TRIBUNBEKASI.COM — Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menyerahkan sebanyak 35 item bukti tambahan bersamaan dengan penyerahan kesimpulan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16 April 2024.
Ketua Tim Hukum AMIN, Ari Yusuf Amir mengatakan pihaknya mencantumkan bukti-bukti pelanggaran Pilpres 2024 dalam kesimpulan tersebut.
"Kesimpulan yang kita muatkan hari ini adalah semua rangkuman dari proses persidangan, di sana kami sudah mengajukan bukti-bukti,” jelas Ari Yusuf Amir.
Menurut Anggota Tim Hukum AMIN, Heru Widodo, sebanyak 35 bukti tambahan yang tercantum dalam kesimpulan atas sidang sengketa Pilpres 2024, salah satunya yakni bukti soal penggunaan bantuan sosial (bansos) sebagai alat pendongkrak suara salah satu paslon Pilpres 2024.
“Bukti tentang pelanggaran-pelanggaran, berupa penyalahgunaan bansos. Kemudian netralitas pejabat kepala daerah, kepala desa. Kemudian juga mengenai IT," jelas Anggota Tim Hukum AMIN, Heru Widodo.
"Semua kami sertakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kesimpulan yang kami sampaikan," imbuhnya.
Baca juga: Serahkan Kesimpulan Sidang PHPU, Ganjar-Mahfud Ungkap 5 Pelanggaran Sengketa Pilpres 2024
Baca juga: Terus Naik, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Selasa Ini Rp 1.321.000 Per Gram, Cek Rinciannya
Heru Widodo juga menyatakan bahwa Prabowo-Gibran belum menjadi presiden-wapres terpilih.
Sebab, keputusan KPU RI soal Pilpres 2024 baru sebatas penetapan hasil perolehan suara nasional Pilpres 2024.
Dia menilai keputusan KPU RI bisa dibatalkan MK melalui sidang sengketa hasil Pilpres 2024, jika MK mengabulkan permohonan Timnas AMIN atau permohonan pihak Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Kalau putusannya mengabulkan permohonan pasangan nomor urut 1 dan nomor urut 3, maka pupuslah sudah, kemenangan itu tidak ada artinya. [Pilpres] akan diulang, apakah diulangnya dengan diskualifikasi atau tidak, kita serahkan kepada majelis hakim," ucap Heru Widodo.
Kuatkan Dalil
Sebelumnya diberitakan, Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) meyakini bahwa semua bukti yang disampaikan pihaknya selama sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah lengkap.
MK pun telah menjadwalkan pembacaan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 pada Senin, 22 April 2024 mendatang.
Baca juga: Mahasiswa dari Beragam Kampus Serahkan Amicus Curiae, Minta MK Perintahkan KPU Pilpres Ulang
Baca juga: Tim Hukum AMIN: Terbukti Curang, MK Pernah Batalkan Putusan KPU dan Perintahkan Pungutan Suara Ulang
Untuk itu Tim Hukum AMIN meyakini bahwa majelis hakim MK bisa mengambil keputusan dengan bijak untuk memutuskan hasil persidangan.
Ketua Tim Hukum AMIN Ari Yusuf Amir mengatakan, selama sidang di MK, sudah banyak pembuktian yang menguatkan seluruh dalill yang diajukan oleh Tim Hukum AMIN.
Menurutnya hal ini membuktikan bahwa dugaan kecurangan yang dilakukan oleh pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah terbukti mengkhianati konstitusi.
“Pengkhianatan tersebut membuat asas-asas pemilu dan demokrasi di Indonesia sudah terancam di ujung tanduk,” jelas Ari Yusuf Amir dalam keterangannya, Selasa, 16 April 2024.
Ari Yusuf Amir menambahkan, dalam persidangan di MK, Tim Hukum AMIN mampu membuktikan secara gamblang berbagai kecurangan.
Mulai dari tidak sahnya pendaftaran Paslon 02, lumpuhnya independensi penyelenggara Pemilu, terjadinya sikap dan perilaku nepotisme dari lembaga kepresidenan yang menguntungkan Pasangan Calon 02, pengangkatan penjabat kepala daerah secara masif dan ditujukan untuk pemenangan Paslon 02, penjabat kepala daerah yang menggerakkan struktur di bawahnya, keterlibatan aparat negara, pengerahan kepala desa dan perangkat desa, dan politisasi Bansos serta beberapa pelanggaran prosedur dan kecurangan melalui sistem IT Pemilu.
Baca juga: One Way Tol Kalikangkung-Cipali Dihentikan, Contra Flow 2 Lajur Masih Berlaku di Tol Japek
Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Selasa 16 April 2024
Ari Yusuf Amir menegaskan, pihaknya sudah membuktikan seluruh dalil yang diajukan di hadapan persidangan, sehingga akan memudahkan MK untuk memutus mata rantai kecurangan yang bersifat terukur dan spesifik tersebut agar kedaulatan rakyat dalam proses demokrasi dimuliakan dalam Pilpres.
“MK tentu akan bertindak melalui putusannya untuk menegakkan keadilan substantif (substantive justice) yang diirobek-robek oleh Paslon 02,” jelas dia.
Dalam beberapa putusan MK pada pemilu terhadap calon yang tidak sah/atau tidak memenuhi syarat, MK secara tegas mendiskualifikasi dan membatalkan keputusan KPU yang memenangkan calon tersebut.
MK kemudian memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang, tanpa diikuti calon yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Sebagaimana dalam putusan No. 145/PHP.BUP-XIX/2021 pada pemilukada Kabupaten Yalimo, Putusan No. 132/PHP.BUP-XIX/2020 pada Pemilukada Boven Digoel, Putusan No. 57/PHPU.D-VI/2008 pada pemilukada Bengkulu Selatan, Putusan No. 12/PHPU.D-VIII/2010 pada Pemilukada Tebing Tinggi.
Keempat putusan tersebut secara tegas menyatakan, tidak terpenuhinya syarat pencalonan mengakibatkan dibatalkannya pencalonan meskipun proses pemungutan suara sudah selesai.
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: Besok Terakhir, PT TT Techno Park Indonesia Butuh Operator Quality Control
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT TT Techno Park Indonesia Butuh Operator Produksi Lulusan SLTA
Beberapa putusan tersebut, kata Ari Yusuf Amir, sejatinya menjadi yurisprudensi MK dalam menangani perselisihan hasil Pemilu.
Mengingat pilpres dan pilkada sama-sama bagian dari pemilu. Sebagaimana Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara rezim pemilihan umum kepala daerah dengan pemilihan umum anggota legislatif serta pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
“Kini, di Pundak MK pengkhianatan terhadap konstitusi dalam pilpres 2024 ini akan diputus,” tutup dia.
Lima Kategori Pelanggara
Sebelumnya, Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengungkapkan adanya lima kategori pelanggaran prinsipal dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Lima kategori pelanggaran tersebut merupakan kesimpulan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang dirangkum Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan telah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis berharap kesimpulan itu akan menjadi bahan pertimbangan MK dalam memutuskan sengketa PHPU Pilpres 2024.
Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT Toyo Denso Indonesia Butuh Maintenance Mechanic
Baca juga: Jasa Raharja Santuni Korban Meninggal Kecelakaan Maut KM 58 Jakarta-Cikampek Rp 50 Juta Per Orang
"Kalau kita bicara kesimpulan ini, memang tidak dibacakan tapi majelis hakim akan menggunakan kesimpulan ini sebagai bahan untuk membuat putusan yang akan dibacakan pada tanggal 22," kata Todung Mulya Lubis di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 16 April 2024.
Todung Mulya Lubis membeberkan bahwa lima kategori pelanggaran prinsipal dalam Pilpres 2024 tersebut, yang pertama adalah pelanggaran etika.
"Pelanggaran etika, yang terjadi dengan kasat mata, dimulai dengan putusan MK Nomor 90, dan ini kalau kalian membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat," ujarnya.
Baca juga: Terus Naik, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Selasa Ini Rp 1.321.000 Per Gram, Cek Rinciannya
Baca juga: Mahasiswa dari Beragam Kampus Serahkan Amicus Curiae, Minta MK Perintahkan KPU Pilpres Ulang
Pelanggaran kedua, kata Todung Mulya Lubis adalah nepotisme.
Todung Mulya Lubis bahkan menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan kekuasaan untuk mendorong anaknya, yakni Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
"Nepotisme ini dilarang dalam hukum positif kita, ada TAP MPR yang melarang nepotisme, ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme, membangun satu dinasti," ucap Todung Mulya Lubis.
