Hari Raya Idulfitri
Hairudin Sendirian di Jakarta pada Hari Raya Idulfitri, Tidak Tahu ada Mudik Gratis
Hairudin, seorang PKL di Pasar Jatinegara, terpaksa berlebaran seorang diri lagi di Jakarta pada tahun ini.
Penulis: Indri Fahra Febrina | Editor: AC Pinkan Ulaan
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Bagi masyarakat Indonesia, Hari Raya Idulfitri bukan hanya momen sukaria setelah berhasil menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, melainkan juga momen untuk bertemu dengan keluarga.
Maka tak mengherankan bila menjelang Hari Raya Idulfitri sebagian besar masyarakat yang bermukim dan bekerja di kota besar berbondong-bondong meninggalkan kota, pulang menemui orangtua, istri atau suami, dan keluarga besar.
Namun, tidak semua orang bisa pulang untuk merayakan Hari Raya bersama keluarganya. Salah satunya adalah Hairudin, seorang pedagang kaki lima di Pasar Jatinegara.
Tahun ini pria asal Sukabumi, Jawa Barat itu kembali harus menahan rindu untuk bertemu sanak keluarga, lantaran dia tak bisa mudik.
Inilah kali kelima pria berusia 55 tahun ini merayakan Idulfitri seorang diri di Jakarta.
Ayah empat anak yang berjualan baju anak-anak ini mengaku mudik di Hari Raya Idulfitri itu kemewahan, karena membutuhkan biaya besar.
Padahal dia rela mengadu nasib ke Jakarta demi dapur di rumahnya tetap mengebul.
"Saya merantau dari Sukabumi ke sini. Awalnya, saya jadi pedagang asongan keliling, kemudian, ditawari dagang sama orang," ucap Hairudi kepada reporter Wartakotalive.com, Minggu (1/4/2022).
Mahal
Pria yang sudah memiliki tiga cucu ini menuturkan, sulitnya perekonomian menjadi alasan terbesarnya tak pernah pulang kampung saat Lebaran.
Hairudin pernah empat kali pulang ke Sukabumi, namun bukan di momen Lebaran.
"Pernah pulang, tapi bukan mudik. Itu pun pulang kalau ada rezeki lebih saja," ucapnya.
"Kalau pulang butuh biaya besar. Ongkosnya saja sudah mahal. Terus kalau pulang pasti kasih pesangon sama anak dan cucu," lanjutnya sembari tersenyum sendu.
Pendapatannya yang tak menentu setiap bulan membuat Hairudin jarang menabung.
Dia menuturkan, dirinya harus bekerja ekstra sebagai orangtua tunggal untuk menghidupi anaknya yang belum menikah.
Apalagi istri Hairudin telah meninggal dunia 8 tahun lalu, membuatnya harus lebih giat bekerja.
"Dulu istri saya pedagang asongan keliling, jualan kue dan kopi juga. Semenjak dia meninggal, saya jadi kerja sendirian cari uang," ungkap pria di balik masker hitamnya.
Tak tahu mudik gratis
Pada momen Lebaran ini, Hairudin tak mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) dari pemilik tempatnya bekerja.
Padahal, dirinya sangat berharap bisa mendapat uang tambahan agar bisa mudik tahun ini.
Hairudin pun tak tahu ada mudik gratis dari Pemerintah. Pasalnya pria ini tak memiliki telepon selular (ponsel) karena keterbatasan ekonomi. Akibatnya dirinya tidak dapat informasi, termasuk informasi mudik gratis.
Bahkan Hairudin selalu meminjam ponsel temannya untuk menghubungi anaknya di kampung.
Fisiknya yang sudah menua membuatnya tak bisa bekerja banyak. Dia hanya mengandalkan pekerjaaan menjaga dagangan untuk menyambung hidup.
"Saya sih ingin kerja jadi kuli panggul, kan uangnya banyak. Tapi saya sudah tua, jalannya saja sudah mulai susah," imbuhnya.
Hairudin tak punya persiapan khusus menyambut Hari Raya Idulfitri. Dia mengungkapkan tak mempunyai baju baru untuk dipakai saat Lebaran.
Hairudin berlapang dada menerima kenyataan hidupnya, dan hanya memiliki dua harapan sederhana di momen Lebaran ini.
Pertama, dia berharap bisa menyantap sajiankhas Lebaran secara gratis dari para dermawan.
Kedua, bisa mendapatkan penghasilan yang lebih banyak dari pekerjaannya saat ini. (M35)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bekasi/foto/bank/originals/Hairudin-PKL-Jatinegara.jpg)