Berita Nasional

Kabasarnas Henri Alfiandi Bisa Diajukan ke Peradilan Umum, Ini Syaratnya Menurut KPK

Peradilan umum bagi kedua tersangka kasus suap itu bisa terjadi apabila KPK dan Puspom TNI membentuk tim koneksitas untuk menanganinya.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Herudin
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. 

"Terhadap keduanya, malam ini juga akan kami lakukan penahanan di Instalasi Tahanan Militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara," sambung dia.

Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Afri Budi Cahyanto, kata Marsda Agung Handoko, diduga telah melanggar pasal terkait korupsi.

"Pasal 12 a atau b atau 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata dia.

Dalam konferensi pers tersebut hadir pula Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Menyalahi Aturan Hukum

Sebelumnya diberitakan bahwa penetapan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kepala Basarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan dugaan suap dalam sejumlah proyek di Basarnas dinilai TNI telah menyalahi aturan hukum

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) Agung Handoko mengatakan penetapan tersangka  terhadap anggota militer aktif oleh KPK itu menyalahi ketentuan Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Jadi menurut kami apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan," kata Marsda Agung Handoko saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Lebih jauh, Kepala Babinkum TNI Laksda Kresno Buntoro menjelaskan bahwa setiap tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit aktif tunduk pada ketentuan UU tersebut dan UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Di dalam UU peradilan militer, kata Laksda Kresno Buntoro, diatur mengenai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, hingga pelaksanakan eksekusi.

Baca juga: Gebyar Paten Hadirkan Banyak Pelayanan, Masyarakat Ciampel Bersyukur dan Merasa Terbantu

Baca juga: TNI Belum Mulai Penyidikan Kabasarnas dan Koorsmin, Tunggu Laporan Resmi KPK

Selain itu, lanjut Laksda Kresno Buntoro, diatur juga dengan tegas terkait penyelidikan, penangkapan, dan penahanan.

Khusus untuk penahanan prajurit aktif, terang Laksda Kresno Buntoro, ada tiga institusi yang punya kewenangan.

Pertama, kata dia, adalah Ankum atau Atasan yang Berhak Menghukum, kedua adalah Polisi Militer, dan ketiga adalah Oditur Militer. 

"Jadi selain tiga ini, itu tidak punya kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan," kata Laksda Kresno Buntoro.

"Selanjutnya akan diproses oleh Puspom dalam hal ini sebagai penyidik dan kemudian dilimpahkan ke Jaksa Militer yang dikenal dengan Oditur Militer, selanjutnya melalui persidangan dan anda tahu semua, di peradilan militer itu, itu sudah langsung di bawah teknis yudisialnya Mahkamah Agung. Jadi tidak ada yang bisa lepas dari itu," sambung dia.

Baca juga: Suasana Kemeriahan Hari Koperasi Nasional Tingkat Jabar di Kabupaten Bekasi

Baca juga: Densus 88 Ungkap Bripda IMS Ternyata Mabuk Saat Brigadir Ignatius Tertembak Hingga Tewas

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved