Berita Daerah

Orang Tua Khawatir Anak tak Trampil saat Lulus Sekolah Akibat PJJ yang Terlalu Lama

Kekhawatiran telah melanda orang tua atas pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung lama. Mereka takut anak-anak menjadi tak trampil.

Penulis: Muhamad Fajar Riyandanu | Editor: Valentino Verry
shutterstock Travelpixs via Kompas.com
Ilustrasi PJJ: Program pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat orang tua khawatir anak jadi tak trampil. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Salah satu hasil penelitian dari organisasi non-pemerintah Internasional Save The Children mengatakan, hanya satu dari 10 orang tua yang mengatakan anaknya belajar sama banyak seperti saat di sekolah.

Penelitian tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan sejak 15 Juni hingga 15 Juli 2020.

Baca juga: Pajar Korban Kebakaran Lapas Tangerang Dijemput Keluarga, Farhan: Paman Saya Sosok yang Baik

Penelitian yang berjudul Dampak Tersembunyi dari Covid-19 tersebut memaparkan, tujuh dari 10 orang tua mengatakan anaknya belajar lebih sedikit.

Bahkan, empat dari sembilan anak kesulitan untuk memahami pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh gurunya.

Menurunnya minat belajar anak akibat penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mengakibatkan kekhawatiran sejumlah orang tua terhadap ketrampilan si anak pasca lulus dari sekolah.

“Ada kekhawatiran pasti. Karena proses belajarnya beda banget sama praktik langsung. Kalau ketemu guru kan gurunya pasti lebih tahu kurangnya apa dan harus gimana,” kata Ria Kusumawati, Sabtu (11/9/2021), sore.

Ria merupakan ibu dari tiga orang anak.

Satu diantara tiga orang anaknya adalah Najwa Al Habsyi.

Baca juga: Delapan Unit Damkar Padamkan Api yang Membakar Plaza Pondok Gede

Saat ini, Najwa duduk di bangku kelas XII Perhotelan di salah satu SMK Negeri di bilangan Jakarta Selatan.

Lebih lanjut, sebagai orang tua yang menitipikan anaknya di sekolah kejuruan yang berorientasi pada kecakapan praktik, Ria memiliki kekhawatiran apabila anaknya kurang ketrampilan karena penyerapan pelajaran yang kurang maksimal.

“Kita sebagai orang tua juga gak tahu dia praktiknya bisa atau enggak, khawatir juga,” ujarnya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Cicih.

Sebagai seorang ibu yang juga harus berdagang, ia mengaku tidak bisa selalu mengawasi anaknya saat melakukan belajar daring.

“Ada sih khawatirnya begitu, kalau belajar dari sekolahnya, kalau dia nggak tahu bisa tanya langsung ke teman atau ke gurunya,” ujar Cicih.

Baca juga: BIN Gelar Vaksinasi Covid-19 Massal Door To Door untuk Pelajar di Aceh Langsung Ditinjau Joko Widodo

Cicih adalah ibu dari dua orang anak.

Anaknya yang ragil bernama Cahyani Salsabila dan masih duduk di bangku kelas X Administrasi Perkantoran di salah satu SMK Negeri di Jakarta Selatan.

Pada minggu lalu, Cahyani sudah merasakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) untuk pertama kalinya.

Cahyani mendapat jatah dua kali masuk kelas per bulan.  

Di sisi lain, Cicih menilai PJJ berdampak pada kebiasaan anaknya dalam menuntaskan pekerjaan rumah yang diberikan oleh pihak sekolah.

Baca juga: Ariza Teliti Legalitas Tanah untuk Cegah Makelar di Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

“Anak-anak kalau ada tugas nyarinya ke internet sumbernya Youtube, google, cari jawaban jadi. Lebih instan. Sebenarnya dia nggak paham apa yang dikerjakan yang penting dia dapat jawaban dari internet. Kalau di sekolah kan, ada tugas nih ya ngerjain beneran,” sambung Icih.

Wanita asal Palembang, Sumatera Selatan ini berharap, sekolah tatap muka bisa berjalan seperti sebelum munculnya Pandemi Covid-19.

Cicih pun menyayangkan proses penerapan PJJ yang dirasa kurang cocok untuk diterapkan di SMK.

“Orang tua jadi khawatir. Dia ketinggalan, gak paham apalagi yang praktik-praktiknya,” lanjutnya.

Selain kecakapan si anak, sejumlah orang tua juga khawatir perihal kesehatan mental si anak akibat terlalu lama melakukan PJJ.

Baca juga: Polda Metro Jaya Godok Kebijakan Ganjil Genap di Lokasi Wisata

Ria pun cemas jika anaknya menjadi sosok yang anti sosial karena terlalu sering berada di rumah.

“Kalau di rumah saja ketemunya kita-kita lagi, keluarga saja. Dan khawatir juga keseringan di rumah jadi anti sosial dan sulit berinteraksi,” keluh wanita asal Jakarta tersebut.

Guna mengatasi hal tersebut, biasanya Ria mengajak putrinya untuk melakukan kegiatan penyegaran seperti memasak bersama dan saling bercerita.

“Kalau ada kesulitan pasti ngobrol sama saya sih,” kata Ria.

Lebih lanjut, sebagai seorang ibu yang harus bekerja di luar rumah, Ria berharap keadaan bisa berangsur pulih dan sekolah tatap muka bisa dilakukan secara normal.

Baca juga: Sebar Hoaks Soal Megawati Koma, Hersubeno Arief Klaim Produk Jurnalistik

Ia juga sempat kewalahan membagi waktu antara mengawasi sang anak atau pergi bekerja.

“Bagi waktunya susah banget, bingung. Harus memilih salah satu. Apalagi pas lagi ulangan gitu. Mau gak mau harus gak kerja dulu,” ujarnya pada Sabtu (11/9/2021), sore.

Kabarnya, Najwa baru akan menjalani PTM pada Kamis (22/9/2021) mendatang.

Ria pun merespons baik adanya keinginan pihak sekolah untuk menyelenggarakan PTM.

“Lumayan positif ada perkembangan walaupun dua minggu sekali biar anaknya semangat dan gak bosan di rumah. Kalau di sekolah kan ada yang mengawasi. Anak-anak bisa berinteraksi, bersosialisasi juga, dan yang paling penting bisa mempraktikkan ilmu yang didapat, bukan hanya teori dan absen saja,” pungkas Ria.

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved