Jaksa menganggap, Teddy dan para anak buahnya juga menggunakan bahasa sandi melalui percakapan WhatsApp yang hanya dipahami oleh para terdakwa.
"Seperti kata sandi sembako, invoice, galon, cari lawan, mainkan saja, dan singgalang satu," kata Jaksa.
Sehingga, lanjut Jaksa, rangkaian perbuatan yang dilakukan Teddy merupakan kejahatan yang sangat serius.
Jaksa melanjutkan, rentetan kejahatan serius itu bermula ketika Teddy Minahasa masuk dan berkontribusi dalam kegiatan menukar, menawarkan untuk dijual, menjadi perantara dalam jual beli, menyerahkan, serta menjual barang yang dilakukan tanpa hak.
Selain itu, sebelum membacakan putusan tuntutan, Jaksa membacakan sederet hal-hal yang memberatkan Teddy sehingga membuatnya dihukum mati. Di antaranya:
1. Terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu.
2. Terdakwa merupakan Anggota Kepolisan RI dengan jabatan Kapolda Sumatera Barat.
Di mana sebagai seorang penegak hukum, terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda, seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika. Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika.
Sehingga, hal tersebut sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat.
3. Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4. Perbuatan terdakwa telah merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia.
5. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
6. Terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
7. Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
8. Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika.