Berita Pendidikan

President University Kukuhkan Prof Dr Retnowati STh MSi sebagai Guru Besar

Sebelum dikukuhkan sebagai Guru Besar, Prof Retno pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat di Presuniv.

Editor: Ichwan Chasani
Istimewa
Prof Dr Retnowati STh, MSi dikukuhkan sebagai guru besar di President University, baru-baru ini. 

Kondisi tersebut menuntut perubahan cara melakukan penelitian.

“Sebelumnya penelitian antropologi dilakukan dengan pendekatan etnografi. Penelitian semacam itu menuntut para peneliti untuk datang dan tinggal bersama masyarakat yang ditelitinya dalam jangka waktu tertentu,” papar Prof Retno.

Seiring dengan perkembangan TIK yang memicu terjadinya perubahan, arena kajian pun berubah menjadi digital.

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Senin 10 Juni 2024 Besok

Baca juga: Jadwal SIM Keliling Karawang Senin 10 Juni 2024 Besok di Mall Cikampek Hingga Pukul 15.00

Sekarang ini media sosial sudah menjadi potret dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Maka, apa yang terjadi di media sosial dapat menjadi data riset untuk kajian antropologi,” ujarnya.

Mengutip data, Prof Retno menyebutkan bahwa dari 281,7 juta penduduk Indonesia, sebanyak 185,3 juta atau 66 persen di antaranya merupakan pengguna internet.

Lalu, sebanyak 139 juta atau 49 persen dari seluruh penduduk Indonesia tercatat aktif menggunakan media sosial.

Untuk itu, lanjut dia, penelitian antropologi perlu berubah dari semula memakai metode etnografi menjadi netnografi.

“Netnografi adalah singkatan dari internet dan etnografi. Metode ini bisa dipakai untuk mengidentifikasi kehidupan di dunia maya dan menjadikannya sebagai bahan riset,” ungkapnya.

Saat ini relatif murahnya tarif internet serta kecepatan dan kemudahan aksesnya telah merevolusi media sosial.

Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi, Senin 10 Juni 2024 Besok, di Mitra 10 Harapan Indah, Cek Syaratnya

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT JFE Steel Galvanizing Indonesia Cari Ahli Teknologi Teknik Listrik

Siapa pun bebas mengakses dan memproduksi informasi.

Sayangnya banjir informasi ini tidak diimbangi dengan daya kritis dari pengguna media sosial.

“Akibatnya ruang publik pun menjadi riuh. Berbagai ide dan gagasan mengalir dengan tanpa filter dan seleksi. Setiap orang bebas mengekspresikan dirinya. Mereka meluapkan keinginannya, empati, kepedulian, bahkan sampai kebencian, purbasangka, hingga sumpah serapah,” ungkap dia.

Prof Retno mencatat setidak-tidaknya ada 10 media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia.

WhatApps digunakan oleh 92,1 persen warganet, disusul Instagram (86,5 persen), Facebook (83,5 persen), Tiktok (73,5 persen), Telegram (64,3 persen), X (57,5 persen), Facebook Messenger (44,9 persen), Pinteres (34 persen), Kuai-shou (32,4 persen) dan LinkedIn (25 persen). Melihat

kondisi tersebut, menurut Prof Retno, menarik untuk mendiskusikan posisi kebudayaan Indonesia yang telah diorganisasi oleh media sosial melalui berbagai informasi yang sengaja disebarluaskan.

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Honda Prospect Motor Butuh Operator Pengemudi Truk, Punya SIM B1/B2

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: MM2100 Industrial Town Butuh Staf Laboratorium Lulusan D3

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved