Pengacara VIP: Kejaksaan Agung Tidak Memiliki Kewenangan Tentukan Kerugian Lingkungan Hidup

Kejaksaan Agung dinilai telah menabrak aturan perundang-undangan yaitu Permen LH No 7 tahun 2014 pada penanganan kasus timah

Editor: Ign Prayoga
TribunBekasi.com
Andy Inovi Nababan, penasihat hukum pengurus CV Venus Inti Perkasa (VIP) yang terbelit kasus timah. Kasus ini juga menjadikan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, sebagai tersangka. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Kasus korupsi tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Pelimpahan ini menandakan kasus ini akan segera memasuki persidangan di pengadilan.

Pada kasus dugaan korupsi di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari 2015 sampai 2022 ini ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung.

Sedangkan para tersangka yang dilimpahkan ke Kejari Jaksel adalah empat pengurus CV Venus Inti Perkasa (VIP) yakni Tn, AA, HT, dan B.

Sebelumnya Jaksa Agung telah merilis kerugian negara pada kasus ini sebesar Rp 300,3 triliun yang terdiri dari kerugian atas (1) kemahalan harga biaya sewa smelter Rp 2,28 triliun (2) pembayaran biji timah ilegal Rp 26,649 triliun, dan (3) kerugian lingkungan hidup Rp 271,069 triliun

Muncul pro dan kontra terkait kerugian lingkungan hidup yang oleh Kejaksaan Agung dimasukan sebagai kerugian keuangan negara yang nyata dan riil.

Di sisi lain, kerugian lingkungan hidup tersebut dihitung oleh akademisi Bambang Hero Raharjo menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No 7 Tahun 2014.

Penasihat hukum para pengurus CV VIP, advokat Andy I Nababan mengatakan, penyidik Kejaksaan Agung melalui ahli Bambang Hero Raharjo telah menabrak aturan perundang-undangan yaitu Permen LH No 7 tahun 2014.

Pengacara dari kantor Inarema Law Firm ini menegaskan, Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kerugian lingkungan hidup dan menghitung kerugian lingkungan hidup.

Andy Nababan menjelaskan, Permen LH No 7 Tahun 2014 bertujuan untuk memberikan pedoman bagi instansi lingkungan hidup pusat maupun daerah dalam menentukan kerugian lingkungan hidup dan melakukan penghitungan besarnya kerugian lingkungan hidup.

"Dan yang berhak untuk menunjuk ahli untuk menghitung kerugian lingkungan adalah pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penataan hukum lingkungan instansi lingkungan pusat atau pejabat eselon II instansi lingkungan daerah," kata Andy Nababan di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Menurut Andy, dalam kasus ini, bukti penghitungan kerugian lingkungan hidup tersebut cacat hukum dan tidak memiliki nilai pembuktian.

"Unsur kerugian negaranya tidak terpenuhi, dasar penghitungannya tidak bisa dipakai," ujar Andy Nababan.

Andy juga mengatakan, mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup telah diatur oleh UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan  jo  Permen LH No 7 tahun 2014 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Andy Nababan sangat menyayangkan tindakan Kejaksaan Agung yang memblow up kasus ini diawal dengan menyebutkan kerugian lingkungan atau ekologis akibat korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk sebesar Rp 271 triliun.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved