Program Kontroversial Dedi Mulyadi Dimulai, 39 Pelajar Purwakarta Dikirim ke Barak Yon Armed

Sebanyak 39 siswa di Purwakarta yang sering melanggar akan mengikuti pembinaan di Resimen Artileri Medan (Armed) 1 Sthira Yudha, Purwakarta, Jabar.

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Tribun Jabar/Deanza Falevi
PENDIDIKAN KARAKTER - Para pelajar saat mengikuti pendidikan berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Kamis (1/5/2025). 

"Terima kasih Pak Bupati dan Gubernur, semoga anak saya bisa jadi rajin dan nurut," katanya.

Elly menyambut progam dari Dedi Mulyadi dengan antusias dan telah menyiapkan perlengkapan anaknya sejak jauh hari.

"Memang sudah didaftarkan oleh sekolah, terus saya sebagai orang setuju dan dukung, semoga anak ini bisa berubah lah menjadi lebih baik," tuturnya.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi menilai progaram pendidikan militer sebagai gebrakan baru untuk para siswa.

Menurut Dedi, program ini tidak harus dilaksanakan serentak di seluruh wilayah di Jawa Barat namun bertahap.

"Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu," jelasnya, Sabtu (26/4/2025).

Dinilai Keliru

Program Dedi Mulyadi mengirim siswa bermasalah ke barak TNI juga menuai kritik.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpandangan bahwa rencana Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengirim siswa bermasalah ke barak militer sangat berisiko secara psikologis.

Sebab, yang dibutuhkan siswa bermasalah bukan pendekatan secara militer, melainkan pendekatan yang disesuaikan dengan masalah masing-masing anak dan pendampingan.

"Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” kata Fahmi kepada Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

Selain itu, masalah kenakalan remaja dalam bentuk tawuran, kecanduan gim, pembangkangan hingga mabuk adalah masalah sosial yang bisa ditangani dengan pendekatan sipil, bukan militer. 

"Kenakalan remaja, dalam bentuk tawuran, mabuk, kecanduan gim atau pembangkangan, bukan ancaman keamanan. Melainkan cerminan dari masalah psikososial yang kompleks dan memerlukan respons berbasis pendampingan, bukan penertiban,” ujar Fahmi.

Namun, Fahmi sepakat bahwa pendisiplinan tentu penting dalam membentuk karakter generasi muda. Hanya saja, tidak perlu ditempuh melalui pendekatan militeristik.

"Tapi pendisiplinan yang baik tidak harus ditempuh lewat pendekatan militeristik. Disiplin sejati lahir dari kesadaran, bukan ketakutan,” kata Fahmi.

 

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id 

Sumber: TribunJabar.id
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved