankan untuk mendorong perokok dewasa berhenti merokok secara langsung.

“Kita juga melayani kampanye dan klinik berhenti merokok. Mudah-mudahan ini bisa membantu untuk masyarakat yang ingin berhenti,” ujarnya.

Senada dengan Imran, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Tribowo Tuahta Ginting, menjelaskan untuk berhenti merokok bisa dilakukan secara langsung maupun dengan mengurangi konsumsinya secara bertahap.

“70 persen perokok mengatakan ingin berhenti merokok, tetapi hanya 7,9 persen yang dapat melakukannya tanpa bantuan,” katanya.

Oleh karena itu perlu adanya bantuan bagi perokok dewasa melalui konseling.

Tribowo melanjutkan bahwa konseling bisa dilakukan di mana saja, misalnya sekolah.

“Sebenarnya kita sudah mengembangkan modul untuk melakukan konseling ke guru dan nakes. Tetapi, memang modulnya akan berbeda untuk satu dan yang lain,” katanya.

Adapun alternatif lainnya bisa dengan menggunakan alternatif pengganti nikotin, seperti dalam bentuk permen karet maupun koyo nikotin.

Lalu untuk pendampingnya menggunakan obat varenicline.

Namun obat ini sudah tidak tersedia di Indonesia karena harganya cukup tinggi.

Tingkat efektivitasnya sebesar 80 persen.

Terkait produk HPTL, menurut Tribowo, perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk menilai efektivitas dan keamanannya.

“Kita sejauh ini masih melihat banyak aspek, tidak hanya melihat kadar nikotinnya atau bagaimana cara pemberiannya, tapi juga melihat aspek lain yang ada dalam produk tersebut,” ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Faisal Basri: Rokok Jadi Penyumbang Terbesar Kedua Kemiskinan di Indonesia" dan "HPTL sebagai Solusi Atasi Ketergantungan Nikotin"

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved