HUT Bhayangkara
Kasus Afif, Bocah Tewas Dianiaya Polisi Kado Pahit HUT Polri, KontraS: Bukti Kekerasan Masih Ada!
Dimas mengatakan, dari kasus Afif Maulana dan teman-temannya, Kontra melihat kultur kekerasan masih lestari di tubuh institusi kepolisian.
Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA --- Koordinator komisi untuk orang hilang dan korban kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya menyebut kasus kematian Afif Maulana menjadi kado pahit HUT ke-78 Bhayangkara pada 1 Juli 2024 kemarin.
Dimas mengatakan, dari kasus Afif Maulana dan teman-temannya, Kontra melihat kultur kekerasan masih lestari di tubuh institusi kepolisian.
"Dalam satu tahun kemarin, Kontras juga menyoroti ada 14 korban anak yang jadi korban penyiksaan yang dilakukan oknum aparat kepolisian," ujar Dimas di gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Tahun ini pun, aparat kepolisian menjadi aktor pelaku dominan dalam konteks penyiksaan yang dilakukan baik untuk urusan pengakuan (mengejar pengakuan hukum) maupun untuk penghukuman.
BERITA VIDEO : KRONOLOGI MENINGGALNYA AFIF MAULANA, BOCAH 12 TAHUN DI PADANG TEWAS DIDUGA DIANIAYA POLISI
Kontras secara terang-terangan mengatakan ada yang salah dengan institusi kepolisian.
Kontras juga menyoroti kasus Afif Maulana, khususnya inkonsistensi pernyataan kepolisian atau Kapolda Sumatera Barat.
"Serta ada upaya untuk intimidasi, ada upaya tindakan-tindakan mengancam pendamping hukum, keluarga korban ataupun saksi-saksi. Kami melihat ini upaya untuk obstruction of justice," ucapnya.
Baca juga: Meski Sudah Dipecat, Dua Oknum Polisi Tipu Petani Subang Hingga Rp 598 Juta Belum Juga Ditahan?
Kontras melihat hal tersebut adalah upaya kepolisian menghalangi pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi keluarga korban.
Menurutnya, langkah Polda Sumatera Barat tersebut sangat fatal.
"Karena dalam konteks penegakan hukum, tindakan obstruction of justice merupakan salah satu langkah awal terjadinya pelanggaran hak asasi manusia," ucapnya.
Di satu sisi hasil survei Litbang Kompas menjunjukan citra positif Polri naik 73,1 persen.
Namun, dalam catatan Kontras ada sejumlah kejadian yang justru mencoreng nama baik kepolisian.
"Mulai dari kasus Vina, yang menunjukkan ada ketidak profesionalitasan dalam institusi kepolisian dan ada permasalahan yang cukup akut di kepolisian. Ditambah lagi kasus penyiksaan terhadap anak. Ini semakin mencoreng korps Bhayangkara," ujar Dimas.
BERITA VIDEO : MOMEM KEPALA BNNK TERGUGUP SAAT PENGEDAR NARKOBA BONGKAR OKNUM POLISI
Ada yang salah dengan institusi kepolisian, termasuk bagaimana institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum nyatanya masih melanggengkan praktik yang sangat tidak manusiawi.
Praktik yang Dimas maksudkan adalah praktik penyiksaan dan praktik yang menyasar anak.
"Padahal pada standar ketentuan internasional, anak harus ditetapkan sebagai subjek hukum. Tidak boleh mendapat penghukuman secara fisik," ucapnya.
Hal tersebut kata Dimas telah diatur oleh Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Polisi harus mempertimbangkan tiga hal, prinsip nesesitas, legalitas dan proporsionalitas.
Polda Sumbar dianggap sepihak
Direktur YLBHI Muhammad Isnur mengatakan bahwa kasus kematian Afif Maulana tidak bisa serta merta ditutup oleh pihak kepolisian Polda Sumatera Barat (Polda Sumbar).
Sebab, ada peristiwa pidana yang berkaitan dengan peristiwa meninggalnya Afif.
“Menutupan penyelidikan ini kan kalau tidak ada peristiwa, tidak ada bukti, atau kemudian bukan tindak pidana. Pemukulan kepada 17 anak ini kan terjadi peristiwanya,” kata Isnur.
“Jadi ini harusnya menjadi rangkaian utuh yang digabungkan menjadi satu peristiwa. Ada yang luka-luka, ada yang meninggal, itu seharusnya satu peristiwa pidana yang dibongkar,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Minggu (9/6/2024) polisi menemukan jenazah remaja laki-laki tanpa identitas sekitar pukul 12.00 WIB, yang kemudian teridentifikasi sebagai Afif Maulana.
Jenazah itu kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Padang, kemudian dijemput pihak keluarga yang sebelumnya kehilangan salah seorang anggota keluarganya.
BERITA VIDEO : KAPOLDA SUMBAR UNGKAP AFIF MAULANA TEWAS AKIBAT PATAH TULANG BUKAN DISIKSA
Sebelum ditemukan tewas, Afif Maulana berada di jembatan Kuranji yang saat itu diduga sedang terjadi aksi tawuran.
Berdasarkan hasil investigasi LBH Padang, AM diduga dianiaya sebelum tewas dengan bukti luka-luka lebam di tubuh korban.
Dugaan kematian Afif akibat dianiaya polisi mencuat setelah keterangan 18 pemuda yang ditangkap anggota Sabhara saat berpatroli.
Namun, Polda Sumbar membantah hal tersebut karena menyebut tidak ada saksi yang melihat penganiayaan itu.
Suharyono mengeklaim tidak ada Afif saat polisi menangkap 18 orang diduga hendak tawuran di Jembatan Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024).
Dia kemudian menyatakan bahwa kasus kematian AM (12) di sungai Batang Kuranji Padang dianggap selesai.
Kasus tersebut bisa dibuka kembali jika ada bukti baru sebab, hasil autopsi memperlihatkan adanya patah tulang iga belakang bagian kiri sebanyak 6 ruas dan patahannya merobek paru-paru.
"Penyebab kematiannya adalah karena patah tulang iga dan merobek paru-paru itu," kata Suharyono kepada wartawan di Mapolda Sumbar, Minggu (30/6/2024).
Sementara untuk hasil visum memperlihat adanya luka lecet, luka memar, dan lebam yang diduga akibat telah menjadi mayat.
"Keterangan dokter forensik itu lebam mayat akibat telah meninggal beberapa jam sebelumnya," jelas Suharyono.
Kendati penyelidikan kasus itu sudah selesai, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada seluruh pihak menyerahkan bukti baru sehingga kasusnya bisa dibuka kembali.
"Bisa dibuka lagi kalau ada bukti baru. Kita tidak mau berdasarkan kata-katanya, tapi harus dengan bukti," jelas Suharyono.
Penutupan kasus kematian Afif Maulana (12) yang diduga disiksa polisi di Padang, disebut tak diberitahukan pihak Polda Sumatera Barat (Sumbar) kepada keluarga korban.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan, keputusan penutupan kasus itu dilakukan sepihak tanpa berkomunikasi dengan pihak keluarga.
Kepolisian bahkan tak memberikan surat penghentian penyelidikan kepada pihak keluarga.
“Iya belum pernah memberitahukan ke keluarga” ujar Indira yang juga kuasa hukum keluarga Afif di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024) melansir Kompas.com
Menurut Indira, kasus kematian Afif tidak sepatutnya ditutup kepolisian dan tak sesuai prosedur.
Sebab, masih banyak saksi yang belum diperiksa oleh kepolisian dalam perkara kliennya.
“Kami identifikasi ada sekitar 16 lagi saksi yang belum diperiksa. Pertanyaannya belum memeriksa16 orang percaya diri sekali menutup kasus. Aneh enggak?” kata Indira.
“Menurut saya ketika ini ditutup sebenarnya tidak pantas ini ditutup ya, ini tidak sesuai dengan prosedur yang begitu,” sambungnya.
(Sumber : Wartakotalive.com, Rafsanzani Simanjorang/raf/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polda Sumbar Dianggap Sepihak Tutup Kasus Kematian Afif Maulana, Tak Beritahu Keluarga",
Di Luar Skenario, Komandan Upacara HUT Polri Diminta Menghadap Presiden, Ternyata Mau Diberi Bonus |
![]() |
---|
Puan Tersenyum Lihat Aksi Robot Dog Senilai Rp 4,2 Miliar per Unit, Polri Bakal Beli di Tahun 2026 |
![]() |
---|
Ada Acara Hari Bhayangkara, Hindari Jalan Merdeka Selatan - Ridwan Rais, Macet Panjang Siang Ini |
![]() |
---|
Polres Metro Bekasi Serahkan 20 Sepeda Motor Curian ke Pemiliknya saat Momen Hari Bhayangkara ke-79 |
![]() |
---|
Polri Pamerkan Robot K9, Bisa Berperan sebagai Anjing untuk Mendeteksi Bom |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.