Polemik Gaji DPR
Salsa Erwina Hutagalung Minta Ahmad Sahroni Dipecat, Bukan Cuma Dinonaktifkan
Salsa Erwina Hutagalung berterimakasih kepada Partai NasDem yang menonaktifkan Ahmad Sahroni
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA -- Salsa Erwina Hutagalung berterimakasih kepada Partai NasDem yang menonaktifkan Ahmad Sahroni dari keanggotaan DPR RI.
Namun dia juga menyindir bahwa keputusan menonaktifkan bukanlah solusi akhir.
“Non aktif sama dipecat sama nggak? Kami tidak mau lagi lihat orang ini di parlemen. Reputasi partai dipertaruhkan menjelang 2029,” tulis Salsa lewat media sosial.
Ia menekankan agar parpol ke depan tidak menunggu masyarakat marah baru mengambil tindakan. Menurutnya, langkah cepat dan tegas jauh lebih penting.
Selain memuji NasDem, Salsa juga memberikan apresiasi kepada PAN yang mencopot dua kader artisnya, Eko Patrio dan Uya Kuya, dari kursi DPR per 1 September 2025.
“Terima kasih @amanatnasional sudah meredakan amarah masyarakat. Artis-artis yang tidak kredibel akan terus kami pantau,” ujar Salsa.
Tak berhenti di situ, Salsa juga mencolek PDIP. Ia menyoroti dua kader banteng, Deddy Sitorus dan Bambang Pacul, yang pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Pada 2024, Deddy Sitorus menyebut gaji DPR tak layak disamakan dengan pegawai UMR, melainkan pejabat BUMN atau bank. Sedangkan Bambang Pacul pada 2023 menegaskan bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset harus menunggu restu ketua umum partai.
“@pdiperjuangan jangan jadi juara dunia arogan. Pecat segera kader yang meremehkan rakyat kecil. Jangan sampai ada korban lagi,” tegas Salsa.
Seperti diberitakan, penonaktifan Sahroni diumumkan Ketua Umum NasDem Surya Paloh bersama Sekjen Hermawi Taslim pada Minggu (31/8/2025).
Saat yang sama, NasDem juga menonaktifkan Nafa Urbach, dan keduanya resmi tak lagi aktif di parlemen mulai Senin (1/9/2025).
Menurut Hermawi, keputusan ini diambil setelah mendengar aspirasi masyarakat. Ucapan kader NasDem yang dinilai arogan, mulai dari sebutan “orang tolol sedunia” hingga keluhan “macet 30 menit dari Bintaro ke Senayan”, dianggap mencederai perasaan publik dan tak selaras dengan perjuangan partai.
Polemik gaji anggota DPR ini memanas ketika muncul pernyataan kontroversial anggota DPR Ahmad Sahroni yang memberikan label "orang tolol sedunia" kepada orang-orang yang menuntut pembubaran DPR. Pernyataan ini menuai reaksi keras dari publik, termasuk dari influencer muda yang juga diaspora Indonesia di Denmark, Salsa Erwina.
Melalui unggahan video di media sosial, Salsa tidak hanya mengkritik pernyataan tersebut, tetapi juga menantang Ahmad Sahroni untuk melakukan debat terbuka terkait fungsi dan kinerja DPR RI.
Pantauan di media sosial, unggahan Salsa menjadi viral dan menyulut diskusi publik. Namun, reaksi berbalik datang dalam bentuk kampanye digital yang menyerang pribadinya.
Salah satu foto yang beredar luas di media sosial menampilkan wajah Salsa dengan tulisan “Aktor Perusak Negara dari Luar Negeri! Dalang Kerusuhan Demo 25 Agustus 2025.”
Dalam gambar tersebut juga dicantumkan informasi pribadi seperti nama lengkap, NIK, jenis kelamin, alamat, nama orang tua, hingga latar belakang pendidikan dan pekerjaannya.
Tak hanya itu, dalam foto tersebut tertulis desakan kepada kepolisian untuk segera menangkap Salsa Erwina sebagai "provokator digital yang merusak negeri dari luar."
TribunTangerang.com mencoba mendatangi kediaman rumah Salsa Erwina di kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Pantauan TribunTangerang.com, kediamannya tampak kosong. Saat dipanggil, tidak ada orang yang keluar dari dalam rumah berwarna krem itu. Pintu pagar berwarna cokelat tampak tertutup rapat. Di halaman depan hanya terlihat sebuah sepeda kecil dan sepeda listrik yang terparkir.
Jendela dan pintu rumah juga tertutup rapat. Sebuah unit AC tampak menggantung di bagian luar rumah. Kondisi lingkungan sekitar juga terbilang sunyi. Tak banyak aktivitas yang terlihat dari rumah-rumah tetangga di sebelahnya.
Ketua RW setempat, Jul, mengungkapkan bahwa Diana, orang tua Erwina sudah lanjut usia, diperkirakan berumur sekitar 70 tahun, dan kondisinya rentan secara kesehatan.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak melakukan pendekatan yang bersifat mengganggu, mengingat situasi psikis sang ibu yang dinilai tidak stabil.
“Beliau sudah sepuh, pensiun dari pekerjaannya beberapa tahun lalu. Jadi kami mohon, jangan diganggu. Keluarganya juga tidak ada kaitan langsung dengan polemik yang ramai saat ini,” ujar Jul saat ditemui TribunTangerang.com di kediamannya, Kamis (28/8/2025).
RT dan RW setempat, lanjut Jul, sudah mengambil langkah pengawasan dengan memperketat akses masuk ke wilayah tersebut sejak pukul 10 malam, demi memastikan keamanan warga.
“Kami semua di sini saling menjaga. Warga paham betul situasinya. Tidak perlu ada yang datang-datang ramai atau memancing keributan. Kalau bisa, berikan ruang tenang bagi keluarga ini,” tutupnya.
Sementara itu, Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk mereka yang tinggal di luar negeri, memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan kritik terhadap pejabat publik, termasuk anggota DPR RI.
Dalam sistem demokrasi, lanjut Lili Romli, kritik merupakan bagian penting dari kontrol publik terhadap pejabat negara yang digaji dari uang rakyat.
“Saya kira setiap warga negara, siapa pun itu, mempunyai hak untuk melakukan kritik terhadap pejabat, termasuk anggota dewan. Sebagai pejabat publik, mereka harus menerima dan legowo dikritik karena bekerja untuk rakyat dan digaji dari uang rakyat,” ujarnya kepada TribunTangerang.com, Kamis (28/8/2025).
Ia menambahkan, pejabat yang tidak ingin dikritik seharusnya bekerja dengan baik dan berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan ke publik agar tidak menyinggung masyarakat yang telah memilih mereka.
“Jika tidak mau dikritik, harus bekerja dengan baik dan berbicara atau berpendapat dengan baik pula. Harus hati-hati dalam berbicara, jangan sampai melukai hati rakyat,” lanjut Lili.
Melihat apa yang dialami Erwina, Lili mengkritik keras tindakan pihak-pihak yang merespons kritik dengan serangan terhadap kehidupan pribadi atau keluarga pengkritik.
“Saya kira tidak boleh ketika ada kritik, orang yang mengkritik tersebut diserang secara pribadi atau keluarganya. Itu tindakan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan berpendapat,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa demokrasi yang sehat tidak boleh dibungkam dengan cara-cara yang intimidatif atau represif, apalagi jika menyasar individu-individu yang menyampaikan pendapat secara terbuka dan damai.
“Justru kalau para pejabat, termasuk anggota dewan, kinerjanya bagus dan berbicara tidak melukai hati rakyat, kecil kemungkinan dikritik. Sebaliknya, mereka akan mendapat pujian dan sanjungan," katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.