Wawancara Eksklusif

Dandim Jakarta Utara Kolonel Frega Wenas: Tentara Sekarang Tak Cukup Modal Dengkul

Prosesnya berdarah-darah. Di Angkatan saya yang lulus ada 36 orang, kami masuk di peringkat atas, lulusan terbaik di Akmil untuk menjadi instruktur.

Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: Dedy
Wartakotalive.com
Kolonel Inf Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang resmi menjabat sebagai Komandan Kodim 0502/Jakarta Utara sejak 2022 lalu. 

Tentara itu ada Tri Pola Dasar. Yang pertama kepribadian itu lebih fokus kepada karakter, yang kedua itu jasmani kemampuan fisik, yang ketiga ini akademik. Sehingga akademik itu punya satu porsi yang penting. Apalagi yang kami lihat tren pertempuran perang saat ini sudah pakai teknologi tinggi kemudian ancamannya multidimensional, kompleks. Mau tidak mau kita enggak bisa hanya mengandalkan dengkul, tenaga, otot, fisik, tapi harus menggunakan kapasitas intelektual. Makanya saya mencoba mentoring beberapa junior atau mantan-mantan anggota saya, termasuk dari kepolisian kemarin ada yang bilang, "Bang saya mau program Ph.D.". Saya bilang datang saja ke rumah, saya akan berbagi karena saya juga dulu otodidak. Sebab jarang kan, bisa dihitung pakai jari yang Ph.D. di luar (negeri). Saya juga habis menulis buku, harapannya bukan untuk saya, tapi untuk adik-adik yang dari militer, sipil, yang mau berangkat, mereka ada point of reference, start awalnya bagaimana sih, khususnya yang bawa keluarga. Pengalaman saya sebelumnya, waktu saya sekolah masih lajang, itu tidur sehari mungkin cuma dua sampai tiga jam enggak masalah. Tapi begitu berkeluarga, fokusnya berbeda, saya harus bagi untuk studi, untuk anak dan istri serta untuk istirahat saya sendiri.

Berdasarkan autobiografi yang Anda tulis, Anda mendorong istri untuk meraih gelar master. Bagaimana kisah di balik hal tersebut?

Saya melihat perjuangan istri saya yang pantang menyerah. Saya pergi dari jam 8 pagi dan jam 10 malam baru pulang. Sedangkan dia baru melahirkan, anak menangis minta susu, dia juga lapar, jadi sambil menyusui menggoreng, memasak untuk diri dia sendiri, lalu membersihkan rumah. Itu bentuk pengorbanan apalagi kami enggak punya keluarga di sana. Teman pun kalau ada lebih individualis karena memang biaya hidup sehingga orang berpikir untuk hidup dirinya sendiri. Akhirnya saya mencoba untuk memberikan ruang, apalagi sebagai ibu persit (Persatuan Istri Tentara, sebutan untuk istri anggota TNI AD) itu kalau berangkat sendiri untuk kuliah di luar, izinnya susah. Sehingga saya memanfaatkan momentum.

Waktu itu kami enggak punya biaya tapi mencari beasiswa. Kami enggak sekali tes kemudian lulus tapi berkali-kali. Sudah tahap interview akhirnya enggak dapat, tapi enggak menyerah. Tes juga lumayan bayarnya tapi saya berpikirnya untuk investasi. Karena didikan ayah, saya investasi kepada anak itu paling penting pendidikan (ilmu). Pendidikan sampai sebelum meninggal bisa dipakai terus dan bisa diturunkan. Sehingga akhirnya dapat sponsor scholarship (beasiswa), selebihnya berusaha. Saya juga sempat kerja entrepreneur, asisten dosen, asisten riset untuk menambah (pemasukan). Karena kalau dengan beasiswa yang diberikan sponsor waktu itu, bawa istri bawa anak sungguh luar biasa challenging.  (m38/eko-bersambung)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Sumber: Wartakota
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved