Diduga Jadi Korban Proyek Apartemen Fiktif, Koperasi Maskapai Pesawat Ternama Ini Gugat Pengembang

Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi) gugat PT S yang diduga melakukan proyek apartemen fiktif.

Editor: Panji Baskhara
UNSPLASH/Artturi Jalli via Kompas.com
Ilustrasi: Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi) gugat PT S yang diduga melakukan proyek apartemen fiktif. 

TRIBUNBEKASI.COM - PT S digugat Rp 24 miliar oleh Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi).

Penggugat meminta uang ganti rugi Rp 24 miliar karena merasa dirugikan terhadap proyek apartemen.

Disebut-sebut, proyek apartemen SHT yang berlokasi di kawasan Tangerang tersebut diduga kuat fiktif.

Kasus wan prestasi tersebut pun berlanjut ke meja hijau, dimana menuntut pihak pengembang tersebut.

Pihak pengembang dituntut agar segera mengembalikan semua yang yang disetorkan seorang anggota koperasi maskapai pesawat ternama tersebut.

Dinilai, PT S tak mampu menyediakan hunian apartemen untuk seorang anggota koperasi yang bekerja di Bandara Soekarno Hatta (Soetta).

Dampaknya, pihak PT S itu digugat di Pengadilan Negeri Tangerang melalui gugatan perdata wan prestasi dengan nomor 948/Pdt.G/2021/PN.Tng.

Dalam perkara nomor 948/Pdt.G/2021/PN.Tng, sidang dengan agenda kesimpulan dipimpin Majelis Hakim Agung Suhendro, SH dibantu Hakim Anggota, Bestman Simarmata, dan Edy Toto Purba.

Sidang tersebut digelar pada Rabu (16/2/2022).

Kuasa Hukum Koapgi, Odie Hudiyanto menjelaskan peristiwa ini bermula pada November 2017, PT S akui sebagai developer yang akan bangun 600 unit kamar rumah susun atau apartemen SHT.

"PT S mengajak untuk bantu pemasaran apartemen tersebut kepada anggota koperasi yakni karyawan di sebuah maskapai penerbangan."

"PT S mengaku memiliki dana yang yang cukup untuk membangun apartemen, jamin legalitas tanah dan bangunan telah lengkap serta bebas dari sitaan, sengketa dari dan dengan pihak lain," kata Odie dalam siaran persnya, Kamis (17/2/2022).

Odie mengungkap, untuk meyakinkan calon pembeli, PT S membuat perjanjian kerja sama dengan bank tertanggal 12 Juni 2017.

Kerja sama itu untuk pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dengan Surat Keterangan Notaris pada tanggal 26 September 2017.

Adanya aspek legalitas tersebut, PT S berhasil menggaet ratusan awak pesawat maskapai ternama di Indonesia itu untuk memesan dan membeli apartemen SHT.

Walaupun saat itu belum ada pembangunan unit.

Sejumlah anggota koperasi itu pun lantas menyetorkan uang muka atau DP untuk memiliki unit apartemen dengan harga murah itu tetapi hunian tak kunjung dibangun.

“Ketika anggota koperasi sudah melakukan pembayaran uang muka dan membayar cicilan, tapi secara tiba-tiba PT S memberitahukan kepada para pemesan jika pihaknya belum mendapatkan dana dari bank."

"Alhasil, fasilitas kredit pemilikan apartemen (KPA) nihil sehingga apartemen SHT tak dapat dibangun,” tutur Odie.

Akibatnya, para pemesan meminta pertanggung jawaban kepada PT S untuk kembalikan uang yang sudah disetor.

Hingga akhirnya, PT S minta keringanan untuk memberikan pinjaman dengan cara melunasi 84 unit apartemen yang sudah dipesan, agar pesanan tidak hangus.

Jika 84 unit dilunasi, PT S menyebut pihak bank dipastikan memberikan fasilitas kredit pemilikan apartemen (KPA).

PT S menjamin dan memastikan jika dana pinjaman segera dikembalikan setelah ada pencairan KPA dari bank.

“Demi menyelamatkan kepentingan anggota koperasi maskapai sejak Desember 2017-Juni 2018 memberikan uang pinjaman kepada PT S melalui transfer,” beber Odie.

Meski bantuan keringanan telah diberikan, PT S tidak juga melakukan pembangunan apartemen SHT.

Belakangan baru diketahui apabila lahan pembangunan apartemen belum dibayar oleh PT S ke AGS selaku pemilik tanah.

Hal ini diketahui melalui keterangan notaris yang mengaku jika proses jual beli dua bidang tanah antara PT S dengan pihak penjual (AGS) untuk SHM Nomor 477 dan SHM Nomor 478 telah dibatalkan.

“Atas hal iru maka kami minta ke PT S untuk segera kembalikan uang pinjaman sebesar Rp 24.780.183.488 (dua puluh empat miliar tujuh ratus delapan puluh juta seratus delapan puluh tiga ribu empat ratus delapan puluh delapan juta rupiah) karena apartemen SHT hanya merupakan proyek bodong,” pungkas Odie.

Kasus penipuan PT S sebelumnya sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menetapkan Dirut PT S, HS, sebagai tersangka atas laporan RBS dengan Laporan Polisi Nomor: LP/5141/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 20 Agustus 2019 .

Namun, pada 20 Juli 2020 terbit Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) berdasarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/2028/VII/2020/Ditreskrimum menyatakan perkara itu bukan merupakan tindak pidana.

Kecewa dengan SP3 itu, Ketua Koapgi Barkah Sukandi langsung mengadu ke Ombudsman pada 22 Desember 2021 lalu.

Di sidang Pleno Ombudsman pada 24 Januari 2022 diputuskan, jika perkara penipuan pembangunan apartemen SHT oleh PT S mesti dilanjutkan dan kasus itu berlanjut hingga tahap persidangan di PN Tangerang.

(TribunBekasi.com/BAS)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved