Berita Politik

Presidential Threshold, Fadli Zon Pernah Menolak UU Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2017: Tidak Fair!

Penulis: Miftahul Munir
Editor: Panji Baskhara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penolakan UU penyelenggaraan pemilu tahun 2017 oleh Fadli Zon, karena kebijakan presidential threshold atau ambang batas pencalonan. Foto: Fadli Zon

Artinya saat ini dengan adanya ambang batas 20 persen tersebut merupakan syarat pencalonan paslon presiden dan wakil presiden, harus diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik dan melarang pencalonan secara independen.

Jika ambang batas dihapuskan maka tidak menutup kemungkinan banyak pencalonan presiden jalur independen.

Sehingga semua sistem pemilu yang telah dibangun saat ini harus direkontruksi atau dibangun ulang, baik dari sisi peraturan tentang pemilu, dari sisi keamanan negara ketika pemilu dan lainnya.

Tentu menimbulkan banyak dampak negatif dari semua bidang kehidupan masyarakat, mulai dari sisi keamanan negara, ekonomi, sosial politik dan sebagainya.

2. Presidential threshold merupakan salah satu langkah dalam menguatkan sistem presidensial.

Presidential threshold diartikan sebagai pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot), atau jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik.

Sistem pemerintahan presidensiil didasarkan pada kehendak untuk menjamin suatu kekuasaan pemerintahan dibawah Presiden sebagai kepala kekuasaan eksekutif atau pun kepala pemerintahan.yang kuat dan stabil.

Sehingga penyelenggaraan kekuasaan berjalan efektif, artinya dalam menjalankan kekuasaannya presiden tidak mudah dijatuhkan ( impeachment) dalam masa jabatannya.

Sebab, apabila presiden terpilih ternyata tidak didukung oleh partai politik yang memperoleh kursi mayoritas di DPR, tentu dapat dipastikan akan menyulitkan Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan

3. Presidential threshold menjaga stabilitas politik negara.

4. Presidential threshold memastikan bahwa hubungan presiden dan parlementer bersinergi dan berhubungan dengan baik sehingga penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan efektif.

5. Presidential threshold merupakan langkah efektif dalam penyederhanaan multi partai secara alami

6. Presidential threshold dalam praktek pemilu serentak memberikan kemudahan dan efisiensi anggaran yang lebih murah dalam pelaksanaan pemilu.

Sebenarnya perdebatan mengenai presidential threshold yang dianggap inkonstitusional telah beberapa kali dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Konstitusi melalui keseluruhan Putusannya mulai dari putusan No. 16/PUU-V/2007.

Terakhir saat ini Putusan Nomor 74/PUU-XVIII/2020 menolak semua gugatan tersebut dan menyatakan, kebijakan presidential threshold tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan merupakan kebijakan diamanatkan oleh UUD yang bersifat terbuka.

Sebagaimana dalam pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 yang menegaskan, bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Hal itu untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Maka putusan mahkamah kontitusi bersifat final dan mengikat.

Sehingga perdebatan yang tepat ialah bukan lagi untuk menghapus presidential threshold karena inkonstitusional.

Melainkan perdebatan terkait besaran nilai persentasi dari presidential threshold tersebut.

Selain itu, mahkamah konstitusi dalam putusannya bahwa besaran nilai persentase tersebut merupakan legal opened policy.

Yaitu kewenangan tersebut kembali kepada pembentuk undang undang untuk merevisi besaran persentase dari presidential threshold.

(Wartakotalive.com/M26/TribunBekasi.com/CC)