Tak jauh dari dipan, terdapat sebuah meja kecil yang berisi teko dan gelas untuk minum. Ada pula kursi ala kadarnya.
Namun sayangnya saat itu penghuni rumah tidak menampakkan batang hidungnya.
Di sudut, terdapat tumpukan kayu yang digunakan Hafidz untuk memasak. Ada pula beberapa galon air, rak piring, dan ember yang digunakan untuk membersihkan peralatan dapur.
Tak jauh dari sana, juga masih terdapat rumah bedeng serupa yang berbentuk panggung. Rumah bedeng tersebut terlihat lebih sederhana namun dilengkapi dengan kandang yang berisi burung perkutut.
Tepat berada di sebelahnya, terdapat jemuran handuk merah dan sajadah hijau.
Karena tidak bertemu dengan sang penghuni rumah bedeng, tim Tribunjateng.com mencoba menggali informasi dari warga sekitar.
Seorang pria yang akrab disapa Kroto mengatakan warga mengenal penghuni bedeng itu sebagai Pak Kafid.
"Orang sini manggilnya pak Kafid. Tapi saya baru tahu kalau dia dulunya seorang dokter. Warga sini tahunya ya cuma orang pelarian saja," ucap Kroto yang bertugas sebagai penjaga Bendung Sungai Kalijajar.
Kroto mengatakan bahwa Kafid sudah tinggal di bawah kolong jembatan sejak 7 tahun yang lalu. Ia mengaku ada beberapa orang yang mendatanginya untuk berobat.
"Sesekali ada yang mencari pak Kafid buat berobat. Tapi saya tidak tahu berobat untuk penyakit apa. Sudah lama dia tinggal disitu sejak 7 tahun lalu. Orangnya bisa diajak komunikasi, bukan orang stres (ODGJ)," tambahnya.
Menurut Kroto, sehari-hari aktivitas Kafid hanya berdiam di bedeng miliknya dan sesekali menumpang mengisi daya ponsel di warung yang tak jauh dari Bendung Sungai Kalijajar.
"Siang gini biasanya ya di rumah itu. Kalau malam numpang nge-charge di warung situ. Dia punya HP (ponsel). Bahkan punya dua setahu saya," ujar Kroto.
Kroto sempat membantu tim Tribunjateng.com untuk kembali mendatangi rumah Kafid yang ada di kolong jembatan. Namun hasilnya tetap saja nihil.
"Biasanya dia santai-santai di depan rumah ini. Tapi ini kok kebetulan pas tidak ada. Mungkin lagi pergi," ucapnya.
Sampai saat ini pun Kroto dan warga sekitar masih bertanya-tanya bagaimana cara Kafid bertahan hidup. Pasalnya Kafid bukanlah tunawisma yang mencari uang dengan meminta belas kasihan dari warga sekitar.
"Enggak pernah lihat dia minta-minta ke warga atau ke jalanan. Warga sini juga masih belum tahu, bagaimana dia bisa hidup. Mungkin ada yang mengirimkan uang atau makanan," katanya. (afn)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com?