Wawancara Eksklusif

Bacaleg DKI Jakarta dari PKB Cipta Wahyudi Okis Bangkit: Besar di Jalanan, Sudah Paham Hidup Susah

Ikut organisasi ketika umur saya 20 tahunan. Saya pernah ikut Pemuda Pancasila (PP) di Tanah Abang, sebagai wakil ketua pengurus anak cabang.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dedy
Warta Kota
Nama H Cipta Wahyudi Okis Bangkit tak asing buat masyarakat Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selain tumbuh dan besar di Tanah Abang, Haji Okis--sapaan akrabnya--berprofesi sebagai advokat. Meski pernah gagal bertarung dalam pemilu legislatif Kabupaten Tangerang tahun 2019 lalu, semangatnya untuk mengabdikan diri di tengah masyarakat tak surut. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Nama H Cipta Wahyudi Okis Bangkit tak asing buat masyarakat Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selain tumbuh dan besar di Tanah Abang, Haji Okis--sapaan akrabnya--berprofesi sebagai advokat. Meski pernah gagal bertarung dalam pemilu legislatif Kabupaten Tangerang tahun 2019 lalu, semangatnya untuk mengabdikan diri di tengah masyarakat tak surut.

Haji Okis justru termotivasi untuk kembali bertarung di pemilu legislatif (pileg). Tahun depan, Haji Okis akan bertarung di pileg DKI Jakarta melalui daerah pemilihan (Dapil) I Jakarta Pusat.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengaku banyak mempelajari dunia politik dari almarhum Abraham Lunggana alias Haji Lulung.

BERITA VIDEO : WANSIF CERITA H. OKIS BANGKIT, TOKOH MUDA TANAHABANG, PUTUS SEKOLAH HINGGA JADI PENGACARA

Haji Lulung merupakan politisi kawakan. Ia pernah menjadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dan anggota DPR RI.

Kepada Warta Kota, Haji Okis bercerita soal rekam jejaknya selama berada di kawasan Tanah Abang. Jebolan Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta Pusat ini juga mengungkap strategi agar terpilih menjadi wakil rakyat di Parlemen Kebon Sirih. Berikut petikan wawancaranya:

Bisa diceritakan kehidupan Anda di Jakarta?

Saya lahir dan tumbuh besar di Jatibaru. Saya anak kedua dari delapan bersaudara. Sebelum sekolah, sehari-hari saya tidurnya di Stasiun Tanah Abang. Dulu masih ada terminal (Tanah Abang--red). Saya hidup di jalanan, saya paham bagaimana hidup susah. Karena kebutuhan ekonomi, saya sekolah sambil berdagang. Waktu SD saya bangun jam 05.00 WIB, lalu ke Kawasan Harmoni untuk ambil koran dan menjajakannya di Tanah Abang. Jam 09.00 WIB, saya beli kantong plastik, saya jajakan ke pedagang kaki lima (PKL). Hal itu saya lakukan setiap hari dan ketika sudah masuk jam sekolah, tentu saya belajar. Sepulang sekolah, saya ambil air untuk mandi adik-adik dari ledeng umum atau MCK (mandi cuci kakus). Kemudian air dibawa ke rumah yang jaraknya sekitar 300 meter (dari ledeng).

Bagaimana Anda bisa terjun ke dunia politik?

Ikut organisasi ketika umur saya 20 tahunan. Saya pernah ikut Pemuda Pancasila (PP) di Tanah Abang, sebagai wakil ketua pengurus anak cabang. Sebelum tahun 2012, saya pernah di FBR. Nah sekarang profesi saya pengacara. Jadi begitu pendidikan di kelas 2 SMP selesai karena bandel, saya bukannya tambah baik karena lingkungan yang mengajarkan demikian. Saya "menjelajah" pasar, stasiun, sampai tahun 1997 bersama pemuda-pemuda Tanah Abang. Kami ada tempat untuk mengelola pedagang. Di tahun 2002, saya baru melek bagaimana berorganisasi. Dari situ saya ketemu tokoh masyarakat Tanah Abang, dia politisi juga dia sempat di DPRD DKI Jakarta dan di DPR RI (H Lulung).

Dari almarhum saya belajar. Tapi kemudian saya pamit memeluk partai yang berbeda. Nah terkait pendidikan tadi, saya hanya sekolah sampai kelas 2 SMP. Saya malah ikut nongkrong di pasar, cari usaha-usaha di pasar, apa yang bisa dilakukan yang penting dapat uang. Bagaimana bawa uang untuk jajan pribadi dan adik-adik. Kemudian saya kejar Paket C tahun 2010. Tahun 2014, saya coba nyaleg di salah satu partai besar untuk pemilihan di luar DKI Jakarta. Sengaja saya tidak bertarung di sini karena untuk menghormati dan menghargai orang-orang di sini pada saat itu.

Bagaimana awal mula bergabung ke PKB?

Tahun 2019 saya nyaleg di partai merah wilayah Tangerang, tapi belum beruntung. Di sana sudah keluar biaya besar dan situasi makin tidak menguntungkan karena tahun 2019 itu ada pandemi Covid-19. Ekonomi anjlok dan saya enggak mimpi mau nyaleg lagi. Tapi Alhamdulillah, mungkin Allah SWT yang mengantarkan tokoh-tokoh Tanah Abang untuk mendorong saya maju. Menurut kacamata mereka, saya memahami wilayah ini. Mereka mendorong saya karena di Tanah Abang ini kehilangan dua figur politisi. Saya ditawari untuk nyaleg di Jakarta Pusat namun di partai berbeda. Saya cek partai berwarna hijau (PKB), dan lihat platform-nya ternyata mereka kebangsaan dan nasionalis. Setelah merenung dan meminta pendapat istri, saya maju. Di PKB saya merasa nyaman baik dari segi spiritual dan religius. Yang tadinya berjarak dengan ulama, sekarang saya merapat. Banyak petuah tentang keimanan dan kehidupan dari mereka.

Menurut Anda apa persoalan di Jakarta yang harus dibenahi?

Untuk Pak Pj Gubernur DKI Jakarta Pak Heru Budi Hartono, kawasan Tanah Abang kan di Jakarta Pusat dan dekat dengan Balai Kota, Istana Negara serta DPRD. Rajin-rajinlah tengok Jakarta pusat, apalagi Tanah Abang yang saya sudah coba melempar aspirasi ke Balai Kota tapi belum ada jawaban. Saya sampaikan tentang pagar di depan Jalan Jatibaru dekat Stasiun Tanah Abang, menjadi keluh kesah masyarakat. Sebetulnya tidak ada manfaat pagar ini contohnya menjadi halangan warga Jatibaru ketika ada warga yang meninggal itu agak sulit membawa mayat ke ambulans.

Sumber: Wartakota
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved