TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI SELATAN -- Menyusul instruksi Kementerian Kesehatan, sejumlah apotek di Kota Bekasi tak lagi menjajakan obat sirup kepada masyarkat.
Kementerian Kesehatan memang meminta agar obat bebas dalam bentuk cair jangan diperdagangkan dulu untuk sementara waktu, setelah terjadi lonjakan kasus gangguan ginjal akut misterius, atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak-anak, khususnya balita.
Menurut Viali (23), pegawai sebuah apotek di Jalan Mayor Oking, Bekasi Timur, Kota Bekasi, mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi agar tidak lagi menjual obat sirup untuk sementara waktu.
Karena itu saat ini obat sirup sudah tak ditawarkan ke para konsumen.
"Kalo obat sirup kami masih ada, tapi setelah ada informasi itu kami pun stop penjualannya," kata Viali, Rabu (19/10).
Kosongkan etalase
Meski imbauan tertulis belum diterima, namun penanggung jawab apotek tempatnya bekerja sudah mengintruksikan soal itu hari ini.
Oleh karena itu Viali sudah mengosongkan obat sirup dari etalase.
"Edaran resmi belum, cuma pihak apotek sama penanggung jawab mengatakan lebih baik menghindari seperti itu. Jadi kami mengikuti aja. Untuk barang tentu kami simpan dulu, sambil nunggu informasi selanjutnya," katanya.
Obat pengganti
Karena obat bentuk sirup tak boleh dijual untuk sementara waktu, pihaknya menawarkan obat bentuk tablet kepada konsumen.
Dia mencontohkan, untuk obat penurunan panas bagi anak konsumen bisa menggunakan merek proris supp.
"Penggantinya ada, yang kalau misalnya demam ada yang lewat anus, atau yang berbentuk tablet, atau bisa juga yang herbal kayak madu gitu," ujarnya.
Solusi
Sementara itu, seorang warga Kota Bekasi, Tina (34), mengatakan dirinya tak pernah membeli obat sirup untuk meredakan panas anak-anaknya.
Dia lebih memilih membeli baby fever yang dianggapnya lebih nyaman untuk anak anak.
"Saya memang ngak pernah beli yang sirup untuk anak anak ya. Kalau untuk menurunkan panas biasa saya lebih ke Baby Fever, kayaknya lebih nyaman ya. Harganya pun enggak begitu mahal," kata Tina.
Pendapatnya terkait obat sirup yang tak boleh dijual sementara waktu, menyusul peristiwa gangguan ginjal akut yang menyerang anak, dia berharap Pemerintah untuk segera mengambil langkah, dan menemukan solusi.
Sebab, katanya, obat bentuk sirup memang dibutuhkan masyarakat.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan meminta tenaga kesehatan untuk sementara ini tidak meresepkan obat dalam bentuk cair atau sirup bagi pasien anak.
Imbauan ini berkaitan dengan lonjakan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI).
Imbauan juga ditujukan kepada apotek dan toko obat, agar tidak menjual obat jenis sirup atau cair, selama penyelidikan penyebab penyakit AKI ini masih berlangsung.
Sebagaimana diwartakan laman Kementerian kesehatan, sejak akhir Agustus 2022 Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan kenaikan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam di anak-anak, terutamanya yang berusia di bawah 5 tahun.
Peningkatan kasus ini berbeda dengan yang sebelumnya, dan saat ini penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian.
Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 dari 20 provinsi, dengan angka kematian sebanyak 99 anak, sehingga angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen.
"Dari hasil pemeriksaan tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun," kata juru bicara Kemenkes, dr Syahril.
Obat cair
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, farmakolog, dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Untuk sementara ini, hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif, termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
"Kemenkes mengimbau masyarakat, untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," tutur dr Syahril.
"Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya," tambahnya.
Kewaspadaan orangtua
Selain itu diperlukan kewaspadaan orangtua yang memiliki anak balita, bila terjadi gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil pada anaknya.
Apalagi bila gejala diikuti dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas AKI, Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri.
Kemenkes sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI kepada anak, yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes.
Kemenkes juga telah mengeluarkan surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI yang ditujukan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasyankes, dan Organisasi Profesi.
Pencegahan
Selain itu Kemkes mengimbau orangtua menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, sebagai upaya awal pencegahan penyakit, apa pun jenis penyakitnya.
Perilaku hidup bersih dan sehat itu adalah mencuci tangan setiap saat, makan makanan yang bergizi seimbang, tidak jajan sembarangan, minum air matang, dan imunisasi anak rutin dan lanjuti dilengkapi.
Selain itu, Kemenkes juga telah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai bagian peningkatan kewaspadaan.
Surat keputusan ini memuat serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain, dalam melakukan penanganan terhadap pasien gagal ginjal akut sesuai dengan indikasi medis.
"Belajar dari pandemi Covid-19, Pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk mencegah penyakit ini sedini mungkin. Karenanya kami mengimbau kepada Dinas Kesehatan, rumah sakit, maupun pintu masuk negara agar segera melaporkan apabila ada indikasi kasus yang mengarah kepada gagal ginjal akut maupun penyakit lain yang berpotensi mengalami KLB," tandas dr Yanti. (*)
Gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit gagal ginjal akut pada anak:
- Diare
- Mual
- Muntah
- Demam selama 3-5 hari
- Batuk
- Pilek
- Sering mengantuk
- Jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali
- Warna air seni kecokelatan