Berita Politik

Desak Mahkamah Konstitusi Koreksi Ulang Presidential Threshold, Fadli Zon: Kelihatannya agak Sulit

Fadli Zon minta Mahkamah Konstitusi koreksi ulang presidential threshold itu, demi capres dan cawapres yang ikut tidak hanya dua atau tiga pasangan.

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Panji Baskhara
Tribunnews.com/Herudin
Fadli Zon minta Mahkamah Konstitusi (MK) mengoreksi ulang presidential threshold demi capres dan cawapres yang ikut Pemilu 2024 tidak hanya dua atau tiga pasangan. Foto: Fadli Zon 

Selanjutnya digunakan sebagai acuan presidential threshold untul pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2009, 2014, 2019 dan pada tahun 2024 jika tidak ada perubahan.

Namun dalam perkembangannya, pasal tentang presidential threshold ini sering terjadi perdebatan di kalangan masyarakat.

Khususnya berkaitan dengan anggapan presidential threshold ini inkonstitusional dan diskriminasi, terhadap hak konstitusi setiap orang untuk menjadi presiden dan wakil presiden.

Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945, sehingga telah berulang-ulang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Perlu diingat bahwa, secara konstitusi pada pasal 6 UUD 1945 yang menyatakan bahwa syarat-syarat untuk jadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang'"

"dan pasal 6A ayat (2) 'Pasangan calon 'residen dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'." paparnya.

Dengan demikian UUD 1945 telah mengamanatkan untuk mengatur lebih lanjut terkait persyaratan jadi presiden, dan pengaturan presidential threshold yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017 Pasal 222, adalah konstitusional.

Sebab, merupakan penjabaran lebih lanjut terkait persyaratan untuk jadi presiden sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 tersebut.

Hadirnya UU No. 17 Tahun 2017 Pasal 222, jika dilihat dari sisi politik hukumnya, terdapat urgensi atau beberapa alasan mendalam terkait argumentasi kebijakan dilahirkannya pengaturan tentang ambang batas tersebut. Diantaranya:

1. Presidential threshold telah menjadi sebuah rangka bangun sistem ketatanegaraan dalam hal pemilu presiden dan wakil presiden di Indonesia dalam beberapa periode.

Sehingga jika Presidential threshold dihapuskan maka akan meruntuhkan rangka bangun sistem ketatanegaraan yang telah dibangun selama ini.

Artinya saat ini dengan adanya ambang batas 20 persen tersebut merupakan syarat pencalonan paslon presiden dan wakil presiden, harus diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik dan melarang pencalonan secara independen.

Jika ambang batas dihapuskan maka tidak menutup kemungkinan banyak pencalonan presiden jalur independen.

Sehingga semua sistem pemilu yang telah dibangun saat ini harus direkontruksi atau dibangun ulang, baik dari sisi peraturan tentang pemilu, dari sisi keamanan negara ketika pemilu dan lainnya.

Tentu menimbulkan banyak dampak negatif dari semua bidang kehidupan masyarakat, mulai dari sisi keamanan negara, ekonomi, sosial politik dan sebagainya.

Halaman
1234
Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved