Berita Bekasi

Regulasi BBM Solar Subsidi Merepotkan, Nelayan Muaragembong Bekasi Harus Urus Ijin ke Subang

SPBU penyedia solar bersubsidi terdekat berjarak 30 kilometer. Sedangkan pengurusan rekomendasi BBM subsidi itu malah harus ke Subang.

Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Ichwan Chasani
TribunBekasi.com/Rangga Baskoro
Ilustrasi, nelayan Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Para nelayan Muaragembong itu kesulitan mendapatkan BBM solar bersubdisi karena pengurusan administrasinya harus ke Subang, Jawa Barat. Sementara SPBU terdekat penyedia solar bersubsidi berjarak 30 kilometer dari pantai. 

TRIBUNBEKASI.COM, MUARAGEMBONG — Pemerintah dan BUMN pengelola Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diharapkan lebih peka terhadap kondisi terkait distribusi BBM bersubsidi yang menjadi hak bagi para nelayan. 

Faktanya, sejumlah nelayan Muaragembong, Kabupaten Bekasi kesulitan mendapatkan BBM solar bersubsidi karena mereka harus mengurus rekomendasi hingga ke Subang.

Bukan hanya itu, SPBU penyedia BBM solar bersubsidi pun lokasinya cukup jauh dari komunitas nelayan Muaragembong.

Sekretaris Desa Pantai Bahagia, Qurtubi menceritakan kesulitan 1.500 nelayan di wilayahnya yang dibatasi regulasi ketika membeli solar bersubsidi.

Sebab, hingga puluhan tahun, tak ada satu pun SPBU yang terdapat di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi.

Baca juga: Belum Terima Laporan Tukang Bubur Dibacok OTK, Polisi Cek Lokasi

Baca juga: Bakal Segera Limpahkan Tersangka Doni Salmanan, Bareskrim Sertakan 141 Barang Bukti

Baca juga: Kelompok Pakar Soroti Pemkab Karawang Tidak Punya Gedung Kesenian

Alhasil, para nelayan diharuskan membeli solar di SPBU Batujaya, Karawang.

"SPBU terdekat sebenarnya ada di Cabangbungin, dekat SMA. Sebenarnya deketan ke situ dari pada ke SPBU Batujaya. Tapi masalahnya enggak ada solar di sana. Adanya dexlite, mahal. Solar BBM ya di Karawang, sekitar 30 kilometer kalau mau ke sana," ungkap Qurtubi saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).

Selain jaraknya yang lumayan jauh, para nelayan harus mengantongi surat rekomendasi untuk pembelian solar yang mencapai ratusan liter dalam sekali pembelian.

Selama ini, para nelayan Muaragembong tersebut ternyata meminjam surat rekomendasi pertanian untuk bisa membeli solar bersubsidi.

Setelah pihak SPBU melakukan audit, ditemukan fakta bahwa jatah pembelian untuk bidang pertanian telah melebihi kapasitas.

Baca juga: Saipul Jamil Ogah Balikan Jika Dewi Perssik Menjanda Lagi, Apa Alasannya?

Baca juga: Tukang Bubur Jadi Korban Bacok OTK saat Berangkat Dagang di Bekasi

"Setelah dicek lagi, ditemukan bahwa ternyata banyak nelayan yang menggunakan surat rekomendasi punya pertanian. Jadi selama ini nelayan minjem surat itu ke teman-temannya yang masuk gapoktan, untuk beli solar bersubsidi di SPBU Batujaya. Serapan yang seharusnya jatuh ke tangan petani, malah jatuh ke tangan nelayan," tuturnya.

Padahal, jatah solar bersubsidi untuk para nelayan Muaragembong belum pernah dipergunakan sama sekali.

Namun demikian, para nelayan Muaragembong kesulitan untuk mengurus surat rekomendasi tersebut.

Pihaknya kemudian mengadakan rapat bersama perwakilan dari unsur BPH Migas, Pertamina, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi dan Provinsi, perwakilan nelayan dan unsur pemdes.

Berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, nelayan baru bisa mendapatkan surat rekomendasi setelah memenuhi syarat dan kewajiban yang sangat menyulitkan.

Baca juga: Perbanyak Amal, Puasa Dzulhijjah Bisa Digabungkan Niatnya dengan Puasa Senin Kamis

Baca juga: Hadir di PA Jaksel, Angga Wijaya Berharap Mediasi dengan Dewi Perssik Lancar

"Kenapa untuk pertanian lebih mudah mendapatkan solar bersubsidi, karena regulasinya mudah. Tapi untuk nelayan rekomendasinya bukan didapat dari pemdes dan UPTD Pertanian, tapi harus dari Syahbandar, Kepala Daerah dan Kepala Dinas terkait," kata Qurtubi.

Sebab, sepanjang garis pantai dari Tarumajaya, Kabupaten Bekasi hingga Cirebon kewenangan untuk mengurus rekomendasi merupakan kewenangan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban, yang kantornya berlokasi di Subang.

"Syahbandarnya cuma ada satu, yaitu Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban, kantornya di Subang, bagaimana nelayan mau ke sana? Kantornya saja di Subang. Sedangkan, aturannya adalah pengecer tidak boleh beli BBM bersubsidi berjumlah banyak, bisa ditangkap. Itu lah kesulitannya," ujarnya.

Sementara itu, seorang nelayan bernama Timan (43) menambahkan, terdapat syarat ketentuan lainnya yang harus dipenuhi oleh para nelayan selain izin dari Syahbandar.

"Ada dua kalau mau rekomendasi dari Kepala Syahbanar, pertama ada izin berlayar yang kedua setiap balik melaut, harus melaporkan lagi ke sana. Dan kapasitas angkut muatan ikannya pun juga ada batas maksimalnya," kata Timan.

Timan mengharapkan agar setidaknya regulasi yang menyulitkan tersebut bisa ditangkap sehingga meski nelayan harus membeli solar di Karawang, mereka tak melanggar regulasi pemerintah.

"Coba sekarang bagaimana? Sudah kita beli solar jauh, ngurus rekomendasinya juga lebih jauh. Sebenarnya kami tidak mau melanggar aturan, Tapi syarat-syarat itu sangat memberatkan kami para nelayan," ucapnya.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved