Siswa SMPN 19 Tangsel yang Dipukul Rekannya Meninggal Dunia di Rumah Sakit

Aksi bullying berujung maut ini menimpa siswa SMPN 19 Kota Tangsel. Bullying ini terjadi sejak masa MPLS

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Ign Prayoga
Wartakotalive/Ikwana Mutuah Mico
MELAYAT - Waki Wali Kota Tangsel Pilar Saga Ichsan ikut melayat di pemakaman siswa SMPN 19 Tangsel, Muhammad Hisyam, Minggu (16/11/2025) didugajadi korban perundungan. foto : Ikhwana Mutuah Mico 

TRIBUNBEKASI.COM, TANGSEL -- Kasus bullying di sekolah merenggut korban jiwa. Aksi bullying berujung maut ini menimpa siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Muhammad Hisyam. Korban meninggal dunia di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, pada Minggu (16/11/2025) pagi.

Perundungan terhadap Hisyam dilakukan oleh rekan sekelasnya dan diduga terjadi sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), sekitar Juli 2025.

Perundungan tersebut terus berulang dan puncaknya terjadi pada Senin, 20 Oktober 2025. Saat itu, kepala Hisyam dibenturkan ke meja. Informasi lain menyatakan, korban dipukul menggunakan potongan besi pada wajahnya.

Kejadian ini membuat Hisyam terluka parah pada wajahnya, terutama di sekitar mata. Remaja berusia 13 tahun ini kemudian dirawat di RS Fatmawati, Jaksel, hingga mengembuskan napas terakhir pada Minggu (16/11) sekitar pukul 06.00. Jenazah Hisyam dimakamkan di Tangsel pada Minggu siang.

Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, ikut mengantarkan jenazah korban ke liang lahat. “Kami dari Pemkot Tangsel mengucapkan turut berduka cita. Mudah-mudahan almarhum diberi terang kubur dan segala ibadahnya diterima Allah,” katanya.

Pilar Saga juga menegaskan komitmennya untuk mendukung proses penyelidikan yang dilakukan aparat kepolisian atas dugaan bullying atau kekerasan di SMPN 19 Tangsel yang menyebabkan Muhammad Hisyam terluka parah hingga meninggal dunia. 

Sementara Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang mendatangi rumah keluarga Muhammad Hisyam pada Minggu siang. Victor menyampaikan belasungkawa sekaligus memastikan proses penyelidikan kasus ini tetap berjalan.

“Ini adalah warga kami. Kami hadir untuk mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya kepada orang tua dan keluarga. Kami pun merasakan kehilangan yang dialami pihak keluarga,” ujar Victor di Serpong, Minggu siang.

Pada kesempatan itu, Victor juga berdiskusi dengan orang tua Muhammad Hisyam. Ia menjelaskan selama sepekan terakhir, pihaknya memberi ruang kepada keluarga untuk fokus merawat korban di rumah sakit. Kini, komunikasi mendalam kembali dijalin.

“Kami berdiskusi dari hati ke hati dengan orang tua korban. Kami sudah menyampaikan, kepolisian khususnya Satreskrim Polres Tangsel siap membantu dan menangani proses hukum secara profesional,” ujarnya.

Victor mengatakan, penyelidikan sebenarnya sudah berjalan sejak kejadian ini mencuat ke publik atau sebelum keluarga belum membuat laporan ke polisi.

Hingga kini, lanjut Victor, enam saksi yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa sudah dimintai keterangan.

Polisi juga bekerja sama dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pihak sekolah, serta rumah sakit untuk mengungkap penyebab pasti kematian Muhammad Hisyam.

Di akhir kunjungan, Victor kembali menegaskan komitmen kepolisian untuk mengusut kasus ini. “Mohon doa. Kami akan hadir untuk keluarga dan menjalankan proses hukum secara profesional,” katanya.

Rizky Fauzi, kakak sepupu almarhum mengatakan, Hisyam dalam kondisi koma selama menjalani perawatan di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Hisyam dirawat di RS Colombus BSD, Serpong.

Keluarga kemudian memutuskan Hisyam dipindahkan ke RS Fatmawati, Jaksel. Selama sepekan di RS Fatmawati, Hisyam ditempatkan di ruang ICU. “Adik sepupu saya meninggal dunia di ruang ICU. Sejak pertama masuk RS Fatmawati, dia di ruang itu. Dokter belum bisa menjelaskan kondisinya karena terus koma,” ujar Rizky di Serpong, Minggu.

Rizky mengaku belum membuat laporan resmi kepada kepolisian. “Keluarga belum melaporkan karena kami masih fokus pada proses pemakaman,” kata Rizky.

Kuasa hukum keluarga korban, Alvian Adji Nugroho mengatakan, Hisyam telah menjalani perawatan di rumah sakit sejak Kamis pekan lalu, tak lama setelah proses mediasi yang dilakukan terkait dugaan pemukulan yang menimpanya. 

Sebelumnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Pemkot Tangsel, Tri Purwanto terkesan mengecilkan kasus ini dan menyatakan korban “hanya” dibenturkan ke meja. "Dari pihak sekolah menginformasikan, dijedotin ke meja saja. Sedangkan yang pakai bangku ini belum diinformasikan," katanya, Selasa (11/11).

Kepala SMPN 19 Tangsel, Frida Tesalonik mengatakan kejadian yang membuat Hisyam terluka parah terjadi pada Senin, 20 Oktober 2025. "Kejadiannya di jam istirahat, menurut informasi, anak tersebut dijedotin ke bangku," ujar Frida Tesalonik, Selasa (11/11).

Hari berikutnya, orang tua korban datang ke sekolah untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian masalah. Ia segera menindaklanjuti dan memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak orang tua korban dan orang tua pelaku.

"Terjadilah kesepakatan kedua belah pihak, tertuang dalam surat pernyataan kesanggupan si orang tua pelaku untuk membiayai si korban, untuk mata dan kepala," ujar Frida.

Proses Hukum

Kasus bullying di SMP Negeri 19 Kota Tangerang Selatan mendapat perhatian serius dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPAI Diyah Puspitarini  mendorong agar kasus tersebut ditangani melalui jalur hukum, meski pelaku masih di bawah umur. “Kalau bisa diselesaikan di sekolah, ya diselesaikan. Tapi kalau tidak bisa, ya silakan diproses hukum. Karena dengan proses hukum, kita bisa tahu duduk perkaranya dan bagaimana penyelesaiannya,” ujar Diyah saat ditemui di kantor Polres Tangsel, Selasa (11/11).

Sedangkan Noviyanti, ibunda Hisyam mengatakan, anaknya mulai mendapat perundungan dari teman sebangkunya sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Hisyam pernah mengaku dipukul pelaku sampai tiga kali. "Dari MPLS udah kena, ditabokin sampai tiga kali," ungkap Noviyanti saat ditemui di rumahnya, Senin (10/11). 

Noviyanti mengatakan, kekerasan itu terus berulang. Hisyam kerap ditendang dan dipukuli. "Kalau lagi belajar ditendang lengannya. Asal nulis ditendang, sama punggungnya itu dipukul, sering ditusuk pakai sedotan di tangannya," ungkapnya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap Hisyam terjadi di dalam kelas atau di tengah jam pelajaran. 

Puncak perundungan itu terjadi pada 20 Oktober 2025 di mana Hisyam diduga dihajar menggunakan kursi besi.

Noviyanti mengaku awalnya sang anak enggan menceritakan kejadian yang dialaminya. Hingga Noviyanti curiga lantaran Hisyam kerap menabrak tembok dan benda di dalam rumah. "Saya bilang, 'Abang kenapa sih matanya kaya gitu? kalau jalan kejedot mulu?' terus dia jawab 'gak papa mah' dia belum ngaku," kata Noviyanti.

"Terus saya tanya lagi, 'Abang kenapa?' terus dia bilang 'tapi mama jangan kaget, jangan takut, jangan nyesek. Aku dijedotin sama temen aku'," sambungnya. "Terus saya mikir, kok dijedotin tapi ada di tengah ubun-ubun gitu. Terus dia bilang, 'bukan dijedotin mah tapi dipukul pake bangku', bangku yang kursi sekolah besi itu," katanya. Kekerasan itu membuat penglihatan Hisyam menjadi terganggu.

Noviyanti lalu membawa Hisyam ke rumah sakit. “Dari sana diketahui kalau anak saya terkena gangguan syaraf, sehingga harus menjalani MRE," ungkapnya. Informasi ini kemudian disampaikan kepada keluarga pelaku yang sebelumnya telah menyatakan akan bertanggung jawab atas biaya pengobatan Hisyam. 

Namun, keluarga pelaku berbalik arah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Noviyanti. "Keluarga terduga pelaku seakan lepas tanggung jawab dan malah meminta saya meminjam ke tetangga," kata Noviyanti. (m30/m41)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved