Ubhara Jaya
Fakultas Hukum UBJ Selenggarakan Seminar Nasional RUU KUHAP dan Arah Baru Sistem Peradilan Pidana
Fakultas Hukum Ubhara Jaya gelar seminar nasional bertema “RUU KUHAP dan Arah Baru Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.”
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Namun, tantangan muncul dengan penguatan pengawasan proses penyidikan, pembatasan penahanan, dan perluasan peran praperadilan. Usulan syarat pendidikan S1 Hukum bagi penyidik dinilai lebih tepat diatur dalam regulasi internal Polri (Perkap), bukan dalam RUU.
Rekomendasi diarahkan agar RUU KUHAP fokus pada penguatan prosedural hukum, bukan aspek administratif kelembagaan.
Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan memahami bahwa KUHAP merupakan fondasi perlindungan hukum yang harus menjunjung due process of law, asas praduga tak bersalah, dan fair trial.
Kesimpulannya, RUU KUHAP bukan hanya reformasi teknis, tetapi wujud komitmen negara dalam memperkuat sistem hukum yang adil dan menghormati HAM.
Selanjutnya, Dr. Joko Sriwidodo, S.H., M.H., M.Kn, menyampaikan materi berjudul “Menakar Masa Depan Rancangan KUHAP Keadilan Restorative dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.”
Dr. Joko menyampaikan, restorative justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat untuk mencapai keadilan yang menyeluruh dan berorientasi pada pemulihan, bukan semata-mata hukuman.
Dasar hukumnya sudah tertuang dalam berbagai regulasi seperti SE Kapolri, Peraturan Kejaksaan, dan Peraturan Mahkamah Agung.
Meskipun RKUHAP membawa pembaruan positif, seperti pengaturan rekaman CCTV saat pemeriksaan dan penguatan hak-hak tersangka, masih ada potensi risiko penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat, misalnya soal penangkapan tanpa batas waktu atau dominasi penyidik atas bukti elektronik.
Dibandingkan sistem hukum negara lain seperti Jerman dan Inggris, Indonesia perlu memastikan bahwa prinsip-prinsip seperti due process of law dan perlindungan HAM tetap menjadi prioritas utama.
Setelah itu, Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H, menyampaikan materi berjudul “Catatan Kritis: Hubungan Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum dalam RUU KUHAP.” Dr. Yudi menyoroti pentingnya harmonisasi antara KUHP yang telah disahkan dan akan berlaku pada 2026 dengan RUU KUHAP yang tengah dibahas.
RUU KUHAP idealnya harus mencerminkan semangat KUHP baru, memperbaiki kelemahan KUHAP 1981, dan mengakomodasi perkembangan hukum serta prinsip-prinsip internasional.
Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah hubungan antar subsistem dalam sistem peradilan pidana dalam penyidikan, penuntutan, dan persidangan yang selama ini terfragmentasi dan sarat ego sektoral.
Dalam RUU KUHAP, perlu ada penyederhanaan antara tahap penyelidikan dan penyidikan karena keduanya sangat mirip, dan disarankan digabung menjadi satu tahap saja dengan istilah “penyelidikan” yang mencakup kewenangan penyidikan.
Upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan juga harus mendapatkan izin pengadilan sebagai bentuk perlindungan HAM dan penguatan kontrol institusional.
UBJ Kembali Mendapat Kehormatan Menjadi Perangkat Upacara di LLDikti Wilayah III |
![]() |
---|
Fakultas Psikologi UBJ Selenggarakan Pelatihan Personal Branding & Komunikasi Efektif |
![]() |
---|
Kontingen UBJ Cabor Bulutangkis Raih 2 Emas dan 1 Perunggu di Pomprov DKI Jakarta 2025 |
![]() |
---|
UBJ Perguruan Tinggi Pertama sebagai Fasilitator Konsolidasi Institusi Bidang Keamanan dan Akademisi |
![]() |
---|
Mahasiswa Ubhara Jaya Leonardo Geovani Raih 3 Medali Emas Kejurnas Angkat Besi Yogyakarta 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.