Penonaktifan Bagi Anggota DPR Tak Ada Dasar Hukumnya, Ahmad Sahroni dkk Bakal Kembali ke DPR?
Sanksi nonaktif bagi anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNBEKASI.COM - Lima anggota DPR RI dinonaktifkan dari keanggotaan DPR. Tindakan penonaktifan ini dilakukan partai politik yang menaungi mereka.
Kelimanya dinonaktifkan karena mengeluarkan pernyataan dan melakukan tindakan kontroversial hingga berbuntut aksi massa dan penjarahan di rumah kelima anggota DPR tersebut.
Kelima anggota DPR RI periode 2024-2029 yang dinonaktifkan antara lain adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem.
Berikutnya, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional (PAN) serta Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI dari Partai Golkar.
Secara umum, penonaktifan kelima anggota DPR itu dilakukan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terkait unjuk rasa yang marak digelar di sejumlah daerah di Indonesia.
Namun, sanksi nonaktif bagi anggota DPR ternyata tidak dikenal dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Hal itu disampaikan oleh Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem merupakan organisasi nonpartisan dan nirlaba yang didirikan pada 2005 dengan visi terwujudnya negara demokrasi dan terselenggaranya pemilu yang demokratis.
Baca juga: Momen Lisa Mariana Ikut Demo DPR, Bawa Kopi hingga Disoraki Wonderfull, Banjir Pujian Netizen
Kegiatan Perludem meliputi penelitian, pemantauan pemilu, edukasi pemilu, dan advokasi kebijakan untuk memastikan pemilu yang jujur dan adil.
Titi menuturkan, istilah nonaktif itu hanya berlaku untuk pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, yang diadukan atau menjadi teradu.
"Sedangkan dalam konteks anggota Dewan biasa itu tidak dikenal istilah nonaktif. Jadi nonaktif itu memang sama sekali tidak dikenal dalam peristilahan perdewanan," katanya, dalam tayangan YouTube Kompas TV, Senin (1/9/2025).
Bagi anggota DPR, yang seharusnya dilakukan adalah Pemberhentian Antarwaktu atau PAW. Pemberhentian Antarwaktu dilakukan jika anggota DPR mengundurkan diri, diberhentikan, dan meninggal dunia.
Aturan ini ada dalam Pasal 239 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, mengatur tentang Pemberhentian Antar Waktu dan Penggantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR, yang bisa terjadi karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena pelanggaran sumpah/kode etik, pidana berat, tidak menjalankan tugas, tidak memenuhi syarat, atau karena diusulkan partai politiknya.
"Penggantian Antarwaktu (PAW) adalah mengganti anggota DPR yang diberhentikan tadi dengan anggota DPR dari dapil yang sama yang berasal dari partai yang sama, yang memperoleh suara terbanyak berikutnya," bebernya.
Kemudian ada pemberhentian sementara. Namun, kata Titi, pemberhentian sementara ini hanya berlaku untuk anggota dewan yang menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana.
Ketika Sang Ibu Menangis Nasihati Buah Hati, Kembalikan Jam Richard Mille Sahroni Seharga Rp 11,7 M |
![]() |
---|
Tetangga Ahmad Sahroni Kompak Pasang Portal, Cegah Orang Asing Masuk ke Wilayahnya |
![]() |
---|
Uya Kuya Masih Aktif Posting di Instagram Usai Rumahnya Dijarah dan Dicopot Sebagai Anggota DPR |
![]() |
---|
Harta Benda Rumah Nafa Urbach di Bintaro Ludes Dijarah, Termasuk Pakaian Dalam Diduga Miliknya |
![]() |
---|
Selain Dirusak dan Dijarah, Rumah Uya Kuya di Duren Sawit Penuh Coretan Kata-kata Makian |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.