Berita Karawang

Pengadilan Negeri Karawang Buka Kemungkinan Terdakwa Kusumayati Ditahan jika Tidak Kooperatif

Jubir PN Karawang, Albert Dwiputra Sianipar meminta masyarakat untuk bersabar dan tidak berpandangan buruk terhadap pengadilan.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ichwan Chasani
Istimewa
 Juru Bicara Pengadilan Negeri Karawang Albert Dwiputra Sianipar. 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG — Pengadilan Negeri (PN) Karawang membuka peluang mengambil sikap untuk memerintahkan penahanan terdakwa Kusumayati terkait perkara pemalsuan tandatangan surat kuasa waris (SKW).

Hal itu dilakukan jika terdakwa Kusumayati yang dilaporkan anak kandungnya sendiri, Stephanie, itu tidak kooperatif dan tidak mematuhi imbauan majelis hakim.

"Iya kalau terdakwa tidak mengindahkan imbauan majelis, dan tindakan itu merugikan. Kami bisa memerintahkan untuk terdakwa ini supaya ditahan," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Karawang Albert Dwiputra Sianipar kepada awak media belum lama ini.

Albert Dwiputra Sianipar meminta masyarakat untuk bersabar dan tidak berpandangan buruk terhadap pengadilan.

Sebab, tidak ada informasi resmi terkait status penanganan terdakwa, saat perkara dilimpahkan dari Kejaksaan ke Pengadilan.

"Untuk status penahanan terdakwa, kita sebenarnya hanya meneruskan saja, kalau dicek di sistem kita terdakwa ini memang tidak ditahan sejak dari kepolisian, dan kejaksaan, bahkan kita di PN," kata Albert Dwiputra Sianipar.

BERITA VIDEO : PERKARA ANAK LAPORKAN IBU KANDUNG DI KARAWANG, KUSUMAYATI BANTAH PALSUKAN TANDATANGAN

Albert Dwiputra Sianipar meminta masyarakat sabar untuk melihat hasil persidangan, karena saat ini persidangan masih berjalan.

"Iya ini kan persidangan masih berjalan, kami minta masyarakat untuk bersabar, siapa sih yang tidak gemas melihat kasus ini. Tapi untuk penahanan ini kami minta masyarakat untuk bersabar," kata Albert Dwiputra Sianipar.

Albert Dwiputra Sianipar juga tidak keberatan jika masyarakat melaporkan kelakuan hakim dalam perkara ini ke Komisi Yudisial (KY).

"Iya silakan (mau melaporkan ke KY), bukan hanya se-Indonesia, seluruh dunia juga bisa mengawasi proses persidangan ini, karena ini kan persidangannya terbuka," ucap Albert Dwiputra Sianipar.

Baca juga: Massa Pendukung Geruduk Markas PKS, Minta Anies Baswedan Tetap Diusung Jadi Cagub Jakarta

Baca juga: Diduga Disekap dan Disiksa di Myanmar, Pemuda Ini Diancam Diamputasi Jika Keluarga Tak Menebusnya

Tidak bikin sendiri

Diberitakan sebelumnya, Kusumayati, terdakwa perkara pemalsuan tanda tangan surat kuasa waris (SKW),  terungkap tidak pernah datang langsung ke kantor kecamatan untuk membuat SKW tersebut.

Hal itu terungkap saat sidang lanjutan perkara anak gugat ibu kandung yang terdakwa perkara pemalsuan tanda tangan surat kuasa waris (SKW)  yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Karawang pada Senin lalu, 5 Agustus 2024.

Dalam sidang perkara pemalsuan tanda tangan surat kuasa waris (SKW) itu, Jaksa Penutut Umum (JPU) menghadirkan saksi dari Kantor Kecamatan Karawang Barat.

Ketika ditanya saat sidang, petugas kecamatan itu menyebutkan bahwa baru menjadi petugas itu pada tahun 2020. Sedangkan, pembuatan SKW itu pada tahun 2013.

"Saksi fakta (Petugas Kecamatan Karawang barat) yang katanya memproses surat kuasa waris tersebut, tapi ternyata saksi itu jadi petugas tahun 2020, jadi artinya saksi tidak tahu kejadian tahun 2013 karena SKW itu dibuat tahun 2013," kata kuasa hukum terdakwa Kusumayati Ika Rahmawati.

Baca juga: Sidang Anak Gugat Ibu Kandung, Terungkap Kakak dan Adik Stephanie Temani Kusumayati ke Notaris

Baca juga: Bawaslu Kabupaten Bekasi Temukan Data Jumlah Pemilih Berbeda di Tingkat Desa hingga Kecamatan

Artinya dari kesaksian itu, kata Ika, BAP (berita acara pemeriksaan) yang menyebutkan bahwa Kusumayati datang langsung itu tidak benar.

"Karena pada saat itu dia belum bertugas dan enggak tahu dan tidak bertemu bu Kusumayati," imbuhnya.

Selain saksi fakta, lanjut Ika, JPU juga menghadirkan saksi ahli. Akan tetapi, majelis hakim tidak banyak bertanya kepada saksi ahli tersebut.

Pasalnya, yang dihadirkan saksi ahli perdata bukan pidana.

"Karena hakim lebih konsen kepada dakwaan, jadi minta kepada jaksa buat hadirkan saksi pidana bukan perdata," jelasnya.

Untuk diketahui, agenda sidang selanjutnya ialah pemanggilan saksi ahli pidana dan saksi meringankan dari terdakwa.

Baca juga: Penting Buat Tumbuhkan Ekonomi, Penjabat Bupati Bekasi Ingin Perbanyak  Event di Lokasi Wisata

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Senin 12 Agustus 2024 Besok

"Agenda sidang selanjutnya, saksi ahli pidana dari JPU dan a de charg atau saksi meringankan dari kami pada Senin (12/8/2024) depan," kata Ika.

Lebih lanjut, Ika menuturkan, pihaknya merasa keberatan dengan keinginan pelapor dalam syarat perdamaian yang diajukan, namun menerima beberapa syarat yang lain.

"Iya tadi dibahas kan ada lima poin yang diminta Stephanie dalam mediasi, tiga poin ini kita sudah setuju yah, hanya yang dua ini kita keberatan," kata Ika.

Kedua syarat yang ditolak pihak terdakwa tersebut, yakni terkait dengan audit perusahaan PT Ekspedisi Muatan Kapal Laut Bimajaya Mustika, yang merupakan perusahaan keluarga, serta permohonan takedown pemeberitaan dari media.

"Iya untuk RJ ini kita sudah terima yah, tapi ada dua poin yang kita keberatan, yaitu terkait dengan audit, ini kan perusahaan keluarga kami keberatan untuk diaudit, kalau Stephanie ingin dapat untuk dari hasil usaha tinggal dicek dari laporan pajaknya," katanya.

"Kemudian terkait dengan take down pemberitaan di media. Ini kita juga keberatan, karena tidak mungkin bisa kita lakukan sebab menyangkut pihak media," pungkasnya.

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved