KPK Bakal Segera Usut Dugaan Suap Tiga Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur

Pengusutan ini sekaligus merespons permintaan Komisi III DPR RI yang meminta tiga hakim PN Surabaya tak hanya dipecat, tapi juga diproses pidana.

Editor: Ichwan Chasani
Kolase Surya.co.id
Ronald Tannur tersangka atas kematian Andini kini dijerat pasal pembunuhan 

TRIBUNBEKASI.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut kebenaran dugaan suap kepada tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Dini Sera Afriyanti (29).

Pengusutan ini sekaligus merespons permintaan Komisi III DPR RI yang meminta tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya itu tidak hanya dipecat, tetapi juga diproses pidana.

"Harus dibuktikan apakah dari pihak terdakwa atau penasihat hukumnya memberikan sesuatu kepada hakim,” ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis, 29 Agustus 2024.

Merujuk hasil investigasi dan pemeriksaan Komisi Yudisial (KY), kata Alexander Marwata, ketiga hakim tersebut telah mengabaikan beberapa alat bukti dalam vonis bebas Ronald Tannur.

KPK akan mendalami apakah tindakan hakim tersebut mendapatkan imbalan dari pihak terdakwa. 

Baca juga: KPU Kota Bekasi Pastikan Heri Koswara dan Sholihin Mundur dari Jabatan DPRD Usai Daftar Pilkada

Baca juga: Oknum PNS yang jadi Tersangka Pelaku KDRT Istri Resmi Ditahan 

Jika pengabaian dan tindakan tidak profesional para hakim tidak terdapat pemberian hadiah atau suap, kata Alex, KPK tidak bisa mengambil tindakan. 

“Ketika itu nanti ditemukan, kami KPK baru bisa bertindak,” katanya.

Kendati demikian, pimpinan KPK berlatar belakang mantan hakim ad hoc ini memastikan bahwa pihaknya akan menurunkan tim dan memanggil pihak Ronald Tannur apabila KY menyatakan ketiga hakim diduga telah menerima suap. 

Dengan begitu, KPK bisa minta keterangan dari para hakim.

Langgar Kode Etik Berat
Sebelumnya, KY merekomendasikan tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur diberhentikan karena terbukti melanggar kode etik berat.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito, mengatakan telah merekomendasikan agar kasus ini dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Baca juga: Naik Rp 2.000 Per Gram, Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Kamis Ini Dibanderol Segini

Baca juga: Terdakwa Kusumayati Hadirkan Pemuka Agama di Sidang, JPU: Tidak Ada Korelasinya

Dalam rekomendasinya, KY menjatuhkan sanksi berat kepada hakim ketua Erintuah Damanik berserta dua hakim anggota, yakni Mangapul dan Heru Hanindyo berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun.

Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

Ketiganya adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul.

Mereka adalah majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur (31), terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Dini Sera Afriyanti (29).

Ronald Tannur merupakan anak anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Baca juga: Curi Ribuan Data KTP untuk Target Penjualan SIM Card Indosat, 2 Orang Diringkus Polisi

Baca juga: Nagita Slavina Dijadwalkan Diperiksa Polda Metro Jaya Kamis Ini, Kasus Penistaan Agama Wanda Hara

Tiga hakim PN Surabaya, Jawa Timur, tersebut dinyatakan melanggara KEPPH berdasarkan hasil pemeriksaan Komisi Yudisial (KY).

Terkait hal ini, KY mengusulkan sanksi pemecatan terhadap  Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul.

"Para Terlapor terbukti melanggar KEPPH (kode etik dan pedoman perilaku hakim), dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat," ucap Kepala Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmita, dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.

Joko Sasmita mengatakan petikan putusan KY itu dibacakan dalam rapat setelah sidang pleno yang diselenggarakan pada hari Senin lalu, 26 Agustus 2024 pukul 09.30 WIB.

Sidang pleno dihadiri oleh seluruh anggota KY yang berjumlah 7 orang dan dibantu seorang sekretaris pengganti.

Baca juga: Komunitas Ojol Se-Jabodetabek Gelar Demo Kamis Siang Ini, Driver Online Surabaya Ikut Gabung

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Kamis 29 Agustus 2024

Dalam putusannya, KY menemukan bahwa ketiga hakim terlapor telah membacakan fakta-fakta hukum yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/ Pid.B/2024/ PN.Sby.

"Para terlapor telah membacakan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan pertimbangan hukum yang terdapat dalam salinan putusan perkara Nomor 454/ Pid.B/ 2024/ PN.Sby," papar Joko.

Para hakim terlapor juga telah membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan Ahli dr Renny Sumino dari RSUD Dr Soetomo yang disampaikan di persidangan serta berbeda juga dengan yang tercantum dalam salinan putusan.

Joko Sasmita menuturkan, para terlapor dalam sidang pembacaan putusan tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung dan/ atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall, Surabaya, yang diajukan oleh penuntut umum.

"Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI berpendapat pelanggaran yang dilakukan oleh para terlapor masuk dalam klasifikasi pelanggaran berat dan Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI telah bermusyawarah dan sepakat menjatuhkan sanksi berat terhadap para terlapor," kata Joko.

Lebih lanjut, Joko mengatakan, Komisi Yudisial akan mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, perihal usul pembentukan majelis kehormatan hakim yang ditembuskan kepada Presiden, Ketua DPR, Ketua Komisi III DPR, dan para terlapor.

"Komisi Yudisial juga akan memonitor usul penjatuhan sanksi majelis kehormatan hakim (MKH) yang telah diusulkan kepada Mahkamah Agung," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, tiga hakim PN Surabaya diperiksa Tim Investigasi KY yang mendalami ada atau tidak adanya pelanggaran yang dilakukan para hakim yang menangani perkara pidana dengan terdakwa Ronald Tannur.

Hal ini dilakukan setelah kuasa hukum keluarga Dini Sera Afrianti melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung pada Rabu, 31 Juli 2024.

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

 

 

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved