Muatan materi presidential threshold dalam pasal ini kemudian dirubah jadi lebih tinggi persentasenya dengan UU No. 42 Tahun 2008 pasal 9.
Dimana pasal itu memiliki persamaan bunyi dengan perubahan terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2017 Pasal 222.
Pasal itu mensyaratkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR.
Atau, memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Selanjutnya digunakan sebagai acuan presidential threshold untul pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2009, 2014, 2019 dan pada tahun 2024 jika tidak ada perubahan.
Namun dalam perkembangannya, pasal tentang presidential threshold ini sering terjadi perdebatan di kalangan masyarakat.
Khususnya berkaitan dengan anggapan presidential threshold ini inkonstitusional dan diskriminasi, terhadap hak konstitusi setiap orang untuk menjadi presiden dan wakil presiden.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945, sehingga telah berulang-ulang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Perlu diingat bahwa, secara konstitusi pada pasal 6 UUD 1945 yang menyatakan bahwa syarat-syarat untuk jadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang'"
"dan pasal 6A ayat (2) 'Pasangan calon 'residen dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'." paparnya.
Dengan demikian UUD 1945 telah mengamanatkan untuk mengatur lebih lanjut terkait persyaratan jadi presiden, dan pengaturan presidential threshold yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017 Pasal 222, adalah konstitusional.
Sebab, merupakan penjabaran lebih lanjut terkait persyaratan untuk jadi presiden sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 tersebut.
Hadirnya UU No. 17 Tahun 2017 Pasal 222, jika dilihat dari sisi politik hukumnya, terdapat urgensi atau beberapa alasan mendalam terkait argumentasi kebijakan dilahirkannya pengaturan tentang ambang batas tersebut. Diantaranya:
1. Presidential threshold telah menjadi sebuah rangka bangun sistem ketatanegaraan dalam hal pemilu presiden dan wakil presiden di Indonesia dalam beberapa periode.
Sehingga jika Presidential threshold dihapuskan maka akan meruntuhkan rangka bangun sistem ketatanegaraan yang telah dibangun selama ini.