Berita Nasionalin
Proposal Perdamaian Prabowo Subianto untuk Rusia-Ukraina, Pengamat Studi Eropa: Tidak Masuk Akal
Pengamat Studi Eropa dari UGM Muhadi Sugiono menilai proposal perdamaian Prabowo Subianto untuk Rusia-Ukraina tidak masuk akal.
TRIBUNBEKASI.COM - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menawarkan proposal penyelesaian konflik antara Ukraina dengan Rusia dalam forum IISS Shangri-La Dialoge di Singapura.
Namun, proposal Prabowo Subianto tersebut ditolak oleh Ukraina karena dinilai justru merugikan.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara dan mengaku tak terlibat dalam penyusunan proposal yang ditawarkan Prabowo Subianto.
Baca juga: Kisruh Proposal Perdamaian Ukraina-Rusia dari Prabowo Subianto, Jokowi: Saya Undang Minta Penjelasan
Baca juga: Proposal Prabowo Subianto Ditolak Pemerintah Ukraina, Pembentukan Image Menjelang Pemilu 2024?
Baca juga: Siapapun Cawapresnya, Mantan Preman, Hercules: Harga Mati Dukung Prabowo Sebagai Capres 2024!
Presiden pun bakal memanggil Prabowo Subianto untuk memberikan klarifikasi.
Pengamat Studi Eropa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhadi Sugiono menilai proposal perdamaian disampaikan oleh Prabowo Subianto dalam forum internasional itu tidak masuk akal dan tidak mempertimbangkan banyak aspek.
Salah satu usulan yang menjadi perhatian adalah mengenai referendum antara Ukraina dan Rusia.
Menurut Muhadi, Ukraina tidak mungkin mau karena merasa sebagai pihak yang diserang oleh Rusia.
"Tidak masuk akal gitu, jadi seperti misal, contoh negara tetangga kita menyerang satu wilayah kita, kemudian usulan perdamaiannya ya sudah Indonesia jangan menyerang, dan negara tetangga itu jangan menyerang."
"Kemudian wilayah yang diserang lakukan referendum. Kan enggak masuk akal padahal itu wilayah Indonesia" ujar Muhadi dihubungi awak media, Rabu (7/6/2023).
Muhadi mengakui, Prabowo Subianto seharusnya mempertimbangkan situasi formal legal, yang kemudian aspek kepentingan politik hingga sejarah kedua negara.
Sehingga, jika Indonesia memainkan peran harus investasi lebih serius, misal dengan mengajak pihak bersengketa duduk bersama.
"Persis seperti dulu Jakarta informal meeting, konflik Indochina, Indonesia memainkan peran di sana, mengajak orang-orang yang terlibat konflik ada di situ" ujarnya.
Lebih lanjut, Muhadi berkata proposal Prabowo SUbianto bisa dilihat dari dua hal, pertama keinginan untuk menghentikan perang hingga kekerasan yang berlangsung.
Dari sisi itu, tidak ada persoalan karena semua pihak menginginkan hal tersebut, termasuk Ukraina dan Rusia.
Namun, dia berkata yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara menghentikannya.
Usulan seperti gencatan senjata, masing-masing negara mundur 15 km, menghadirkan pasukan PBB hingga referendum bukan hal yang tepat.
"Ini yang bermasalah, karena antara Ukraina dan Rusia tidak sedang memperebutkan sebuah wilayah yang tak berada di wilayah salah satu dari kedua belah pihak. Tapi Rusia yang ingin mengambil wilayah Ukraina" ujar Muhadi.
"Jadi itu adalah kedaulatan wilayah Ukraina. Jadi kalau ingin bicara menghentikan perang dengan situasi yang sekarang tidak menguntungkan pihak Ukraina" lanjutnya.
Terkait hal itu, Muhadi kembali mengatakan bahwa proposal yang ditawarkan oleh Prabowo tidak menguntungkan kedua pihak.
"Untuk membedakan proposal itu bagus atau tidak itu dilihat pada bagaimana ketika proposal kita itu kemudian memenuhi kepentingan atau hak dan kewajiban masing-masing negara itu."
"Dalam bentuknya sekarang proposal itu sepertinya tidak memperhitungkan hal itu. Nah ini jadi persoalan,” ujar Muhadi.
Lebih dari itu, Muhadi enggan menduga-duga soal proposal itu, sebagai bentuk keberpihakan Prabowo Subianto terhadap Rusia.
Namun, dia menyebut proposal tersebut wajar ditolak oleh Ukraina karena merugikan mereka.
"Kita tidak bisa menyatakan kalau itu membela ke Rusia, tidak. Tapi bahwa proposal itu menguntungkan Rusia, iya. Jadi saya tidak membayangkan kita mengajukan proposal itu Prabowo ingin berpihak pada Rusia, tidak. Tapi konsekuensi dari isi proposal itu seolah-olah posisi Prabowo menguntungkan Rusia" ujarnya.
Pejabat PDIP Bela Prabowo Subianto
Pejabat PDIP yang juga Sekretaris Kabinet Pramono Anung bela proposal perdamaian Ukraina Rusia yang ditawarkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Diketahui sebelumnya Ukraina menolak mentah-mentah proposal perdamaian yang ditawarkan oleh Indonesia terhadap perang Rusia Ukraina.
Ukraina menilai, proposal yang ditawarkan Prabowo Subianto itu lebih condong membela Rusia.
Meski mendapatkan tanggapan dingin dari Ukraina, Istana melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung membela Menteri Pertahanan Prabowo Subianto seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Pramono mengatakan usulan Prabowo yang disampaikan pada KTT pertahanan Shangri-La Dialog di Singapura beberapa waktu lalu tersebut, harus dilihat dalam sudut pandang yang positif.
"Apa yang disampaikan Menteri Pertahanan dalam forum official yang kemudian mendapatkan tanggapan, baik dari Ukraina maupun Rusia tentunya harus dilihat dalam perspektif yang positif," kata Pramono di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, (7/6/2023).
Pramono yakin bahwa Prabowo mengusulkan Proposal tersebut dilandasi tujuan yang baik.
Presiden juga telah memiliki sikap terkait konflik Rusia dan Ukraina yang menjadi pegangan sikap pemerintah.
"Saya yakin seyakin-yakinnya lah bahwa para menteri kita dalam usulan proposal seperti itu pasti niatnya baik," katanya.
Pramono mengatakan rencana Presiden Jokowi memanggil Prabowo tersebut, karena usulan proposal menjadi Polemik di ruang publik.
Oleh karenanya dalam pertemuan nanti, Jokowi dan Prabowo akan membahas mengenai usulan proposal tersebut.
(TribunBekasi.com/Wartakotalive.com/DES/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.