Berita Edukasi
Dorong Percepatan Transformasi, Konsorsium iHiLead Gelar Pelatihan Pimpinan Perguruan Tinggi
Salah satu penyebab tingginya TPT dari perguruan tinggi adalah kualitas lulusan yang kurang sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
TRIBUNBEKASI.COM — Indonesia memiliki 4.670 lembaga pendidikan tinggi baik dalam bentuk universitas, sekolah tinggi, akademi, politeknik hingga sekolah komunitas. Seluruh lembaga pendidikan tinggi tersebut memiliki lebih dari 8 juta mahasiswa.
Di sisi lain, kualitas lulusan pendidikan tinggi masih harus ditingkatkan. Ini karena masih banyaknya lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mencari kerja dan bahkan menjadi pengangguran.
Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada Februari 2021 jumlah angkatan kerja mencapai 139,81 juta.
Lalu, dari seluruh angkatan kerja, jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebanyak 8,75 juta. Dari seluruh TPT, yang merupakan lulusan universitas mencapai 5,98 persen dan lulusan Diploma I/II/III adalah 5,87 persen.
Salah satu penyebab tingginya TPT dari perguruan tinggi adalah kualitas lulusan yang kurang sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dikti Ristek) Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., IPU, Asean Eng., masih banyak perguruan tinggi di Indonesia yang menerapkan sistem pendidikan berbasis Industry 3.0. Ini sudah ketinggalan.
Untuk itu Prof Nizam meminta perguruan-perguruan tinggi di Indonesia agar berani merombak sistem pendidikannya dari Industry 3.0 ke Industry 4.0.
“Saat ini perubahan tidak lagi terjadi secara linier, tetapi sudah semakin kompleks. Untuk itu perguruan-perguruan tinggi di Indonesia harus mulai meninggalkan kompetensi-kompetensi lama yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Perguruan tinggi di Indonesia harus semakin adaptif dan berani mendisrupsi dirinya sendiri,” tegas Prof. Nizam.
Sementara itu, Dr. Ir. Paristiyanti Nurwandani, MP, Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, menegaskan bahwa guna meningkatkan kualitas lulusan, kerja sama antarperguruan tinggi menjadi sangat penting.
Program ini dilakukan secara hybrid. Sebagian peserta dan narasumber hadir secara luring (offline) di President Executive Club, Kota Jababeka, Cikarang, dengan menerapkan prosedur kesehatan yang ketat.
Sebagian peserta lainnya mengikutinya secara daring (online). Ajang pelatihan ini melibatkan sejumlah pimpinan dari berbagai perguruan tinggi, mencakup rektor, wakil rektor, dekan dan kepala program studi, pimpinan akademik lainnya, kalangan manajemen senior, termasuk para pimpinan di bidang non akademik (tenaga kependidikan).
Mereka ini tergabung dalam konsorsium iHiLead (Indonesia Higher Education Leadership), yakni konsorsium yang beranggotakan tujuh perguruan tinggi Indonesia dan tiga perguruan tinggi Uni Eropa.
Tujuh perguruan tinggi Indonesia tersebut adalah President University dari Cikarang Bekasi, Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Islam Indonesia dari Yogyakarta, Universitas Brawijaya dan STIE Malangkucecwara dari Malang, Universitas Negeri Semarang dari Semarang, serta Universitas Padjajaran dari Bandung.
Sementara, tiga perguruan tinggi asing adalah University of Gloucestershire dari United Kingdom, International School for Business and Social Studies (ISBSS) dari Slovenia, dan University of Granada dari Spanyol.
Konsorsium iHiLead dipimpin oleh David Dawson, PhD, FCIPD, SHEA, Director Master of Arts Higher Education Leadership and Management dari University of Gloucestershire.