BBM Subsidi
Pemerintah Ganti Pertalite dengan Pertamax Green 92, DPR dan Pengamat Bereaksi, Rakyat Bisa Sekarat
Waspada, jelang pensiun Presiden Jokowi akan memberi kado pada rakyat. Tapi, bukan kado yang bikin orang tersenyum dan senang.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jelang pensiun Presiden Joko Widodo (Jokowi) hendak memberi kado istimewa untuk rakyat.
Yakni ingin menghapus BBM bersubsidi Pertalite dengan Pertamax Green 92.
Tujuan dari penghapusan Pertalite itu adalah mengurangi beban subsidi dan menghilangkan polusi udara.
Baca juga: Stok BBM Subsidi Jenis Pertalite dan Solar Hingga Akhir Tahun, Menteri BUMN Erick Thohir: Aman Kok
Ternyata, wacana tersebut menuai reaksi negatif dari pengamt dan anggota DPR RI.
Mereka menilai itu kebijakan salah yang tak berpihak pada rakyat.
Selain itu, kebijakan tersebut akan lebih banyak dampak negatifnya, ketimbang yang positif.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai hal tersebut tidak tepat. Setidaknya terdapat dua alasan kuat.
"Yang disampaikan Dirut Pertamina itu di DPR ia menyebut wacana, dan akan diterapkan pada akhir tahun atau awal tahun depan," ucap Fahmy kepada Tribunnews, Minggu (10/9/2023).
Baca juga: Imbas Polusi Udara, Pengidap ISPA di Karawang Melonjak Drastis Hingga 80 Persen
"Kalau itu diterapkan sebagai kebijakan, menurut saya itu sangat tidak tepat," imbuhnya.
Alasan pertama, Pertamax Green 92 dinilai masih kurang ramah terhadap lingkungan.
Bahkan, apabila aturan penggunaan BBM tersebut diimplementasikan, kontribusinya dinilai masih kurang dalam menekan kadar polusi di Jakarta.
"Pertama, dengan mengalihkan Pertalite ke Pertamax Green 92 itu, menurut standard euro 4 masih sebagai energi bersih yang (dinilai) kotor," papar Fahmy.

"Sehingga itu tak berkontribusi signifikan terhadap polusi udara di Jakarta. Jadi tidak efektif kalau itu dipaksakan," sambungnya.
Alasan kedua, kalau Pertalite dihapus maka konsumennya dipaksa untuk pindah ke Pertamax Green.
Sehingga, Pemerintah secara langsung wajib memberikan jumlah subsidi yang besar.
Mengingat, biaya produksi Pertamax Green 92 lebih besar jika dibandingkan BBM subsidi seperti Pertalite.
"Kalau itu diterapkan, maka itu tidak akan membebani bagi rakyat, tetapi di sisi yang lain akan memberikan subsidi dengan jumlah yang besar, karena cost of production nya jauh lebih mahal," beber Fahmi.
"Mungkin kalau dibandingkan Pertalite sekarang, maka angka subsidinya akan sangat besar," imbuhnya.
"Padahal subsidi energi tahun lalu sudah lebih Rp502 triliun, kalau ditambah kebijakan itu akan lebih besar lagi (memberatkan)," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR-RI, Amin Ak meminta Pertamina untuk tidak terburu-buru menghapus BBM jenis Pertalite.
Alasan pertama, menghapus BBM Pertalite dalam waktu dekat akan menghasilkan multiplier effect atau efek domino.
Karena BBM tersebut jika sudah dijual harganya bakal di atas Pertalite.
Menghapus Pertalite akan menaikan harga BBM, yang kemudian berdampak pada kenaikan harga, baik biaya transportasi, harga barang kebutuhan, dan biaya hidup secara keseluruhan sebagai dampak kenaikan harga BBM.
"Pertamax Green 92 bahkan diprediksi akan lebih mahal dibandingkan Pertamax, karena ethanol yang digunakan sebagian masih impor, sehingga harga jual Pertamax Green 92 menjadi lebih mahal," ungkap Amin.
"Dengan demikian, Pertamax Green 92, baru mungkin dijadikan sebagai alternatif BBM yang lebih ramah lingkungan, tapi bukan menggantikan Pertalite," sambungnya.
Kedua, menjadikan Pertamax Green 92 sebagai pengganti Pertalite diperbolehkan, jika Pertamina sudah sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan bio ethanol dari dalam negeri.
Sehingga dari sisi ekonomi energi, khususnya dalam memenuhi kebutuhan rakyat menengah ke bawah, masih membutuhkan waktu sampai kemudian Pertamina mampu memproduksi Pertamax Green dengan harga semurah mungkin, sehingga tepat secara ekonomi menggantikan Pertalite.
Ketiga, lanjut Amin, pihaknya mendorong Pertamina untuk mengembangkan bio ethanol sebagai bagian dari strategi ketahanan energi.
Pertamina harus bisa bekerja sama dengan BUMN yang bergerak di sektor perkebunan yakni PTPN atau perkebunan rakyat, untuk memproduksi bio ethanol.
Baik berbasis tebu, singkong, sorgum, ataupun bahan lainnya yang bersifat sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan.
"Pertamina bisa menjadi off taker bagi bio ethanol atau bahan baku bio ethanol yang diproduksi baik oleh BUMN terkait maupun perkebunan rakyat, sehingga ini akan menjadi penggerak ekonomi (prime mover) ekonomi nasional berbasis kerakyatan," pungkasnya.
Baca berita Tribunbekasi.com lainnya di Google News
BBM subsidi
Pertalite
Pertamax Green 92
Pertamina
Presiden Jokowi
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi
Anggota Komisi VI DPR-RI Amin Ak
Tak Masuk Kriteria Penerima BBM Subsidi Pertalite, Driver Ojol se-Indonesia Ancam Gelar Unjuk Rasa |
![]() |
---|
Bahlil Larang Ojol Beli BBM Subsidi, Anggota DPR: Pemerintah Tidak Berpihak ke Rakyat Kecil |
![]() |
---|
Pernyataan Bahlil Bahwa Ojol Tak Bisa Beli BBM Subsidi Memancing Reaksi, Ojol Bakal Gelar Aksi Demo |
![]() |
---|
Mobil-mobil Ini Bakal Dilarang Mengisi BBM Pertalite di SPBU? Jenis Apa Saja? Berikut Daftarnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.