Dengan cat tembok berwarna putih emas, Masjid An-Nawier juga masih menggunakan lampu-lampu antik tempo dulu.
Sementara arsitektur yang melekat pada bangunan masjid tersebut, sarat akan filosofis ajaran agama islam.
Seperti misalnya, Masjid An-Nawier memiliki lima buah pintu yang melambangkan rukun Islam, enam pintu di samping masjid melambangkan rukun iman, dan 33 pilar masjid melambangkan jumlah zikir.
"Kalau bagian atap yang luar memang dipertahankan menara itu dan menara itu juga sebagai ikon dari pada Masjid An-Nawier Pekojan," kata Dikky.
"Seperti menara tiang atau pilar yang ada di dalam masjid ini memang berjumlah sesuai dengan ayat-ayat yang biasa dibaca setiap habis salat, (berjumlah) 33. Dan juga jendela pintu yang memang dibuat sedemikian rupa oleh pendahulu, sebagai suatu penanda kesatuan di dalam ajaran agama Islam," lanjutnya.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Shiva Mandhir, kuil Hindu Tamil Terbesar di Jakarta yang Dibangun Sejak 1954
Baca juga: Sejarah Jakarta: Gedung Kedubes Amerika Serikat Dibangun 1952, Desain Sempat Dikritik Bung Karno
Dikky menyampaikan, hal lain yang menjadi keunikan Masjid An-Nawier adalah bentuk atap yang menyerupai pekarangan rumah pada umumnya.
"Jadi masjid ini dikatakan memang seperti bentuk bangunan rumah biasa, di atas atapnya itu ada dilindungi dengan dinding-dinding pembatas yang berukir dan mengelilingi daripada sekeliling bangunan masjid," jelas Dikky.
Tak sampai di situ, Dikky menjelaskan jika Masjid An-Nawier juga memiliki tempat wudhu berukuran 2x3 meter yang menghasilkan air dari sumbernya.
"Bisa sudah hampir dikatakan langka di dunia ataupun di wilayah Indonesia, tempat wudhu yang modelnya memang itu air digali dari mata air sumbernya, dan itu bukan di daerah pegunungan dan bukan juga di daerah yang banyak sumber airnya," ujarnya.
"Tapi galian itu ternyata dengan ukuran diameter kurang lebih 2 x 3 meter, itu menghasilkan air yang cukup banyak dan itu sebagai sarana untuk bersuci orang yang salat dulu di Masjid Jami An-Nawier," imbuhnya.
Lebih lanjut, Dikky membagikan sejumlah nama ulama terkait dengan sejarah masjid tersebut.
Mereka di antaranya, Mufti Betawi bernama Usman bin Abdullah bin Adil bin Yahya (Usman bin Yahya) dan ulama besar yakni Syekh Nawawi al-Bantani.
"Beliau adalah seorang ulama besar, beliau dikenal bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh penjuru dunia. Nah maka kedua sosok ini tidak bisa dilepaskan sejarahnya dengan Masjid An-Nawier," pungkasnya.
Kini, masjid An-Nawier resmi dinobatkan sebagai bangunan cagar budaya DKI Jakarta sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 1371/2019. (m40)