Wawancara Eksklusif
Kepala BPBD Jawa Barat, Dani Ramdan: Sesar Lembang Jadi Objek yang Terus Dipantau dan Diteliti
"Sesar atau patahan itu mungkin dalam bahasa awam diretakkan. Retaknya itu panjang sekali, kadang terlihat di permukaan,
Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Dedy
Sesar Lembang sendiri paling banyak risetnya, terutama dari ITB.
Riset yang paling mutakhir bahkan disebut bisa mencapai delapan magnitudo.
"Persoalannya, selain besar nanti bencananya, ditambah lagi ternyata area Bandung Raya ini, area yang berpotensi terjadi likuefaksi (fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa) juga. Karena tanah itu lengkung, bekas danau purba kan legendanya dulu. Secara geologinya seperti itu. Tanahnya bisa bergelombang saat terjadi gempa. Itulah memang yang menjadi kekhawatiran tapi kami menyebutnya kewaspadaan. Harus ada kesiapsiagaan menghadapi potensi itu," ucapnya.
Persiapan dilakukan tak lain mengingat gempa besar dalam historis keilmuwan, pernah terjadi 500 tahun yang lalu.
Dani menjelaskan, biasanya, ada teori kalau gempa pernah terjadi 500 tahun, maka siklusnya akan 500 tahun lebih.
"Lembang itu 500 tahun lalu. Persoalannya siklus gempa 500 tahunannya itu sudah genap pada masa kini," katanya.
Saat ini Sesar Lembang masuk ke fase pra-bencana.
Gempa akibat sesar ini yang dipersoalkan adalah gempanya, gempa yang bisa menimbulkan kerusakan.
"Gempa tidak ada pencegahannya jadi kami hanya bisa menyiapkan diri. Persiapannya apa? Pertama melalui edukasi atau sosialisasi. Gempa itu, yang paling penting adalah bangunan harus tahan gempa, supaya selamat. Ini yang tengah kami support untuk bangunan pemerintah seperti kompleks agar terawasi seperti izin mendirikan bangunan. Apalagi rumah penduduk tanpa IMB kadang-kadang tidak tahan gempa,"
Selanjutnya, pihaknya memasang papan informasi sepanjang Sesar Lembang untuk mengingatkan masyarakat terutama kajian risiko bencana dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan RT/RW misalnya tata bangunan itu sebagai dasar perizinan untuk IMB.
Upaya lainnya adalah melatih warga lewat simulasi gempa secara rutin.
Adapun dampak jika gempa sesar terjadi diyakini tak jauh berbeda dengan bencana besar lainnya.
"Ya jelas namanya bencana alam ini tergantung skalanya untuk kerugian. Kalau gempa, getarannya itu yang menyebabkan rusaknya bangunan, pohon, menara-menara, maupun bangunan tinggi lainnya yang bisa menimpa manusia. Korbannya akhirnya ke manusia. Dalam berbagai kejadian gempa besar di Tanah Air, kami sudah lihat kerugiannya, bisa sangat besar. Ratusan atau ribuan rumah hancur, jembatan putus, jaringan listrik, migas terkendala, telekomunikasi mati. Itu kondisi terburuk yang bisa dialami. Apalagi Sesar Lembang itu sedemikian padat bangunannya, manusianya juga banyak. Artinya kerentanannya tinggi apabila terjadi bencana besar, kerugiannya sangat besar," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya menyiapkan mitigasi bencana, menyiapkan rencana kontingensi. Artinya, ketika terjadi gempa besar di Bandung, instansi-instansi atau organisasi terkait kebencanaan sudah tahu peran dan fungsinya untuk dijalankan.
"Langkah apa dari awal hingga pemulihan. Itu sudah kami susun dalam buku atau dokumen rencana kontingensi Sesar Lembang. Itu jadi dasar kami untuk simulasi," tutupnya. (*)
(Sumber : Warta Kota/Rafsanzani Simanjorang/Raf)