Berita Kriminal
Ferdy Sambo Masuk Bui Jadi Bukti Presisi Tak Pernah Mati
Bukti Presisi tak pernah mati dengan cara Polri menjebloskan mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo yang terlibat kasus pembunuhan berencana.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Panji Baskhara
TribunBekasi.com - Polri adalah garda terdepan peraduan masyarakat yang mengalami masalah dan menjadi tempat perlindungan korban kejahatan.
Tak sedikit proses penyelidikan dan penyidikan, diselesaikan dengan baik tanpa pandang bulu pelakunya, dinilai jadi bukti Presisi tak pernah mati.
Dari kalangan artis, pejabat hingga rakyat biasa yang terjerat kasus, semua diproses secara hukum demi memberikan efek dan berkeadilan.
Tidak hanya di kasus narkoba saja, ketika ada pejabat utama termasuk dari tubuh Polri terbukti menjadi pelaku kriminalitas pasti akan disikat.
Baca juga: Dakwaan Ferdy Sambo, Kuat Maruf Sarankan Putri Candrawathi Laporkan Brigadir J Usai Insiden Magelang
Baca juga: Teriak Ferdy Sambo Saat Manggung di Synchronize Fest 2022, Ahmad Dhani: Dia Layak Dijadikan Monumen
Baca juga: Berkas Perkara dan Surat Dakwaan Belum Diterima Pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Kenapa?
Hal itu sesuai dengan moto Kapolri Jenderal Listyo Sigit yakni Presisi prediktif, responsibilitas, dan transparan berkeadilan.
Prediktif memiliki makna yaitu setiap anggota Polri harus bisa memprediksi situasi dan kondisi serta potensi gangguan Kamtibmas di wilayah tugasnya.
Responsibilitas itu diharapkan, agar anggota Polri merespon atau cepat tanggap di setiap kejadian, dan merespon laporan masyarakat.
Transparan berkadilan artinya polisi harus bersikap humanis kepada siapa pun, transparan dalam setiap tugasnya karena diawasi oleh masyarakat, serta adil tanpa pandang bulu memproses pelakunya.
Belakangan ini, kasus Ferdy Sambo jadi sorotan paska terlibat pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias J.
Dimana, kasus keji itu terjadi di rumah dinasnya sendiri, yakni di Kompleks Polri Duren Tiga, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Meski sempat diulur-ulur, Bareskrim Polri menunjukan kinerja terbaiknya dengan menetapkan Ferdy Sambo dan beberapa orang lainnya sebagai tersangka.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat selama dua bulan dan Mabes Polri tidak terburu-buru dalam penetapan tersangka.
Penyidik terus mendalami keterangan sejumlah saksi di lokasi, termasuk Bharada E yang lebih awal ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, akhirnya menetapkan mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu sebagai tersangka pembunuhan berencana.
Ferdy Sambo terbukti telah memberi perintah ke Bharada E dan diancam Pasal 338 KUHP Jo Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
"Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi, adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," jelas Listyo (9/10/2022) lalu.
Paska penetapan tersangka, masyarakat banyak memberikan apresiasi kepada Mabes Polri.
Apresiasi diberikan karena sudah bekerja dalam waktu dua Minggu untuk mengungkap kasus pembunuhan tersebut.
Salah satu masyarakat bernama Dimas sempat bingung dengan drama kematian Brigadir J karena ada beberapa versi.
Pertama kasus itu diseting oleh Ferdy Sambo seolah-olah terjadi pelecehan, CCTV dirusak, tembak menembak dan latar belakang masalah selalu berubah-ubah.
"Awalnya sempat bingung, tapi saya yakin Polri menjunjung tinggi moto Kapolri yaitu Presisi, semua akan diungkap secara transparan atau terang menderang," tutur Dimas saat ditemui di Jakarta Barat Jumat (14/10/2022).
Menurutnya, Bareskrim Polri sudah bekerja secara profesional karena mengerjakan kasus yang dinilai ribet menjadi singkat.
Setiap perkembangan kasus, selalu disampaikan secara hati-hati supaya tidak menimbulkan persepsi atau isu liar di masyarakat khususnya netizen.
"Bagaimana kemudian polisi itu bisa mengerjakan kasus yang ribet menjadi singkat dan tak boleh ada drama." katanya.
"Jangan terlalu lama karena takut jadi boomerang negatif untuk Polri," lanjut lelaki 26 tahun ini.
Berbeda dengan Dimas, Fajar justru merasa ketidakpuasan terhadap kasus Ferdy Sambo karena motif pembunuhan sampai detik ini belum diketahui.
Padahal setiap kali ia menonton berita di televisi atau membaca di media online, setiap kasus yang ditangani polisi selalu terungkap motifnya.
Misal, pelaku narkoba yang ditangkap alasan jadi kurir karena butuh uang atau masalah ekonomi.
Kasus pembegalan, karena para pelakunya tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam kasus tawuran pelajar, motifnya karena mencari eksistensi atau ingin diakui oleh teman-temannya sebagai remaha yang berani menganiaya lawannya.
"Kalau kasus Sambo, kan motifnya selalu dibilang akan dibuka di persidangan, jadi kita masyarakat dibuat bertanya-tanya," jelasnya.
Seharusnya, jika memang motonya adalah Presisi maka harus diungkap terang menderang supaya tidak ada anggapan membedakan kasus rakyat biasa dengan tersangka pejabat.
Meski begitu, Fajar mengapresiasi kerja keras penyidik yang menangani kasus tersebut.
"Artinya hukum tak panjang bulu, anggota Polri saja bisa dipidana apalagi masyarakat biasa, ini sudah jadi bukti," ucap warga Jakarta Barat.
Dikonfirmasi, Pengamat Kepolisian Edi Hasibuan menilai, Ferdy Sambo bukanlah anggota Polri yang Presisi.
Perbuatan melawan hukum terlibat dalam pembunuhan berencana, sudah mencoreng nama baik insitusi Polri.
Bahkan, akibat rekayasa cerita Ferdy Sambo, dampak yang dirasakan adalah beberapa anggota Polri dipecat.
"Ini kan program. Tentu seluruh anggota Polri dihasrapkan mempedomani itu," ungkap Edi.
Mantan wartawan ini melanjutkan, dalam penanganan perkara kematian Brigadir J tidak mudah bagi penyidik.
Tentunya ada intervensi yang dirasakan, sehingga kasus tersebut sempat jalan di tempat atau perkembangannya lamban.
Bahkan, jika penyidik tak mempedomani presisi, maka akan ikut ke barisan Ferdy Sambo dan jadi bagian rekayasa kasus kematian Brigadir J.
"Satu saja salah, dampaknya ke seluruh anggota Polri, kepercayaan masyarakat terhadap Polri bisa turun," katanya.
Dirinya berharap, kasus Ferdy Sambo bisa menjadi pelajaran seluruh anggota Polri.
Hal itu agar menyelidiki kasus secara Presisi dan melihat fakta.
Tidak gegabah dalam bertindak meski mendapat perintah dari atasan, tetapi harus menjalankan tugas sesuai koridor hukum yang berlaku.
Edi tak mau, ada kasus seperti jenderal bintang dua tersebut.
Hal itu, karena menjatuhkan nama baik instansi Polri.
"Ferdy Sambo menurut saya polisi yang merusak program presisi Kapolri," jelasnya.
(Wartakotalive.com/M26)