TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA ---- Tersangka pembunuhan Ade Yulia "Icha" Rizabani di Apartemen Grand Pramuka 17 Oktober 2022 silam, Christian Rudolf Tobing mencuri perhatian publik.
Aksi mantan pendeta muda di Gereja GBP Kasih Allah Ministry (KAM) Bogor, Jawa Barat itu mencuri atensi publik lantaran ia terekam kamera pengintai (CCTV) apartemen, tersenyum ketika membawa jenazah Icha di dalam lift.
Belakangan diketahui, korban adalah temannya sendiri.
Saking dekatnya pertemanan, korban menjadi penerima tamu dalam pernikahan Rudolf.
Ditemui jurnalis Warta Kota Nuriyatul Hikmah di sela-sela persidangan yang berlangsung di PN Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023), Rudolf menceritakan detik-detik saat ia menghabisi nyawa rekannya sendiri.
Sebelum membuang mayat ke parkiran truk Kalimalang, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Rudolf mengakui dirinya membunuh dengan cara mencekik Icha sampai kehabisan napas.
Berikut wawancaranya:
Kenapa waktu itu terpikir menghabisi nyawa Icha?
Kalau mau menghabisi nyawa Icha enggak ada terbesit, cuma mau memeras. Makanya saya sempat jelaskan juga waktu di perubahan BAP (Berita Acara Kepolisian), saya mencekik Icha itu bukanlah suatu tindakan perencanaan tetapi karena selesai memeras, saya kasih dia satu pertanyaan, "Apakah kamu akan melaporkan saya?". Dia tidak menjawab dan teriak. Saya panik, di situ saya cekik dia. Kenapa ingin memeras, bukan karena dia pernah punya utang ya, karena kondisi keuangan saya sedang buruk. Kalau berapa uang yang diperas dari Icha, BCA itu Rp 19,5 juta, Mandiri itu Rp 11,1 juta atau Rp 11,2 juta, saya lupa.
Selesai membunuh, Anda membawa korban melalui lift dan terekam kamera tersenyum. Apakah Anda merasa puas?
Oh itu, bahkan saya sampai dibawa ke Rumah Sakit Polri bagian kejiwaan. Padahal saya itu di hari ke-4 di Polda, sudah dibawa ke psikolog yang ada di Polda, mereka juga menyatakan saya tidak ada gangguan jiwa. Tetapi tetap dibawa ke rumah sakit Polri karena memang tuntutan masyarakat juga untuk saya, kan waktu itu juga sempat dibilang psikopat segala macam. Soal yang di lift itu, karena saya bawa mayat di dalam plastik, saya dudukin di troli, terus ada orang di dalam lift. Di media sosial itu bagaimana saya senyum seakan-akan saya puas. Tidak mungkin saya puas membunuh Icha, sampai waktu saya mau buang mayat itu, di otak saya itu dua.
Kalau saya buang dia di pinggir jalan, saya pasti ketahuan. Tapi kalau saya buang dia ke kali, bagaimanapun juga dia teman dan dia harus dikuburkan dengan semestinya. Makanya saya putuskan akhirnya saya buang dia di bawah kolong Tol Becakayu, di tempat parkir truk-truk itu, saya buang bahkan bersama tas silver korban yang dibilang katanya hilang dari barang bukti. Di situ saya selipkan dompet yang isinya kartu, kedua SIM-nya, KTP Icha, bahkan NPWP-nya.
Kalau saya mau menghilangkan jejak, sebelah tempat saya buang itu Kalimalang (kali) lho. Tapi saya ingin Icha dikuburkan secara layak. Saya tahu konsekuensinya saya akan ditangkap, tetapi karena memang itu semua di luar ekspektasi. Saya tidak ingin sebenarnya Ica pergi dengan cara itu.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Begini Reaksi Pelaku Pembunuhan Anak di Kota Depok
Baca juga: Kasus Pembunuhan di Bogor: Kesal Jarang Pulang ke Rumah, Seorang Pemuda Tikam Ayah Tiri Hingga Tewas
Ceritakan hubungan Anda dengan Icha?
Pertama kali kenal itu tahun 2010 di salah satu komunitas rohani namanya di J-Army. Dulu kami aktif pelayanan. Terus akhirnya ada audisi radio berita kasih sebagai penyiar. Terus kami ikutan, saya dan dia terpilih. Ya kami bawakan acara rohani. Kalau dekatnya itu 2011-2012 pada saat mulai siaran di Radio Berita Kasih. Sampai 2015 masih kontakan. Sampai waktu aku nikah kan dia jadi salah satu yang menjadi penerima tamu.