Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Ternyata Sering Meninggalkan Kantor, Jumat Siang Sudah di Tegal
Ketua PN Jaksel, Arif Nuryanta, kerap berada di Tegal sejak Jumat siang hingga akhir pekan. Arif diduga kerap membolos sudah di Tegal pada Jumat siang
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNBEKASI.COM - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Arif Nuryanta merupakan warga Kota Tegal, Jateng, dan rutin pergi pulang Tegal-Jakarta.
Warga setempat menyatakan, mereka kerap melihat Arif berada di Tegal pada Jumat siang.
Diperkirakan, Arif membolos karena para hakim mestinya berkantor Senin-Jumat. Nyatanya, Arif sudah berada di rumahnya di Tegal pada jam kerja, setiap hari Jumat.
Arif menerima uang sekitar Rp 60 miliar dan menukarnya dengan vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor crude palm oil (CPO).
Terkait kasus ini, Kejagung juga sudah menggeledah rumah Arif di Jalan Perintis Kemerdekaan, RT 09 RW 06, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, pada Minggu (13/4/2025).
Rumah Arif yang digeledah Kejagung itu tampak sederhana, bukan rumah mewah dan tak bertingkat.
Lurah Panggung, Amin Suseno tidak mengetahui apapun mengenai penggeledahan rumah Arif tersebut.
Amin mengaku hanya mengetahui informasi dari Ketua RW 06.
"Saya hanya dapat informasi dari Pak RW, ada tim dari Kejaksaan Agung, untuk lebih jelasnya saya kurang tahu," ungkapnya, Senin (14/4/2025), dikutip dari TribunJateng.com.
Amin mengatakan Arif terdata sebagai warga Kelurahan Panggung dan mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTP) Kota Tegal.
Namun, Amin tidak tahu persis sosok Arif tersebut.

Amin hanya mendengar dari cerita warga, Arif kerap pulang ke rumah dan mengikuti salat di masjid dekat rumahnya.
"Pak Arif Nuryanta memang warga Panggung. Dalam KTP-nya, dia warga Kota Tegal," katanya.
Sementara itu, Ketua RW 06, Sugeng Santoso, mengatakan Arif biasanya pulang ke Tegal setiap Jumat saat akhir pekan.
Sugeng mengaku selalu melihat Arif salat Jumat di masjid.
Sugeng tidak tahu mengapa Arif sudah berada di Tegal di tengah jam kerja.
Menurutnya, Arif adalah orang baik dan pendiam.
"Menjelang libur akhir pekan biasanya pulang. Dia baik dengan lingkungan, ikut kegiatan bersih-bersih masjid juga," ujarnya, Senin.
Sugeng juga membeberkan, Arif pernah menyumbang untuk pembangunan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ).
Namun, Sugeng tidak tahu pasti berapa jumlah yang disumbangkan Arif tersebut.
"Nyumbang banyak, tapi jumlahnya saya gak tahu," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap ekspor CPO tersebut.
Empat tersangka tersebut adalah:
Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara;
Marcella Santoso (MS), advokat; Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.
Suap tersebut, kata Abdul Qohar, diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.
"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, di mana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.
Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor CPO.
Adapun, ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni:
- Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim;
- Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota;
- Ali Muhtarom sebagai hakim Ad Hoc.
Sebagai informasi, ketiga hakim itu yang memvonis bebas tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Di mana, Djuyamto sebagai hakim ketua dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom.
Awal Mula Kasus Terbongkar
Kejagung mengungkapkan, kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam penanganan perkara di PN Jakarta Pusat yang melibatkan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) merupakan pengembangan dari kasus suap majelis hakim perkara Ronald Tandur di PN Surabaya.
"Jadi (kasus) ini bermula dari pengembangan perkara yang ditangani terkait dugaan korupsi gratifikasi di PN Surabaya," ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu malam.
Dari barang bukti yang didapatkan dalam perkara di PN Surabaya, ditemukan dugaan aliran dana ke PN Jakarta Pusat tentang kasus pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga perusahaan besar.
Tiga perusahaan besar yang dimaksud itu adalah PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
"Kemudian pada tanggal 12 April 2025, penyidik kembali melakukan penggeledahan di berbagai tempat di Jakarta dan malam hari ini juga di beberapa wilayah di luar Jakarta," kata Qohar.
Muhammad Arif Nuryanta yang saat ini menjabat ketua PN Jakarta Selatan pun ditangkap Kejagung pada Sabtu, 12 April 2025 bersama Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara.
Kemudian, dua advokat yakni Marceila Santoso dan Ariyanto, juga diamankan.
Diduga ada aliran uang senilai Rp60 Miliar yang mengalir ke Arif Nuryanta.
Kemudian, hanya selang sehari, Kejagung menahan tiga orang hakim yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto sebagai tersangka, Minggu (13/4/2025).
"Dengan terbongkarnya kasus suap menyuap tersebut masyarakat berharap bahwa sistem peradilan bekerja secara adil, jujur, transparan dan bebas dari pengaruh politik dan uang," ujar Teguh.
Hakim dan Panitera Tersangka Kasus Suap Diberhentikan Sementara
Terkait kasus suap ini, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto, mengatakan hakim dan panitera yang terlibat akan diberhentikan sementara.
"Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara," kata Yanto dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
Apabila nantinya mereka semua benar terbukti melakukan suap, MA baru akan mengambil tindakan pemberhentian tetap.
"Jika telah ada putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) akan diberhentikan tetap," ujar Yanto.
Terkait kasus dugaan suap ini, Yanto menegaskan, ihwal MA adalah menghormati proses hukum yang kini sedang dilakukan oleh Kejagung.
Sebagai informasi, hakim yang tertangkap tangan memang dapat dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua MA, sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 1986.
Yanto juga mengatakan ihwal seluruh pihak untuk wajib menghormatinya asa praduga tidak bersalah selama prosesi hukum berlangsung.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Nikita Mirzani Mengamuk di Persidangan PN Jaksel, Ternyata Ini Pemicunya |
![]() |
---|
25 Ribu Warteg di Jabodetabek Tutup, Pedagang Makin Menjerit dengan Adanya Raperda KTR |
![]() |
---|
Nikita Mirzani Marah dan Mengamuk di PN Jaksel, 'Labrak' Petugas Kejaksaan, Ini Pemicunya |
![]() |
---|
Dianggap Wanprestasi, Reza Gladys Digugat Nikita Mirzani Rp 100 Miliar, Sidang Digelar di PN Jaksel |
![]() |
---|
Anggota DPRD Kota Tegal Diduga Terlibat Pengiriman Jamaah Haji Ilegal, Jejaknya Tak Terlacak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.