Berita Karawang

Heboh, Warga Tanjungpakis Temukan Lumba-lumba Terdampar Dipinggir Laut

Warga melihat seekor lumba-lumba dewasa mendorong anaknya ke pinggir laut. Sampainya di pinggir diambil ternyata ikan itu sudah dalam kondisi mati

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ichwan Chasani
Istimewa
Heboh, warga menemukan lumba-lumba terdampar di pinggir laut pantai pakis Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang. 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG — Heboh, warga menemukan seekor ikan lumba-lumba terdampar di pinggir laut Pantai Pakis di Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang.

Hewan mamalia itu pertama kali ditemukan oleh nelayan dan dalam keadaan mati.

Kapolsek Pakisjaya, Ipda Sunaryo membenarkan atas penemuan seekor ikan lumba-lumba di Pantai Pakis.

Hewan itu pertama kali ditemukan oleh nelayan bernama Mancung (60) pada Selasa (31/1/2023) sekira pukul 15.00 WIB.

"Iya betul ada seekor hewan informasinya jenis pesut ya mirip lumba-lumba itu kemarin sore," kata Sunaryo pada Rabu (1/2/2023).

BERITA VIDEO: 8 TAHUN TERKURUNG, INI MOMEN HARU PELEPASAN 3 LUMBA-LUMBA PERTUNJUKAN KE LAUTAN LEPAS

Dia menerangkan, dari keterangan warga pertama menemukan bahwa dia melihat seekor lumba-lumba dewasa mendorong anaknya ke pinggir laut.

Sampainya di pinggir di ambil ternyata ikan tersebut sudah dalam keadaan mati.

"Untuk panjang 1 meter, berat 10 kilogram. Saat ini sudah dikubur oleh warga," katanya. (MAZ)

Baca juga: Nasdem Kota Bekasi Nilai Kasus Pencurian di Kantor DPC Bentuk Aksi Teror

Baca juga: Kantor DPC Partai Nasdem Bekasi Utara Dibobol Maling, Uang Ratusan Juta Raib

Dari video yang beredar terlihat sejumlah warga ramai melihat mayat lumba-lumba di pantai.

Terlihat juga sejumlah anak-anak memegang hingga berfoto dengan bangkai lumba-lumba tersebut. 

Rehabilitasi Lumba-lumba

Sebelumnya diberitakan, ternyata bukan hanya pencandu narkoba yang membutuhkan rehabilitasi, sebab lumba-lumba juga membutuhkan rehabilitasi.

Ini bukan berarti lumba-lumbanya mencandu narkoba, melainkan sebagai persiapannya sebelum dilepaskan kembali ke habitatnya, atau alam bebas.

Kegiatan rehabilitasi hewan ini bukan hanya terbatas untuk lumba-lumba, tapi untuk semua jenis hewan liar yang pernah menjadi peliharaan manusia sehingga hidupnya menjadi tergantung kepada manusia.

Baca juga: Dua Ekor Anak Kucing Hutan Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana

Baca juga: Cek Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Rabu Ini Naik jadi Rp 1.029.000 Per Gram, Ini Detailnya

Dalam arti ia sudah tak tahu cara menari makan sendiri tanpa bantuan manusia.

Karena itu Indonesia juga melakukan rehabilitasi bagi orangutan.

Melepas 3 lumba-lumba

Pada akhir pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan 3 ekor lumba-lumba hidung botol (Delphinus truncatus) di perairan Gilimanuk, Bali.

Sebagaimana dilansir laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan, ketiga Lumba-lumba hidung Botol ini telah melalui proses rehabilitasi selama 3 tahun.

Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, karena banyak hal yang harus dilakukan untuk membuat ketiga lumba-lumba itu liar kembali.

Tiga lumba-luma yang dilepas kembali ke alamnya itu adalah Rocky, Rambo, dan Johny. Ketiganya berjenis kelamin jantan.

Rocky adalah lumba-lumba berusia 15-20 tahun. Sedangkan lumba-lumba Johny dan Rambo diperkirakan berumur 30 tahun.

Lumba-lumba hidung botol ini pada mulanya merupakan satwa koleksi Taman Satwa Melka di Singaraja, Bali.

Namun karena lembaga konservasi ini bangkrut, maka satwa lumba-lumba hidung botol dikembalikan kepada negara. 

Baca juga: Hampiri Pelajar Bolos Sekolah, Kapolsek Cikarang Timur Nasihati Siswa

Baca juga: Pemkab Bekasi Jalin Kerja Sama dengan TNI AL Jadikan Jembatan Cinta Wisata Bahari Nusantara

Mengubah kebiasaan makan

Kepala BKSDA Bali, Agus Budi Santosa, mengatakan bahwa pada tahun 2019, bekerja sama dengan Jaringan Satwa Indonesia (JSI) dan Taman Nasional Bali Barat, ketiga lumba-lumba tersebut dipindahkan ke keramba (sea pen) rehabilitasi dan perawatan di Teluk Banyuwedang, perairan laut Taman Nasional Bali Barat. 

“Proses rehabilitasi yang dilakukan di sea pen berukuran 30 x 20 x 13 meter bertujuan untuk mengembalikan kesehatan dan sifat liarnya agar dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya,“ kata Agus Budi. 

Pada saat menjadi satwa koleksi di Lembaga konservasi (ex situ), Johny, Rambo, Rocky ini terbiasa untuk diberi makan, sehingga perlakuan pemberian makan diubah secara bertahap agar 3 lumba-lumba dapat mencari makan sendiri di alam.

Tahap awal masih diberi makan ikan mati utuh, kemudian diberi ikan hidup, sampai kepada penghentian sama sekali pemberian makan, tetapi diciptakan ekosistem buatan di dalam sea pen yang mendekati ekosistem alaminya.

Di ekosistem buatan itu ikan-ikan hidup bisa ditangkap sendiri oleh lumba-lumba, untuk makanannya.

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Rabu 1 Februari 2023  

Baca juga: Jadwal Layanan SIM Keliling Karawang, Rabu 1 Februari 2023, Berikut Lokasi dan Persyaratannya

Sebagian informasi, lumba-lumba, sebagaimana mamalia laut lainnya, memiliki organ sonar untuk mendeteksi mangsa dan mengikuti pergerakan makanannya itu. 

Sebagaimana dilansir laman Dolphin Project, Johny, Rambo, dan Rocky telah menunjukkan karakter lumba-lumba liar, yakni menghabiskan 90 persen waktu mereka dalam sehari di bawah air.

Hal ini berbeda 180 derajat dari karakter lumba-lumba yang dipelihara manusia, yang menghabiskan 90 persen waktunya dalam sehari di permukaan air.

Selain itu Johny, Rocky, dan Rambo juga melakukan kerja sama dalam berburu, sebagaimana dilakukan lumba-lumba liar.

Gigi palsu

Agus Budi juga menceritakan, dalam proses rehabilitasi diketahui lumba-lumba Johny tidak dapat menggigit ikan ketika menangkapnya, sehingga ikan sering terlepas Kembali.  

Berdasarkan analisis dokter hewan dari JSI, yang didampingi oleh dokter hewan dari Taman Nasional, untuk membantu kemandirian Johny mencari makan secara alami, maka perlu dilakukan pemasangan mahkota gigi palsu bagi lumba-lumba Johny. 

Tindakan itu terbukti berhasil mengembalikan perilaku menangkap ikan hidup di alam.

Proses pemasangan juga dilakukan tanpa menyakiti makhluk itu.

Taman Nasional Bali Barat pun dinilai akan sesuai sebagai lokasi pelepasliaran ketiga lumba-lumba tersebut.

Diketahui terdapat 17 jenis lumba-lumba di dunia, dan 10 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. 

Kebanggaan Indonesia

Plt Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Bambang Hendroyono, menyatakan bahwa keberhasilan rehabilitasi lumba-lumba, termasuk pemasangan gigi dari konservasi ex-situ untuk siap dikembalikan ke habitat alaminya (in situ), patut dihargai karena merupakan yang pertama di Indonesia.

Bahkan masih sangat langka dilakukan di dunia, sehingga hal ini bisa menjadi referensi bagi “future practices” dalam pemulihan dan penyelamatan mamalia laut seperti Lumba-lumba. 

Pernyataan Bambang Hendroyono ini secara tak langsung dibenarkan oleh pihak Dolphin Project.

Dalam artikel mengenai pelepasliaran Johny, Rocky, dan Rambo, pihak Dolphin Project menyatakan pemasangan gigi palsu untuk Johny dilakukan oleh para dokter hewan Indonesia.

Memang para dokter hewan dari Dolphin Project yang merancang proses operasi, namun mereka kemudian melakukan transfer pengetahuan ini, sehingga tim dokter hewan setempat yang melakukan operasi.

Kemudian, menurut Lincoln O'Barry, anak Dr Richard O'Barry pendiri Dolphin Project, tim Indonesia pula yang merancang dan membuat keramba berburu untuk latihan Johny, Rocky, dan Rambo berburu makanannya sendiri.

Karena itu, menurut Licoln O'Barry, pusat rehabilitasi lumba-lumba di Bali, yang memiliki nama Umah Lumba, akan dijadikan model untuk pusat perlindungan, rehabilitasi, dan pelepasliaran lumba-lumba di Amerika Utara dan Eropa.

Pasca pelepasan

Pekerjaan merehabilitasi Johny, Rambo, dan Rocky tidak berhenti sampai melepaskan mereka ke alam liar, sebab 90 hari pertama setelah pelepasan adalah masa krusial karena lumba-lumba mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Ketiga lumba-lumba dipasangi GPS sehingga keberadaannya dapat dipantau melalui satelit. Alat GPS itu akan terlepas sendiri 1 tahun kemudian.

Selanjutnya monitoring pasca pelepasliaran akan tetap dilakukan baik menggunakan radiometri dan sonar serta pemantauan secara factual melalui patroli.

Dilakukan pula sosialisasi kepada para pelaku jasa wisata dan masyarakat sekitar kawasan taman nasional, agar tidak memberi makan lumba-lumba.

Diharapkan lumba-lumba akan segera menemukan kelompok barunya, beradaptasi dan lestari di alamnya.

Namun pihak Umah Lumba tetap membuka keramba (sea pen) apung kalau Johny, Rambo, dan Rocky ingin kembali.

Baik sekadar mampir, atau jika mereka ingin menjadikan Umah Lumba sebagai rumah permanen mereka.

Biaya rehabilitasi lumba-lumba

Disebutkan oleh Dolphin Project bahwa biaya merehabilitasi dan melepaskan kembali lumba-lumba cukup besar.

Berkaca kepada kasus kasus Johny, Rambo, dan Rocky kemarin, biaya makan untuk 3 lumba-lumba itu 3.000 dolar AS per bulan, atau sekitar Rp45 juta.

Sesudah mereka dilepaskan, kegiatan memonitor ketiga lumba-lumba itu diperkirakan memakan biaya antara Rp112 juta sampai Rp150 juta per bulan.

Pos belanja terbesar datang dari kebutuhan bahan bakar minyak untuk kapal patroli. (TribunBekasi.com/Muhammad Azzam) 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved