Berita Karawang
Kartu BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual-Beli Tanah, Anggota DPR Saan Mustopa: Malah Tambah Ruwet
Disebutnya, semangat agar BPJS Kesehatan ini dapat maksimal mengcover terkait kesehatan sangat baik. Akan tetapi, kebijakan ini harus dikaji kembali.
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG ---- Wakil Ketua Komisi II DPR-RI H. Saan Mustopa memandang kebijakan kartu BPJS Kesehatan bakal dijadikan syarat jual beli tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah justru malah menambah ruwet birokrasi lantaran bertambahnya persyaratan.
Dia khawatir hal ini malah mengganggu sisi pelayanan BPN (Badan Pertanahan Nasional) selaku leading sektor bidang pertanahan. Sehingga malah masyarakat yang dirugikan.
Meski kewajiban ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Mungkin kan ada masalah di BPJS Kesehatan ya terkait manajemen anggaran dan sebagainya. Cuma ketika dikaitkan dengan BPN tentu ini akan mengganggu dari sisi pelayanan,” kata Saan, pada Kamis (24/2/2022).
Baca juga: BPN Karawang Lakukan Perubahan di 6 Area untuk Meraih Predikat Wilayah Bebas Korupsi pada 2022
Baca juga: Cegah Calo dan Pungli, BPN Karawang Imbau Masyarakat Urus Sertifikat Tanah Langsung ke Petugas Resmi
Politisi Partai NasDem itu menyebut, penerapan wajib kartu BPJS Kesehatan untuk kegiatan jual beli tanah itu tidak tepat dan kurang efektif.
“Mungkin kalau dari sektor lain semisal umroh harus ada kartu BPJS Kesehatan baru wajar kalau misalkan sakit,” terang dia.
Meskipun Inpres tersebut sudah dikeluarkan, Saan meminta agar pemerintah bisa mengkaji ulang.
BERITA VIDEO : BERANTAS MAFIA TANAH, MASSA GELAR DOA BERSAMA
Disebutnya, semangat agar BPJS Kesehatan ini dapat maksimal mengcover terkait kesehatan sangat baik. Akan tetapi, kebijakan ini harus dikaji kembali.
“Semangatnya sih sebenarnya agar BPJS ini bisa meng-cover maksimal terkait kesehatan, mereka membutuhkan orang terdaftar di BPJS semakin menyeluruh. Makanya, semua sektor dikaitkan dengan BPJS. Tapi engga tetap tidak tepat, pelan-pelan dilihat kembali ya," kata Saan.
Kedepan jika aturan itu tetap diberlakukan, Saan berpesan agar BPN bisa mensikapi ini lebih efisien.
“Inpres ini kan turunan UU (undang-undang) tinggal bagaimana nanti BPN bisa mensikapi ini. Tidak menyulitkan orang yang jual beli tanah tapi Inpres juga tetap jalan,” tandasnya.
Kaji ulang Kepmen Peta Lahan Sawah Dilindungi
Pemerintah telah menetapkan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di 8 provinsi, sebagai langkah untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional.
Kedelapan provinsi tersebut ialah Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Namun kebijakan tersebut dikritik oleh LSM Lodaya Karawang.
Menurut Ketua LSM Lodaya Karawang, Nace Permana, kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor1589/SK-HK.02.01/XII/2021, tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota, harus memperhatikan juga legalitas penggunaan ruang yang sudah memiliki ketetapan sebelum permen tersebut diterbitkan.
Bertentangan dengan Perda
"Keputusan menteri ini tentu sangat bertolak belakang dengan Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nomor 1 tahun 2018, dan juga bertentangan dengan Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang," ujar Nace pada Sabtu (19/2/2022).
Dia juga menilai keputusan menteri terkait LSD akan menimbulkan permasalahan bagi iklim investasi di Karawang.
Pasalnya banyak area sawah di Karawang secara hukum sudah memiliki penetapan perubahan fungsi, bahkan sudah memiliki izin.
"Kebijakan tersebut tentu harus juga memperhatikan legalitas penggunaan ruang yang sudah memiliki ketetapan sebelum Permen tersebut diterbitkan, karena akan berdampak kepada penggunaan dasar hukum untuk proses perizinan, dan hal tersebut akan mengganggu iklim investasi," katanya.
Tidak produktif
Lebih lanjut, Nace menyatakan bahwa banyak lahan sawah di Kabupaten Karawang yang ditetapkan sebagai lahan yang dilindungi itu sudah tidak lagi maksimal dalam produksinya. Pasalnya sawah tersebut bukan lagi berada di wilayah agraria.
"Misalnya sawah yang berada di Telukjambe, Ciampel, maupun wilayah lain yang tengah dilakukan pembangunan industri maupun perumahan," katanya
Terakhir Nace menegaskan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"Peraturan yang tertuang dalam keputusan menteri ini saya yakin tidak ada koordinasi dengan pemerintah daerah saat mengeluarkan kebijakan tersebut. Maka kami minta, aturan tersebut agar ditinjau kembali," tandasnya.