Penyidik Kejagung Dinilai Langgar Aturan dalam Menangani Kasus Korupsi Tata Niaga Timah
Kejagung dinilai melanggar sejumlah aturan dalam menangani kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Bangka. Kasus ini telah berguliri di pengadilan.
"Padahal, dalam UU tersebut telah diatur kewenangan yang melakukan penyidikan adalah tugas Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),” ujarnya.
Andy menyatakan, dalam kasus ini, penyidik Kejagung juga telah mengabaikan Pasal 14 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dalam dakwaan JPU terdapat beberapa unsur kerugian negara akibat perbuatan terdakwa yang bertentangan dengan UU Minerba, UU Tentang PPLH dan UU Tentang P3H sedangkan pelanggaran tersebut bukanlah merupakan Tindak Pidana Korupsi,"kata Andy.
"Kalau pun ada pelanggaran maka penyelesaian perkara harus diselesaikan sesuai undang-undang yang mengaturnya, sesuai dengan azas lex spesialis sistematis,” tuturnya.
Andy mengatakan tindakan penyidik Kejagung, JPU, BPKP dan pihak-pihak lain dapat diduga melakukan perbuatan bertentangan dengan UU Minerba, UU Tentang PPLH dan UU Tentang P3H dan secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dimana secara bersama-sama.
Selain itu, mantan penasihat hukum Kementerian Lingkungan Hidup ini menyatakan dalam perkara ini penyidik dalam perkara a quo adalah orang yang sama dengan JPU dan ini sangat bertentangan dengan KUHAP dan asas diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan Pidana di Indonesia, sehingga dakwaan yang dihasilkan dari proses penyidikan dan penuntutan juga bias dianggap melanggar hukum.
"Tim penuntut umum di persidangan maupun secara berkas perkara telah sangat jelas dan terang-terangan menunjukkan di hadapan persidangan bahwa penyidik dalam perkara a quo adalah orang yang sama yang merangkap sekaligus juga sebagai penuntut umum,” paparnya.
Padahal, implementasi asas diferensiasi fungsional di KUHAP memisahkan secara tegas antara fungsi penyidikan yang dijalankan oleh penyidik Polri atau PPNS dan fungsi penuntutan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 6 KUHAP;
Pasal 1 angka 1 KUHAP menyatakan: Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan.
Pasal 1 angka 6 KUHAP menyatakan:
(a) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(b) Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan angka 6 KUHAP di atas maka telah jelas bahwa jaksa tidak memiliki kewenangan sebagai penyidik, karena KUHAP menghendaki pemisahan yang tegas antara fungsi penyidikan dengan fungsi penuntutan.(*)
Suparta, Terdakwa Korupsi Timah Rp 300 Triliun Meninggal di RSUD Cibinong |
![]() |
---|
Bertameng Sang Istri yang Jadi Wali Kota Semarang, Politisi PDIP Ini Minta Rp 10 Miliar dari Camat |
![]() |
---|
Penyidik Kejagung Temukan Duit Rp 5,5 Miliar di Rumah Hakim Ali Muhtarom, DPR Anggap Aib Memalukan |
![]() |
---|
Uang Suap ke Hakim Kasus Korupsi CPO Awalnya Hanya Rp 20 Miliar, Arif Nuryanta Minta 3 Kali Lipat |
![]() |
---|
Jaksa Bacakan Dakwaan, Yakin Bahwa Hasto yang Siapkan Uang Rp 600 Juta untuk Menyuap Komisioner KPU |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.