Namun, kata ibunda dari Marsha ini, dengan adanya kejadian ini, pihak sekolah harus lebih teliti lagi untuk mencari-cari rekanan bus pariwisata dan jika bisa kegiatan tersebut tidak memberatkan orang tua.
"Jadi saya sempat mengikuti juga, ada murid tidak punya anggaran, dia sampai kerja mencari uang untuk membayar kegiatan acara perpisahan sekolah ini. Jadi saya tuh bacanya sampai miris banget dan ada juga ada anak tunggal perempuan waktu itu meninggal pula," tutur wanita pehobi olahraga dan memasak ini.
"Jadi saya kebayang di posisi seperti itu, kan anak saya juga satu-satunya. Jadi intinya sih saya masih setuju (ada studi tur) tapi dengan catatan lebih diperhatikan lagi untuk pemberangkatannya, untuk busnya dicek kembali, dan kalau bisa bus nya itu harus benar-benar ada izinnya," ucap Roro lagi.
Maka Roro pun mengimbau, pihak sekolah harus memperhatikan betul armada bus yang akan digunakan untuk studi tur dan jangan sampai kegiatan ini memberatkan orang tua murid dan tidak memaksa setiap siswa diharuskan ikut. "Sebab kalau udah kejadian seperti ini yang tanggungjawab siapa, kan jadinya merugikan semua orang," ucap wanita yang tinggal di kawasan Kota Bekasi ini.
Roro Rizpika pun menawarkan wacana jika studi tur atau perpisahan sekolah itu bisa saja dibuat di tempat-tempat yang sifatnya sejarah bagi daerah masing-masing.
"Misalnya di Kabupaten Bekasi, kita ada Gedung Juang, Saung Ranggon di Cikedokan Kecamatan Cikarang Barat, dan masih banyak lagi, yang tentunya tidak kalah menarik dan berguna juga buat para siswa," tuturnya.
(Sumber : Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ramadhan LQ/m31)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaUeu7FDzgTG0yY9GS1q