Ketiga, sambung Todung Mulya Lubis, adalah adanya abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
Menurutnya, penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara masif pada proses Pemilu 2024.
"Abuse of power yang sangat terkoordinir, sangat masif dan ini terjadi di mana-mana, nah ini juga bisa menambahkan, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang masif sebagai akibat dari abuse of power yang terkoordinir," tutur Todung Mulya Lubis.
Baca juga: MK Sebut Pembuktian Para Pihak Telah Selesai, Putusan Sengketa Pilpres Tetap Dibacakan 22 April 2024
Baca juga: Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran jadi Sasaran Pencurian, TV 32 Inchi Digasak Pelaku, Polisi Olah TKP
Keempat, yakni pelanggaran prosedural Pemilu.
Todung Mulya Lubis menegaskan bahwa KPU, Bawaslu, dan pasangan calon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai melakukan pelanggaran serius.
"Ini anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan oleh Bawaslu, apa yang dilakukan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," ungkap Todung Mulya Lubis.
Pelanggaran kelima, adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU yakni sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).
Todung Mulya Lubis menganggap penggunaan Sirekap telah menimbulkan kekacauan yang mengakibatkan penggelembungan suara.
"Jadi saudara-saudara, ada banyak sekali pelanggaran yang kita bisa sebutkan spesifik lagi, saya bisa sebut dan ini kita semua sudah ulang berkali-kali, politisasi bansos, yang dilakukan terutama dalam tiga bulan terakhir menjelang pencoblosan," imbuhnya.
Baca juga: Sebanyak 11 Jenazah Korban Kecelakaan Maut KM 58 Tol Jakarta-Cikampek Diserahkan ke Pihak Keluarga
Baca juga: Hadiri Ulang Tahun Titiek Soeharto, Prabowo Dapat Potongan Tumpeng Kedua dan Unggah Foto Bersama
Politisasi Bansos
Todung Mulya Lubis menambahkan, keterangan empat menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 tak menjawab soal politisasi bantuan sosial (bansos).
"Empat menteri ini tidak menjawab politisasi bansos," kata Todung Mulya Lubis
Todung menganggap penyaluran bansos terutama dalam 3 bulan terakhir menjelang pencoblosan adalah bentuk pelanggaran.
Dia menegaskan, keterangan 4 menteri dalam sidang PHPU tak menjawab soal politisasi bansos karena hanya menyampaikan dasar hukumnya.
"Empat menteri ini hanya menjawab bahwa bansos itu ada dasar hukumnya, ada undang-undangnya, disetujui oleh DPR dan pemerintah, that's fine, bansos itu ada dalam APBN," ujar Todung.
Menurut Todung, mereka tidak menjelaskan mengapa bansos tersebut dipusatkan dalam tiga bulan terakhir.
Baca juga: Kecelakaan Maut di Tol Cipali Arah ke Jakarta, Tewaskan 1 Orang dan 2 Lainnya Luka-Luka
Baca juga: Masayu Anastasia Tetap Berhubungan Baik dengan Mantan Suami Demi Anak, Didesak Rujuk Kembali
"Tapi yang tidak dijelaskan adalah apa yang terjadi di lapangan? Kenapa penyaluran bansos itu dipusatkan dalam tiga bulan terakhir menjelang pencoblosan?" tanya dia.
Selain itu, dia menilai bahwa empat menteri itu juga tak menjawab soal penerima manfaat bansos tidak sesuai dengan data-data.
"Kenapa penerima manfaat itu tidak sama semuanya? Tentu saya tidak mengatakan tidak sama, tapi banyak yang tidak berhak sebagai penerima manfaat bansos," ucapnya.
"Atau katakanlah kenapa Presiden Jokowi melakukan kunjungan 34 kali ke lumbung-lumbung suara di mana Ganjar-Mahfud memiliki basis pendukung yang sangat kuat? Nah, politisasi bansos ini salah satu yang sangat spesifik yang kita bisa sebutkan," sambung Todung. (Wartakotalive.com/Yolanda Putri Dewanti; Tribunnews.com/Fersianus Waku)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaUeu7FDzgTG0yY9GS1q