Berita Nasional
Kisah Pengusaha Atribut Partai, Berani Utangi Anggota Dewan Ratusan Juta
Pengusaha atribut partai mengungkapkan banyak anggota dewan yang saat kampanye nekad berutang ketika bikin atribut.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Valentino Verry
TribunBekasi.com, Jakarta - Diutangi anggota dewan atau kepala daerah menjadi hal biasa bagi pengusaha atribut partai Effendi Koto.
Pria yang sudah 22 tahun menjajaki usaha percetakan atribut partai di Pasar Senen itu memiliki cara unik dalam menjalani usahanya.
Effendi mengaku sudah mengenal beberapa tokoh politik ternama selama menjalani bisnis ini.
Baca juga: Dani Ramdan Respons Keluhan Masyarakat, Pekan Depan Perbaiki Jalan Industri Pasirgombong yang Rusak
Bahkan ia kerap bertamu ke rumah tokoh-tokoh politik tersebut.
Sangking dekatnya, Effendi kerap tidak segan-segan membuatkan atribut partai terhadap koleganya tanpa down payment (DP) sepeserpun.
"Beberapa di antaranya ada yang kalah sehingga tidak bisa bayar, namun beberapa lagi ada yang menang tapi tetap tidak bayar," ujar Effendi ditemui di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu (25/8/2021).
Periode terbanyak, utang pejabat atau politikus kepadanya ialah saat Pemilu dan Pilpres serentak tahun 2014.
Saat itu ia pernah mengutangi tokoh politik hingga Rp700 juta.
Sampai saat ini utang itupun tak dibayar oleh tokoh politik tersebut.
Baca juga: Rahmat Effendi Gundah Ekonomi Anjlok, Minta Pemerintah Pusat Longgarkan Tempat Hiburan Malam
Namun begitu kata Effendi, sampai saat ini hubungannya masih baik dengan tokoh politik tersebut.
Sebab kata Effendi, keterikatan emosional membuatnya kerap tidak enak menagih utang atribut politik tersebut.
"Selain itu karena atas dasar kepercayaan tidak ada hitam di atas putih," jelasnya.
Effendi memahami betul dengan risiko usaha yang digelutinya.
Sehingga kata Effendi, ia sudah memiliki antisipasi apabila hal-hal itu terjadi.
Di mana modalnya akan diputar lagi untuk menutupi utang para tokoh politikus.
"Karena kan dari ratusan pelanggan paling yang seperti itu hanya beberapa tidak sampai 10," ujarnya.
Baca juga: Rahmat Effendi Batasi Tamu Akad Nikah di Gedung Pertemuan Maksimal 30 Orang
Effendi pun mengungkapkan dirinya menjadi korban dari sistem politik uang yang semakin menjamur dalam pesta demokrasi Indonesia.
Omsetnya turun hingga 70 persen karena politik uang.
Pemilik CV Harapan Perdana di Pasar Senen, Jakarta Pusat itu mengatakan usahanya naik daun saat pascareformasi.
Saat itu, Indonesia kerap mengadakan pesta rakyat baik itu Pemilu atau Pilkada serentak.
Massa keemasan usaha Effendi berlangsung dari tahun 2006 hingga 2009.
Saat itu ada 48 partai yang tercatat ikut kontestasi.
Baca juga: Aksi Maling di Minimarket Ini Terekam CCTV, Barang Curian Dimasukkan ke Jaketnya
Namun, saat Pemilu dan Pilkada kerap berlangsung, justru politik uang semakin merajalela.
Dampaknya, Effendi menjadi sulit menawarkan percetakan atribut partai yang dijualnya.
"Metode Caleg mulai berubah. Dulu orang itu terfokus pada atribut, sekarang orang fokusnya ke serangan fajar, jadi calon-calon politik anggap lebih baik kasih uang ketimbang atribut," ujar Effendi.
Kata Effendi, di tahun 2014 ia mulai kehilangan 50 persen pelanggannya. Kondisi itu semakin parah di tahun 2019.
Di tahun Pilpres dan Pemilu serentak itu, Effendi bahkan kehilangan 70 persen pelanggannya.
Baca juga: Hakim Tunda Bacakan Putusan, Vicky Prasetyo Mengaku Tak Kecewa
Pada Pilkada serentak tahun 2020 kondisinya lebih parah lagi. Effendi kehilangan 80 persen pelanggannya.
Kondisi pandemi membuat peserta Pilkada tak lagi memesan atribut partai karena pelarangan berkumpul dan berkerumun.