Kasus Korupsi Minyak Mentah

Penyidikan Kejagung Ungkap Ada Perintah untuk Oplos Pertamax dengan Premium

Kejagung menetapkan dua tersangka baru dalam kasus mega korupsi di PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp 193 triliun

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Kompas TV
MINYAK MENTAH -- Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan keterangan pers tentang penetapan dua petinggi PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan Edward Corne, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, Rabu (26/2/2025). 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus korupsi minyak mentah di PT Pertamina Patra Niaga yang merupakan anak perusahaan Pertamina.

Terkait penyidikan kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka.

Dalam perkembangannnya, penyidik Kejagung menetapkan dua tersangka baru dalam kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.

Keduanya adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan Vice President (VP) Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Cone.

Dalam penetapan tersangka ini, Kejagung membeberkan fakta baru terkait peran mereka.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan Maya dan Edward melakukan pembelian oktan RON 90 (Pertalite) atau yang mengandung oktan lebih rendah dengan harga RON 92 (Pertamax) setelah adanya perintah dari Riva Siahaan.

Diketahui, Riva Siahaan merupakan Direktur PT Pertamina Patra Niaga yang kini juga telah ditetapkan menjadi tersangka.

"Tersangka MK dan EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (27/2/2025).

"Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang," sambungnya.

Selanjutnya, Maya memerintahkan Edward agar melakukan blending (oplos) dengan menggunakan RON 88 (Premium) dan RON 92 (Pertamax).

Qohar menuturkan pengoplosan tersebut dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak.

Adapun pemilik dari terminal tersebut juga telah ditetapkan menjadi tersangka yaitu Muhammad Keery Andrianto Riza dan Gading Ramadan Joede.

"Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKER dan GRJ atau yang dijual dengan RON 92," kata Qohar.

Qohar menuturkan model bisnis semacam ini tidak sesuai dan melanggar hukum.

Dia menjelaskan Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya menggunakan term (pemilihan langsung) dalam waktu yang jangka panjang.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved