Diduga Langgar Kode Etik, Ketua PN Cibinong Bogor Diadukan ke Komisi Yudisial

Ketua Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Kabupaten Bogor, dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggara etik.

Editor: Ign Prayoga
Istimewa
Pengacara Lava Sembada melaporkan Ketua Pengadikan Negeri (PN) Cibinong, Kabupaten Bogor, ke Komisi Yudisial (KY), Jumat (28/6/2024) 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Kabupaten Bogor, Nenny Yulianny, dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Nenny Yulianny dilaporkan ke KY dalam kapasitas sebagai ketua majelis hakim yang mengadili perkara nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi.

Dalam perkara ini, Nenny menjadi ketua majelis hakim yang beranggotakan Nugroho Prasetyo Hendro dan Dhian Febriandari.

Majelis hakim yang diketuai Nenny ini dilaporkan pengacara Lava Sembada yang menjadi kuasa hukum pihak penggugat, Lukita Yosuardy Ong, pada perkara nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi.

Lava Sembada mengatakan, patut diduga majelis hakim tersebut bersikap tidak profesional karena mengabaikan bukti-bukti dalam perkara nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi.

Bukti yang dimaksud adalah Sertifikat Hak Milik (SHM) atas 16 bidang tanah milik penggugat yang berlokasi di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Belasan bidang tanah tersebut menjadi objek sengketa antara Lukita dan sebuah perusahaan pengembang perumahan.

Lava Sembada melaporkan Nenny Yulianny ke kantor KY di Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).

"Kedatangan kami ke KY dalam rangka meminta keadilan untuk klien kami, dimana sertifikat SHM milik klien kami justru dikalahkan oleh Surat Pelepasan Hak (SPH)," ujar Lava dalam keterangan tertulis.

Lava Sembada menjelaskan, lahan yang dipersengketakan adalah 16 bidang tanah seluas 3,8 hektar milik Lukita Yosuardy Ong.

Sebagian lahan tersebut merupakan lahan eks agunan bank dan sisanya dibeli dari ahli waris.

Bukti kepemilikan 16 bidang tanah itu adalah sertifikat hak milik (SHM) atas nama Lukita.

Hal juga dinyatakan oleh Kantor Badan Pertanahan Bogor I ketika memberikan jawaban tertulis kepada majelis hakim tertanggal 3 Januari 2024.

Belakangan, lahan tersebut diklaim oleh perusahaan pengembang. Perusahaan ini mengaku memegang 16 surat pelepasan hak (SPH) di antaranya SPH atas nama Suhi Djiam dan atas nama H Madsuki.

SPH tersebut diterbitkan oleh camat selaku pejabat pemerintah daerah setempat.

Lukita menyatakan, dari kacamata hukum, SHM adalah bukti kepemilikan paling kuat atas tanah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved