Sidang Mahkamah Konstitusi

Lagi, MK Gelar Sidang Syarat Usia Capres-Cawapres, Pemohon Minta Minimal Pengalaman Jadi Gubernur

Editor: Ichwan Chasani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra (tengah-red) saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

TRIBUNBEKASI.COM — Mahkamah Konstitusi (MK) akan kembali menggelar sidang gugatan terkait syarat batas minimal usia Capres-Cawapres pada Rabu, 8 November 2023 ini.

Gugatan tersebut diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (NU), Brahma Aryana.

Selaku Pemohon, Brahma Aryana mengajukan permohonan Uji Materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang telah dimaknai sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia Capres-Cawapres 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.

Perkara ini telah teregister di MK dengan nomor 141/PUU-XXI/2023.

"141/PUU-XXI/2023. Rabu, 8 November 2023, pukul 13.30 WIB," demikian dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi.

BERITA VIDEO: DETIK-DETIK KETUA MK ANWAR USMAN TAK DIPECAT HANYA DICOPOT DARI JABATAN PIMPINAN

Brahma Aryana telah menunjuk Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah sebagai kuasa hukum.

Adapun sidang pada hari Rabu, 8 November 2023 tersebut merupakan sidang perdana atau beragendakan sidang pendahuluan.

"Pemeriksaan pendahuluan (I)," tulis situs resmi Mahkamah Konstitusi tersebut.

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Rabu 8 November 2023 Ini

Baca juga: Perpanjangan SIM Kabupaten Bekasi, Rabu 8 November 2023, di Dua Lokasi Satpas, Simak Syaratnya

Dalam permohonannya, Brahma Aryana menyoroti adanya persoalan konstitusionalitas pada frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Menurutnya, ada pemaknaan yang berbeda-beda yang menimbulkan ketidak kepastian hukum, yakni pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. 

Brahma Aryana juga mempersoalkan adanya 5 hakim konstitusi yang sepakat mengabulkan permohonan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023. 

Secara rinci, Brahma Aryana menyebut ada 3 hakim yang memaknai 'pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.

Sedangkan, ada 2 hakim memaknai 'berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi/pada jabatan Gubernur'.

Baca juga: Jadwal Layanan SIM Keliling Karawang, Rabu 8 November 2023, Berikut Lokasi dan Persyaratannya

Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi Rabu 8 November 2023 Ini di Metropolitan Mall Bekasi

"Hal tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan karena hanya 3 hakim konstitusi yang setuju pada pilihan pemaknaan tersebut (YM. Prof. Dr. Anwar Usman, YM. Prof. Dr. Guntur Hamzah, dan YM Prof. Manahan MP Sitompul)," tegas Brahma Aryana dalam permohonannya.

"Bahwa sementara 2 hakim konstitusi lainnya setuju terdapat alternatif syarat 'berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi' (YM. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih) dan syarat 'berpengalaman sebagai gubernur yang pada persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang' (YM. Dr. Daniel Yusmic P Foekh)," sambungnya.

Brahma Aryana menilai, frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah' inkonstitusional karena hanya berdasarkan 3 suara hakim konstitusi dari 5 suara hakim konstitusi yang dibutuhkan.

Tak hanya itu, Brahma Aryana kemudian mengatakan, Putusan 90/PUU-XXI/2023 telah membuka peluang bagi setiap warga negara yang pada usia terendah 21 tahun dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden sepanjang sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.

"Bahwa hal tersebut tentunya dapat mempertaruhkan nasib keberlangsungan negara Indonesia," ucapnya.

Baca juga: KPU Karawang Targetkan Partisipasi Pemilu 2024 di Atas 85 Persen

Baca juga: MKMK Putuskan Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua MK karena Terbukti Langgar Etik Berat

Dalam petitum, Pemohon meminta Mahkamah mengabulkan permohonan untuk seluruhnya.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 Sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai
"yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi".

Sehingga bunyi selengkapnya "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi'," demikian bunyi petitum Pemohon 141/PUU-XXI/2023.

Sebagai informasi, putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). 

Hal tersebut diatur berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT KCF Indonesia Butuh Segera Operator QC

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Unilever Indonesia Tbk-Cikarang Nsd Hpcl Butuh Asisstant Project Manager

Pecat Anwar Usman

Sebelumnya diberitakan bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan adanya dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ungkap Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 7 November 2023.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tandas Jimly Asshiddiqie.

Terkait pemecatan Anwar Usman tersebut, Jimly Asshiddiqie memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan tersebut selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BERITA VIDEO: PUTUSAN MKMK TIDAK BISA HALANGI GIBRAN JADI CAWAPRES 

Selain itu, Jimly Asshiddiqie menegaskan, Anwar Usman tidak boleh mencalonlan diri sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," kata Jimly Asshiddiqie.

"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly Asshiddiqie.

Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT KCF Indonesia Butuh Segera Operator QC

Baca juga: KPU Karawang Gelar Kirab Pemilu 2024, Sosialisasikan ke Warga Pemilu Sudah Dekat

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Unilever Indonesia Tbk-Cikarang Nsd Hpcl Butuh Asisstant Project Manager

Baca juga: Plt Bupati Karawang Tegaskan Ego Sektoral Antar OPD Harus Dihentikan

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.

MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Baca juga: Dukung Indonesia Emas 2045, Danone Indonesia Hadiri Kompas100 CEO Forum di IKN

Baca juga: Anjlok Rp 12.000 Per Gram, Segini Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Selasa Ini, Simak Detailnya

Enam Hakim Langgar Kode Etik

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memastikan enam hakim konstitusi melanggar kode etik.

Enam hakim konstitusi tersebut, yakni Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, keenam hakim tersebut telah melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

"Para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Jimly Asshiddiqie, saat membacakan putusan kolektif, di gedung Mahakamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

Jimly Asshiddiqie menegaskan, MKMK menjatuhkan sanksi berupa terguran lisan kepada enam hakim konstitusi terlapor tersebut.

Baca juga: Usut Penembakan yang Tewaskan GR di Bekasi, Polda Bakal Periksa Nus Kei dan John Kei

Baca juga: Jaringan Pengedar Uang Palsu Dollar dan Rupiah Dibekuk Bareskrim, Ada Empat Tersangka

"Menjatuhkan sanski teguran lisan secara kolektif kepada Para Hakim Terlapor," tegasnya.

Terkait pelanggaran etik keenam hakim tersebut, MKMK menyimpulkan para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup.

"Praktik benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena Para Hakim Terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling mengingatkan," kata Jimly Asshiddiqie.

Arief Hidayat Langgar Kode Etik

Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) juga menyatakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat melanggar kode etik.

Hal itu disampaikan Ketua MKMK Jimly Asshidiqie, dalam sidang pembacaan putusan terkait kasus dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terhadap Hakim Terlapor Arief Hidayat, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.

"Hakim Terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat MK," ucap Jimly Asshidiqie, dalam persidangan, Selasa (7/11/2023).

Baca juga: Kasus Penembakan Dua Pemuda di Bekasi: Polisi Temukan Rekaman CCTV, Pelaku 5 Orang Naik Tiga Motor

Baca juga: Dua Pemuda di Bekasi Duduga Ditembak OTK, Korban Alami Luka

Oleh karena perbuatannya itu, Jimly Asshidiqie menegaskan, dijatuhkan sanski berupa teguran tertulis terhadap Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis," kata Jimly Asshidiqie.

Selain itu, Jimly menyampaikan, Hakim Arief Hidayat secara bersama-sama dengan hakim lainnya juga terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi menyangkut kebocoran informasi rahasi rapat permusyarawatan hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalan penanganan perkara.

"Menjatuhkan sanksi teguran secara lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan hakim konstifusi lainnya," ucapnya.

Putusan pelanggaran etik terhadap Hakim Konstitusi Arief Hidayat tercatat melalui Putusan MKMK Nomor 4/MKMK/L/11/2023.

Adapun Para Pelapor yang mengajukan laporan pelanggaran etik terhadap Arief Hidayat, yakni Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Advokat Lisan. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News