Ibadah Haji
Biaya Perjalanan Ibadah Haji akan Naik Signifikan, ini Penyebabnya
Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) tahun ini akan naik cukup signifikan, meskipun biaya Masyair dari Pemerintah Arab Saudi turun.
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengajukan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1444 H atau 2023 M yang cukup signifikan, rata-rata Rp 69,194 juta.
Hal ini disampaikan bersama dengan pengajuan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) usulan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1444 H.
Sebagaimana dilansir laman Kementerian Agama, kenaikan BPIH sekitar Rp514.888,02, sebab BPIH yang diusulkan untuk tahun ini rata-rata Rp98.893.909,11.
Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.
Hanya saja, ternyata Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menurunkan harga paket layanan haji 1444 H sekitar 30 persen dari harga yang mereka tetapkan pada tahun 2022, atau 1443 H.
Turunnya harga paket dari Pemerintah Saudi itu dibenarkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief.
Tentunya muncul pertanyaan soal BPIH dan Bipih justru naik padahal ada komponen biaya yang turun.
Sebagai informasi, BPIH adalah total biaya penyelenggaraan ibadah haji per satu orang jemaah.
Sementara Bipih boleh disebut sebagai ongkos naik haji yang dibayarkan jemaah
Kenaikan Bipih
Hilman menjelaskan bahwa keputusan menaikkan Bipih terjadi karena ada perubahan skema persentase komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Nilai Manfaat.
Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.
Dengan persentase tersebut, maka Bipih tahun ini ada di kisaran Rp69.193.773,60
"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," kata Hilman Latief pada Sabtu (21/1/2023).
Dia menjelaskan bahwa penggunaaan dana nilai manfaat terus mengalami peningkatan sejak 2010 sampai dengan 2022.
Pada 2010 nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta, sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta.
Dengan begitu Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen dari total biaya perjalanan haji.
Hanya saja pada tahun-tahun berikutnya persentase nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).
Kemudian pada tahun 2022 Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan menjelang dimulainya operasional haji 2022, di mana jemaah sudah melakukan pelunasan, maka penggunaan nilai manfaat naik hingga 59 persen.
"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," kata Hilman.
Hak seluruh jemaah
Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Karena itu nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Menurut Pemerintah nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan pembiayaan ibadah haji yang terjangkau.
Pasalnya, jika komposisi Bipih dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka dana nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.
"Jika komposisi Bipih 41 persen dan NM 59 persen dipertahankan, diperkirakan (dana) nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun juga berhak atas nilai manfaat," katanya.
"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya, baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambah Hilman.
Maka, Pemerintah, dalam usulan yang disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan NM 30 persen.
"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," kata Hilman.
"Ini usulan Pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," katanya.
Paket Masyair
Dalam BPIH yang diusulkan Pemerintah pada tahun ini sudah termasuk harga paket layanan haji yang baru.
Dijelaskan Hilman, Pemerintah Arab Saudi mnurunkan harga paket layanan haji.
Adapun yang dimaksud dengan paket itu adalah layanan dari 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, atau yang biasa disebut juga dengan Armuzna atau Masyair.
Untuk warga domestik, Pemerintah Arab Saudi menawarkan empat paket layanan Masyair tahun 1444 H/2023 M
1. Mulai 10,596 riyal Arab Saudi - 11,841 riyal (sekitar Rp43 juta - Rp48 juta)
2. Mulai 8,092 riyal - 8,458 riyal (sekitar Rp33 juta - Rp34,5 juta)
3. Mulai 13,150 riyal (sekitar Rp53,6 juta)
Saudi menawarkan juga paket keempat, mulai 3,984 riyal (sekitar Rp16 juta), namun tidak termasuk layanan di Mina. Hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah.
“Itulah yang disebut paket layanan haji yang ditangani oleh Syarikah atau perusahaan di Saudi. Harganya pada tahun lalu karena alasan pandemi naik sangat signifikan. Tahun ini alhamdulillah diturunkan. Jadi terkait paket layanan haji di Masyair, hitungan dalam usulan BPIH Pemerintah juga turun. Kisarannya juga 30 persen dan itu sangat signifikan,” kata Hilman.
"Tahun lalu paket layanan haji (Masyair) 2022 sebesar 5.656,87 riyal. Alhamdulillah tahun ini selain turun, Kemenag berhasil negosiasi hingga menjadi 4.632,87 riyal. Turun sekitar 1.024 riyal atau 30 persen," sambungnya.
Jadi dalam usulan BPIH tahun ini, kata Hilman, Pemerintah sudah melakukan penyesuaian harga sesuai yang ditetapkan Saudi.
Meski demikian, pihaknya tetap mempertahankan kualitas layanan bagi jemaah di Masyair.
“Kepada perusahaan penyedia layanan, kami tetap meminta komitmen agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu layanan yang diberikan kepada jemaah juga tetap berkualitas,” katanya.
Komponen BPIH
Namun, lanjut Hilman, komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji.
Komponen biaya haji yang diusulkan Pemerintah kepada DPR itu juga mencakup layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi, baik Jeddah, Mekah, maupun Madinah.
"Di luar Masyair, masa tinggal jemaah sekitar 30 hari, baik di Mekah maupun Madinah. Ini kami siapkan semua layanannya," papar Hilman.
Selain itu, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs dolar Amerika Serikat (USD) dan kurs riyal (SAR).
Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp15.300 untuk kurs 1 dolar AS, dan Rp4.080 untuk kurs 1 riyal.
Pada 2022, kurs riyal yang digunakan adalah Rp3.846, dan untuk kurs dolar Rp14.425.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen pesawat udara, sebab ini sangat bergantung kepada harga avtur.
“Usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H itu belum final, karena terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Semoga kami bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini,” tandas Hilman. (*)
Sumber: Kementerian Agama
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bekasi/foto/bank/originals/TendaHaji-4Juli.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.