TRIBUNBEKASI.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa ada commitment fee dari Paulus Tannos dan konsorsium proyek e-KTP yang mengalir ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Materi itu didalami penyidik KPK ketika memeriksa Andi Agustinus atau Andi Narogong, Rabu, 19 Maret 2025 dalam perkara kasus korupsi e-KTP.
Andi Narogong merupakan mantan terpidana dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.
"Hasil periksa AN, penyidik mendalami dugaan commitment fee dari Paulus Tannos dan konsorsium ke anggota DPR," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Kamis (20/3/2025).
Namun, Tessa tidak mengungkap lebih detail identitas para anggota DPR RI yang turut kecipratan commitment fee proyek e-KTP, termasuk besaran fee-nya.
Sedangkan Paulus Tannos merupakan tersangka dalam kasus korupsi e-KTP yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Baca juga: Program Pemutihan Pajak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, Warga Antusias Datangi Samsat Karawang
Baca juga: Mahasiswa Tuding Massa Aksi Pro RUU TNI adalah Massa Bayaran, Ada yang Mengerahkan
Waktu itu, Paulus Tanos menjabat sebagai Direktur PT Sandipala Arthaputra yang masuk dalam konsorsium pemenang proyek e-KTP bersama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Proyek e-KTP tersebut telah dimulai sejak 2006.
Saat itu Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp6 triliun untuk proyek e-KTP dan program nomor induk kependudukan (NIK) nasional.
Perusahaan Paulus Tannos menjadi pemenang dalam tender proyek e-KTP pada 2011.
Perusahaan swasta itu dikomandoi oleh PNRI sebagai koordinator konsorsium.
Berdasarkan penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah tersangka, seperti pejabat Kemendagri dan petinggi DPR.
Baca juga: Pemkab Bekasi Lakukan Upaya Percepatan Pengendalian Banjir di Sungai Bekasi
Baca juga: Astaga, Harga Emas Batangan Antam Kamis Ini Naik Rp 15.000 Per Gram dan Cetak Rekor Tertinggi Lagi
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya Novanto, termasuk pula pihak swasta yang terlibat dalam kasus ini, Paulus Tannos.
Paulus Tannos ditetapkan KPK pada 13 Agustus 2019 berdasarkan hasil pengembangan kasus.
Bersama Tannos, pada 2019 KPK juga menetapkan mantan anggota DPR Miryam S. Hariyani, mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
KPK menyatakan Paulus Tannos berperan penting dalam kongkalikong pengerjaan proyek e-KTP.
Dia disebut melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor seperti Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang juga PNS BPPT, Husni Fahmi dan Direktur Utama PNRI sekaligus Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya.
Pertemuan-pertemuan itu, disebut KPK, menerbitkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: Buruan, PT NT Piston Ring Indonesia Butuh Operator Inspeksi
Baca juga: Anggota Polres Metro Bekasi Diperiksa Paminal Usai Viral Dugaan Memiting Perempuan
Selain itu, KPK menduga Tannos juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tersangka lainnya untuk menyepakati besaran fee 5 persen sekaligus skema pembagian fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.
Menurut fakta sidang, perusahaan Tannos diperkaya Rp145,85 miliar dalam proyek ini.
"Di situ juga disepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee, yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri," kata Wakil Ketua KPK periode 2015–2019 Saut Situmorang, pada 13 Agustus 2019.
KPK gagal memeriksa dan menangkap Tannos, karena sebelum ditetapkan tersangka.
Lalu pada 2017, Tannos dan keluarganya telah meninggalkan Indonesia dan memilih menetap di Singapura.
Paulus Tannos kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021.
Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Kamis 20 Maret 2025
Baca juga: Layanan SIM Keliling Karawang, Kamis 20 Maret 2025 ini, Hingga Pukul 14.00 WIB, Simak Syaratnya
Paulus Tannos disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin pun berhasil ditangkap di Singapura.
Penangkapannya dilakukan oleh lembaga anti-korupsi Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB). Saat ini Tannos sedang menghadapi sidang ekstradisi di Singapura.
Penangkapannya dilakukan oleh lembaga anti-korupsi Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB). Saat ini Tannos sedang menghadapi sidang ekstradisi di Singapura. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.